Sabtu, 27 Juli 2013

Serat Sabda Tama Petunjuk Utama Kehidupan

                                            Ronggowarsito (promojateng. pemprovjateng.com)



                    Serat Sabda Tama
                    Petunjuk Utama Kehidupan

BAGI masyarakat Jawa, Raden Ngabehi (R. Ng.) Ronggowarsito adalah seorang sastrawan dan pujangga besar, yang karya-karyanya hingga hari ini masih tetap dikagumi, bahkan dipercaya kebenaran kandungan isinya.
Sepanjang hidupnya (1802 – 1873 M), pujangga yang hidup pada masa kejayaan Keraton Surakarta tersebut telah menghasilkan puluhan karya atau serat bernilai dan berestetika tinggi. Karya-karyanya itu sampai hari ini diakui sebagai ‘warisan ajaran kehidupan yang sangat  berharga’.
Cobalah simak salah satu karya besarnya yang berjudul “Serat Sabda Tama”. Bait demi bait di dalam Serat Sabda Tama ini syarat dengan petunjuk dan petuah dalam menjalani kehidupan, agar manusia tidak tergelincir dan masuk ke dalam kubangan kehidupan yang salah. “Sabda” berarti ucapan, petunjuk atau juga petuah. Sedang  “Tama” berarti utama, berharga, dan penting. Jadi “Sabda Utama” bisa diartikan sebagai ucapan atau petunjuk yang utama.
Beberapa bait dari terjemahan Serat Sabda Tama ini membuktikan semua itu.

Diharap semuanya maklum bahwa di zaman Kala Bendu
            sebaiknya mengurangi nafsu pribadi yang akan membenturkan
            kepada kesulitan.
            Hasilnya hanya perbuatan buruk.

Zaman Kala Bendu adalah zaman serba tak menentu, zaman yang penuh kesulitan. Karenanya, di zaman yang seperti ini siapapun juga sebaiknya berusaha mengurangi hawa nafsunya dalam mengejar hal-hal sifatnya hanya untuk keuntungan pribadi tapi merugikan orang lain. Para pemimpin, para pejabat, para politikus, apalagi wakil-wakil rakyat di parlemen, tak hanya memikirkan dirinya sendiri, keluarganya, kelompok atau partainya saja, tapi juga memikirkan nasib rakyat secara menyeluruh.

Sebaiknya selalu berbuat untuk hal-hal yang baik.
            Bisa  memberi perlindungan kepada siapapun juga.
            Perbuatan demikian akan melenyapkan angkara murka,
            melenyapkan perbuatan yang bukan-bukan dan terbuang jauh.

Siapapun juga, tak peduli apa statusnya, bisa pejabat, eksekutif, anggota legislatif, politikus, pedagang, atau hanya rakyat biasa, semestinya dalam menjalani kehidupan sehari-hari haruslah tetap berkomitmen untuk melakukan hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi kemaslahatan bersama. Yang kuat bisa melindungi yang lemah. Yang kaya bisa membantu yang miskin. Dan, pemerintah atau aparat negara, sesuai tugasnya yang diatur Undang-undang haruslah dapat memberikan perlindungan dan pengayoman kepada rakyat. Bukan justru sebaliknya, melakukan hal-hal yang merugikan dan menyengsarakan rakyat.

Hal ini berbeda dengan yang ngaji pumpung.
            Hilang kewaspadaannya dan kesulitan yang selalu dijumpai,
             selalu mengikuti hidupnya. Hati senantiasa ruwet karena selalu berdusta.
             Lenyap kebudayaannya. Tidak memiliki kekuatan dan ceroboh.
             Apa yang dipikir hanyalah hal-hal yang berbahaya.
             Sumpah dan janji hanyalah dibibir belaka tidak seorangpun
             mempercayainya.
             Akhirnya hanyalah kerepotan saja.

Akan tetapi bagi siapa saja yang dalam kehidupannya sehari-hari menerapkan perilaku ‘aji mumpung’, perilaku memanfaatkan kesempatan dan kedudukan, melakukan hal-hal yang memanfaatkan kedudukan, kewenangan dan kekuasaan, maka kehidupannya akan selalu kacau, tak pernah tenang dan tenteram, dan penuh kebohongan. Akibatnya, hari-harinya pun akan dilalui dengan perbuatan-perbuatan yang merugikan dan justru bisa berbahaya bagi kehidupannya nanti. Dan, ketika perilakunya nanti diketahui, maka akan jatuhlah martabat dan kehormatannya. Orang-orang pun tak lagi mau mendengar kata-katanya, karena dianggap hanya penuh kebohongan.

Azabnya zaman Kala Bendu, makin menjadi-jadi nafsu angkara murka.
            Tidak mungkin dikalahkan oleh budi yang baik.
            Bila belum sampai saatnya akibatnya bahkan makin luar biasa.

Bila manusia tak kunjung memperbaiki perilaku hidupnya, maka di zaman Kala Bendu yang penuh kesulitan itu justru akan bertambah menyiksa. Tak hanya itu, perbuatan angkara murka dan kesewenang-wenangan semakin merajalela. Dan, perbuatan-perbuatan baik pun nyaris tak terlihat. Bahkan, kadang kala sulit membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang jahat. Itu semua terjadi karena perilaku jahat atau buruk telah mendominasi tingkah laku manusia.

Empat bait dari 21 bait Serat Sabda Tama ini sudah cukup memberikan gambaran betapa karya besar Ronggowarsito ini syarat dengan petunjuk atau petuah berharga untuk siapapun bila ingin berhasil dan berarti dalam kehidupan. Berarti tidak saja bagi kehidupannya sendiri, tapi juga berarti bagi kehidupan orang lain. Kehidupan lahiriah dan batiniah. Kehidupan yang lebih luas dan mensemesta. *** 
                                                                               (Sutirman Eka Ardhana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar