Kamis, 11 Juli 2013

Bhatara Kala, Sang Penyebab Zaman Edan

                                                          Bhatara Kala - (tembi.org)




Bhatara Kala, Sang Penyebab 
Zaman Edan

MASA-MASA sulit dan penuh beragam persoalan seperti yang terjadi sekarang ini dipandang oleh sejumlah pihak sebagai “zaman edan”. Karenya tidak sedikit para pelaku spiritual, atau  para “kasepuhan” menyatakan, untuk bisa terbebas dari kungkungan “zaman edan” tersebut maka negeri ini harus segera diruwat.
Dalam jagad pewayangan, Bhatara Kala merupakan tokoh yang selalu diidentikkan dengan zaman edan, zaman yang penuh kesemerawutan dan kehancuran. Karena itulah di dalam cerita pewayangan dikisahkan sejak awal kelahirannya, Bhatara Kala sudah memporak-porandakan jagad raya. Tidak hanya dunia mayapada yang tergoncang dilanda bencana gempa bumi besar, tetapi juga jagad marcapada atau kayangan tempat bersemayamnya para dewa bagai terkena gempa yang teramat dahsyat.
Kelahiran Bhatara Kala itu membuat dunia dan kayangan jadi gonjang-ganjing, kepanikan dan ketidakstabilan terjadi, bencana dan penyakit seperti mewabah di banyak tempat. Dunia dan kayangan mengalami kehidupan yang semerawut dan serba tidak teratur. Kenapa kelahiran Bhatara Kala menyebabkan dunia dan kayangan mengalami malapetaka yang dahsyat itu?

Buah Nafsu
Bhatara Kala sesungguhnya putera dewa kenamaan penguasa kayangan, Bhatara Guru atau Bhatara Manikmaya, dari perkawinannya dengan Dewin Umayi. Ia merupakan anak bungsu dari enam bersaudara. Saudara-saudaranya yang lain terdiri dari Bhatara Sambo, Bhatara Brahma, Bhatara Indra, Bhatara Bayu dan Bhatara Wisnu. Sealin itu Bhatara Kala juga mempunyai tiga saudara lagi dari lain ibu (Dewi Umarakti) yakni Bhatara Cakra, Bhatara Mahadewa dan Bhatara Asmara.
Sekalipun ia berstatus dewa, tapi wujud Bhatara Kala sangat jauh berbeda dengan saudara-saudaranya yang lain. Sedikit pun tidak ada kesan kelemah-lembutan dari wujudnya. Ia dilahirkan dengan wujud raksasa yang berperilaku dan berwatak gandarwa.
Dikisahkan, kelahiran Bhatara Kala dikarenakan Bhatara Guru tak mampu mengendalikan nafsu birahinya setelah menyaksikan ada gandarwa yang wajahnya seram dan menakutkan memperkosa peri.
Ketika itu Bhatara Guru sedang dalam perjalanan di marcapada bersama Bhatara Narada. Dalam perjalanan itulah ia menyaksikan peristiwa pemerkosaan terhadap peri yang dilakukan gandarwa secara brutal. Sang peri menolak keinginan gandarwa, tapi gandarwa tak peduli. Ia terus memaksa. Peri memberontak. Terjadilah pergumulan yang seru. Sekali pun sang peri melakukan perlawanan sekuat tenaganya, tapi pertahanannya runtuh juga. Sang peri tak kuasa melawan kekuatan gandarwa yang sudah terbakar api nafsu birahi itu. Gandarwa berhasil memperkosa peri, sekalipun wajah dan tubuhnya luka berdarah terkena cakaran kuku peri yang tajam.
Peristiwa pemerkosaan terhadap peri itu ternyata sangat membekas di hati Bhatara Guru. Bayangan geliat tubuh peri yang meronta-ronta dalam paksaan dan dekapan gandarwa itu seakan tak pernah lepas dari natanya. Jiwa dan perasaannya benar-benar sudah terpengaruh. Sekali pun ia seorang dewa yang dihormati, tapi pengaruh dari peristiwa perkosaan yang dilihatnya itu tidak mampu ditepis dan dibuang dari dalam jiwanya.
Bahkan setibanya kembali di kayangan, rasa birahinya yang terpengaruh perilaku gandarwa saat memperkosa peri itu semakin memuncak. Tanpa membuang waktu lagi, Bhatara Guru langsung masuk ke kamar isterinya, Dewi Umayi. Saat itu di dalam kamar, Dewi Umayi sedang terlentang di atas tempat tidur dengan tanpa sehelai kain pun menutupi tubuhnya, dikarenakan ia memang sedabg kegerahan akibat udara panas yang menyengat di kayangan.
Kondisi Dewi Umayi seperti itu semakin membuat nafsu birahi Bhatara Guru menyala-nyala. Apalagi saat itu dilihatnya pula rambut isterinya yang tergerai panjang, spontan ingatannya tertuju lagi kepada sang peri yang rambutnya juga tergerai panjang saat digagahi gandarwa. Tentu saja Dewi Umayi terkejut melihat perilaku suaminya yang aneh dan tidak seperti biasanya itu. Apalagi, biasanya Bhatara Guru terlebih dulu mengetuk pintu kamar sebelum masuk. Tapi kali itu tidak. Ia masuk begitu saja. Terlebih lagi mata dan wajah Bhatara Guru menyala-nyala merah terbakar nafsu birahi.
Tanpa rayuan, Bhatara Guru langsung menubruk isterinya. Dewi Umayi benar-benar terkejut. Ia mencoba menghindar. Tapi usahanya tak berhasil. Dewi Umayi mencoba berkata halus dan lembut meminta Bhatara Guru untuk mandi dan membersihkan diri terlebih dulu, karena baru saja pulang dari bepergian jauh.
Tapi peringatan isterinya itu tidak ditanggapi Bhatara Guru. Ia benar-benar sudah terbakar api nafsu birahi, sehingga lupa jika dirinya adalah dewa terhormat, penguasa jagad raya, panutan manusia di dunia maupun dewa di kayangan.
Mata dan pandangannya sudah gelap. Tak ada lagi kelemah-lembutannya. Tidak ada lagi kehalusan perilakunya sebagai dewa, yang ada hanya nafsu dan kesewenang-wenangan. Akhirnya, Dewi Umayi pun tak kuasa menolak. Sekali pun ia melawan dan meronta, namun kemudian ia pun jadi ajang pelampiasan nafsu birahi Bhatara Guru yang tergoda perilaku gandarwa saat memperkosa peri.
Keduanya saling mengumpat. Umpatan-umpatan itu membuat mereka berubah jadi raksasa. Ketika berubah jadi raksasa, nafsu Bhatara Guru semakin tak terkendali lagi. Mereka berdua terlibat perkelahian seru. Tapi Dewi Umayi tetap kalah, sehingga akhirnya hubungan seks itu pun terjadi.
Buah dari hubungan seks penuh paksaan adalah mengandungnya Dewi Umayi. Kandungan itu kemudian melahirkan seorang bayi raksasa yang diberi nama Bhatara Kala. Kelahirannya telah membuat hancur dan porakporandanya tatanan kehidupan dan mayapada dan kayangan.
Itulah zaman edan. Zaman kehancuran dan porak-porandanya tatanan kehidupan di dunia dan kayangan. Dan, semua itu terjadi, karena kemunculan Bhatara Kala. Sehingga ada yang menyebut bahwa Bhatara Kala adalah ‘penguasa’ di zaman edan. ***  
                                                                      (Sutirman Eka Ardhana)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar