Minggu, 21 Desember 2014

KISI-KISI UAS SINEMATOGRAFI - 2014



               KISI-KISI UAS SINEMATOGRAFI - 2014

                  1. Film cerita mempunyai berbagai jenis atau genre. Genre diartikan sebagai jenis film yang ditandai oleh gaya, bentuk atau isi tertentu.
Jenis-jenis film tersebut ada yang disebut jenis film drama, film horror, film perang, film musical, film koboi, film sejarah, film komedi, dan film fiksi ilmiah. Meskipun begitu penggolongan jenis film tidaklah kaku atau ketat. Sebab sebuah film dapat saja dimasukkan ke dalam beberapa jenis.
2.. Film dokumenter adalah film noncerita yang selain mempunyai unsur fakta tetapi juga mengandung unsur subyektifitas pembuatnya. Subyektifitas di dalam film dokumenter merupakan pendapat, pandangan, sikap atau opini terhadap peristiwa yang direkam.
Dengan demikian peran pembuatnya (produser/sutradara) memiliki arti penting bagi keberadaan serta keberhasilan proses pembuatan film dokumenter. Dalam film dokumenter, faktor manusia (pembuat) mempunyai peran yang besar dan penting. Sebab persepsi tentang suatu kenyataan atau realitas yang ada sangat bergantung pada pembuatnya.
3. Film Pareh dinyatakan sebagai film Indonesia pertama yang mendapat perhatian luas dan dipuji dari segi kualitas dan ceritanya, sedang film Terang Boelan yang diproduksi tahun 1937 merupakan film pertama yang terlaris dan sukses secara bisnis di pasaran. Film ini mendapat sambutan hangat masyarakat pecinta hiburan film ketika itu.
4. Sejarah perjalanan pembuatan film cerita di Hindia Belanda diawali dengan diproduksinya sebuah film berjudul “Loetoeng Kasaroeng”. Jika sejarah kelahiran bioskop diawali di Batavia, maka sejarah kelahiran film cerita di negeri kita diawali di kota Bandung pada tahun 1926. Film cerita bisu pertama produksi Java Film Company yang mengangkat tentang legenda di bumi Priangan itu merupakan karya bersama seorang Belanda bernama L. Heuveldorp dan seorang Jerman bernama G. Kruger.
5.      Film merupakan hasil karya bersama atau hasil kerja kolektif. Dengan kata lain, proses pembuatan film pasti melibatkan kerja sejumlah unsur atau profesi. Unsur-unsur yang dominan di dalam proses pembuatan film antaralain: produser, sutradara, penulis skenario, penata kamera (kameramen), penata artistik, penata musik, editor, pengisi dan penata suara, aktor-aktris (bintang film), dan lain-lain.
6.      Sutradara merupakan pihak atau orang yang paling bertanggungjawab terhadap proses pembuatan film di luar hal-hal yang berkaitan dengan dana dan properti lainnya. Karena itu biasanya sutradara menempati posisi sebagai ‘orang penting kedua’ di dalam suatu tim kerja produksi film.
Di dalam proses pembuatan film, sutradara bertugas mengarahkan seluruh alur dan proses pemindahan suatu cerita atau informasi dari naskah scenario ke dalam aktivitas produksi. Sutradara bertanggungjawab menggerakkan semua unsur pekerja (tim kerja) yang terlibat di dalam proses produksi film. Oleh karenanya, berhasil atau tidaknya, bagus atau tidaknya suatu karya film yang diproduksi berada di tangan sang sutradara.
Di dalam tim kerja produksi film, sutradara memimpin Departemen Penyutradaraan.
7.      Film mempunyai tiga nilai penting ketika dihadirkan sebagai ‘tontonan’ ke publik atau masyarakat luas. Ketiga nilai itu adalah nilai hiburan, nilai pendidikan dan nilai artistik. Hampir semua film dalam beberapa hal bermaksud untuk menghibur, mendidik dan menawarkan rasa keindahan kepada publik yang menontonnya. Film yang baik tentunya film yang memiliki ketiga nilai penting tersebut. Seandainya ada film yang hanya menampilkan nilai menghibur semata, tapi mengabaikan nilai mendidik dan nilai artistiknya, tentunya film tersebut tidak layak disebut sebagai film yang baik.
8. Nilai hiburan (menghibur) sangat penting. Suatu film bisa dikategorikan sebagai film yang gagal atau tidak berhasil bila sejak awal hingga akhir tayangannya tidak mampu mengikat atau menarik perhatian penonton.
Nilai menghibur suatu film tidak hanya sekadar membuat orang bahagia, senang, tertawa, tegang, bahkan bergairah dalam menikmati sensasi gambar atau adegan demi adegan di dalam film tersebut. Sebab, sesungguhnya hiburan yang lebih dalam tertuju kepada pikiran maupun emosi penontonnya. Film dengan hiburan seperti itu biasanya memberikan semacam renungan kepada penonton.
9. PROSES pembuatan film memiliki tiga tahapan penting. Ketiga tahapan penting itu meliputi – praproduksi, produksi dan pascaproduksi.
Di dalam tahapan pra-produksi ada proses pembuatan atau penyiapan script breakdown.
Script breakdown merupakan uraian tiap adegan sesuai naskah skenario. Uraian tiap adegan itu dilengkapi sejumlah informasi yang diperlukan dalam syuting (shooting).
Uraian-uraian dan informasi-informasi itu ditulis atau disusun pada lembaran-lembaran kertas yang disebut script breakdown sheet.
Script breakdown sheet memuat sejumlah informasi yang meliputi – date, script version date, production company, breakdown page no, title/no of episodes, page count, location or set, scene no, int/ext, day/night, description, cast, wardrobe, extras/atmosphere, make up/hair do, extras/silent bits, stunts/stand ins, vehicles/animals, props-set dressing-greenery, sound effects/music, security/teachers, special effects, estimated no. of set ups, estimated production time, special equipment, production notes.
10. Tahapan produksi dalam proses pembuatan film merupakan tahapan yang diisi dengan kegiatan-kegiatan syuting (shooting) atau proses pengambilan (perekaman) gambar adegan demi adegan sesuai skenario film. Aktivitas di dalam tahapan produksi ini merupakan tanggungjawab Departemen Penyutradaraan.
Sebelum kegiatan syuting dilakukan, haruslah terlebih dulu ditetapkan tentang dialog, perlunya musik, dan efek suara. Ketiga hal ini merupakan hal penting bagi tata suara film.
Dan, dialog di dalam cerita film haruslah direkam. Proses perekaman dialog dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, rekaman langsung (direct sound). Kedua, rekaman tidak langsung (after recording).
Rekaman langsung adalah rekaman langsung pada saat syuting dilakukan. Dialog-dialog para pemainnya saat memainkan perannya di dalam syuting film tersebut direkam secara langsung.
Rekaman tidak langsung adalah proses perekaman suara atau dialog yang dilakukan di dalam studio. Jadi, dialog-dialog para pemain yang diucapkan saat syuting tidak direkam, karena suara atau dialog-dialog itu nantinya tidak akan digunakan di dalam film. Suara atau dialog yang digunakan adalah yang direkam di studio.
Biasanya suara yang direkam adalah suara pengisi suara.
                                                                                            (SEA)

KISI-KISI UAS FOTOGRAFI JURNALISTIK 2014



                  KISI-KISI UAS FOTOGRAFI JURNALISTIK 2014

1.      Di dalam kerja jurnalistik dikenal ada enam sifat foto jurnalistik (foto berita). Keenam sifat yang dimiliki foto jurnalistik itu, meliputi: mudah dibuat, akurat, universal, visual, kompak dan selalu aktual.

2.      Mudah dibuat – Teknologi fotografi yang terus berkembang dari masa ke masa, membuat proses pembuatan foto menjadi sesuatu yang mudah. Terlebih dengan teknologi digital, sebuah karya foto sekarang sudah bisa dibuat hanya dalam hitungan menit.

Akurat – Dalam bentuk aslinya (bukan rekayasa), foto selalu akurat, dan tidak bisa berbohong. Selembar foto merekam suatu peristiwa secara apa adanya.

Universal – Bahasa foto adalah bahasa yang universal. Bahasa yang bisa diterima dan dipahami oleh manusia di belahan dunia mana pun. Secara visual, selembar foto akan menginformasikan suatu berita atau peristiwa, dengan bahasa yang akan dimengerti oleh bangsa atau etnis apa pun.

Visual – Bahasa foto adalah bahasa visual. Bahasa visual, bahasa yang bisa dimengerti dan dipahami oleh siapa pun. Artinya, bahasa visual yang disampaikan selembar foto akan bisa ‘dibaca’, dimengerti dan dipahami oleh orang yang bisa membaca sampai ke orang yang tidak bisa membaca sekali pun.

Kompak – Ketika suatu peristiwa terekam di dalam berbagai lembar foto secara berurutan, urutan foto-foto itu tetap menyampaikan informasinya secara kompak. Informasi yang disampaikan foto-foto secara berurutan itu akan semakin memperjelas pengertian dan pemahaman orang yang melihatnya. Karena informasi itu hadir secara kompak, berurutan dan teratur.

Selalu aktual – Foto memiliki nilai informasi yang selalu aktual. Artinya, nilai informasi dan daya pesona yang dimiliki selembar foto akan senantiasa aktual atau ‘baru’ sampai kapan pun. Berbeda dengan nilai informasi dan daya pesona suatu berita (berita tulis) yang memiliki batas waktu tertentu, nilai informasi dan daya pesona foto memiliki batas waktu yang panjang.

3.      Di dalam kerja jurnalistik selama ini, dikenal ada tujuh jenis atau ragam foto jurnalistik. Ketujuh jenis foto jurnalistik itu meliputi: foto berita (spot news), foto human interest, foto essay,  foto cerita, foto humor, foto feature, dan foto olahraga.

4.      Foto berita (spot news) – Foto berita adalah suatu foto yang menyajikan atau menyampaikan informasi mengenai satu peristiwa yang berdiri sendiri. Misalnya, foto tentang tabrakan di jalan rata atau kecelakaan lalulintas, dengan cepat dipahami bahwa telah terjadi suatu peristiwa tabrakan atau kecelakaan. Informasinya akan menjadi lebih jelas dengan tambahan keterangan pada keterangan gambarnya.

5.   Foto human interest adalah foto yang menyajikan hal-hal yang berkaitan dengan daya tarik manusiawi, atau foto yang berbicara tentang masalah-masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan. Foto human interest adalah foto yang mampu menggugah emosi kemanusiaan kita yang melihatnya.
Foto human interest memiliki daya tarik yang berbeda dengan foto-foto jurnalistik
lainnya.
Daya tariknya meliputi:
1.      Mampu bercerita mengenai keadaan manusia, dengan pesonanya.
2.      Mampu bercerita atau berkisah banyak dibanding berlembar-lembar
      halaman tulisan.
3.       Mampu menggugah emosi atau memiliki kemampuan untuk
4.       mempengaruhi perasaan dan pikiran (mampu mengembangkan imajinasi).

5.      Foto cerita – Foto cerita memiliki kesamaan dengan foto essay. Hanya bedanya, foto cerita yang hadir secara berangkai, tidak menghadirkan suatu informasi yang harus dibahas, dianalisa, dikaji atau diperdebatkan oleh pembaca yang melihatnya. Foto cerita hanya menyampaikan informasi secara apa adanya. Dan, foto cerita harus selalu faktual.

6.      Foto feature – Foto feature adalah foto tunggal yang tidak sekadar memiliki nilai informasi, tapi juga menyampaikan suatu gagasan berharga pada orang yang melihatnya.  Sekalipun hadir tunggal, foto feature bisa menghadirkan beragam penafsiran. Misalnya, foto tentang seseorang yang baru bebas dari menjalani hukuman di LP. Ekspresi orang yang baru bebas dari LP itu bisa dijadikan foto feature yang menarik.

7.      KOMPOSISI adalah penempatan posisi objek pada bidang pemotretan, sehingga menjadi pusat perhatian. Dengan demikian, komposisi menuntun mata kita menuju titik perhatian yang menyatukan objek foto secara keseluruhan.
•    KOMPOSISI secara sederhana dapat diartikan sebagai cara menata elemen-elemen atau unsur-unsur dalam gambar. Elemen-elemen itu meliputi sudut pemotretan, sepertiga bagian, pola, garis, warna, bingkai, latar belakang, dan latar depan.

8.      Sepertiga bagian merupakan salah satu unsur dalam komposisi.
Dalam fotografi, suatu bidang di dalam pandangan kamera dibagi menjadi sembilan bagian yang sama. Komposisi yang baik adalah bila objek ditempatkan pada duapertiga bagian bidang tersebut. Sedang sepertiga bidang lainnya dikosongkan.

9.      Garis juga merupakan salah satu unsur komposisi.
Dalam pemotretan di luar ruangan (alam bebas), garis menjadi pusat perhatian objek foto. Objek pemotretan yang bisa digunakan sebagai elemen garis antara lain pagar, pohon, garis atap rumah, jalanan dan lain-lainnya.
Elemen garis pada komposisi, sebaiknya diletakkan pada sepertiga bagian bidang pemotretan. Dan, elemen garis dapat membuat keseluruhan komposisi menjadi lebih dinamis, seimbang atau mendukung objek foto.

10.  Warna juga merupakan salah satu unsur komposisi.
Warna merupakan kekuatan foto. Melalui warna, mata akan mudah menangkap sesuatu pesan yang disampaikan oleh foto itu. Warna juga menciptakan kesan tertentu.
Warna cerah atau terang, seperti merah dan kuning, akan menarik perhatian orang dan memberikan kesan kegembiraan, semangat dan keberanian. Warna putih mengesankan kelembutan, kesucian dan kasih sayang. Warna-warna muda seperti pink, biru muda dan toska, memberikan kesan kelembutan dan ketenangan.
Untuk menjadi kekuatan foto, maka rencanakan perpaduan warna seluruh unsur-unsur pemotretan, baik objek maupun latar belakang atau latar depan, khususnya dalam pemotretan profil, busana (fashion), properti dan latar belakang.  

                                                               (SEA)

Rabu, 12 November 2014

Sinematografi (9) - MEMPRODUKSI FILM (II)



Pertemuan ke-9

MEMPRODUKSI FILM (II)

Produksi
Tahapan produksi merupakan tahapan yang diisi dengan kegiatan-kegiatan syuting (shooting) atau proses pengambilan (perekaman) gambar adegan demi adegan sesuai skenario film. Aktivitas di dalam tahapan produksi ini merupakan tanggungjawab Departemen Penyutradaraan.
Sebelum kegiatan syuting dilakukan, haruslah terlebih dulu ditetapkan tentang dialog, perlunya musik, dan efek suara. Ketiga hal ini merupakan hal penting bagi tata suara film.
Dialog - Dialog di dalam cerita film haruslah direkam. Proses perekaman dialog dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, rekaman langsung (direct sound). Kedua, rekaman tidak langsung (after recording).
Rekaman langsung adalah rekaman langsung pada saat syuting dilakukan. Dialog-dialog para pemainnya saat memainkan perannya di dalam syuting film tersebut direkam secara langsung.
Rekaman tidak langsung adalah proses perekaman suara atau dialog yang dilakukan di dalam studio. Jadi, dialog-dialog para pemain yang diucapkan saat syuting tidak direkam, karena suara atau dialog-dialog itu nantinya tidak akan digunakan di dalam film. Suara atau dialog yang digunakan adalah yang direkam di studio.
Biasanya suara yang direkam adalah suara pengisi suara.
Musik – Musik punya peran sangat penting bagi keberhasilan sebuah film. Elemen musik dapat memperkuat makna dari suatu adegan di dalam film tersebut. Misalnya, adegan orang yang sedang bersedih atau sebaliknya sedang berbahagia, dapat dengan segera masuk ke emosi penonton berkat bantuan dari elemen musik tersebut.
Musik film terdiri dari dua jenis, yaitu illustrasi musik (music illustration), dan theme song.
Illustrasi musik bias didapatkan dari instrumen musik maupun bukan instrumen musik yang sangat berperan dalam memperkuat dalam memperkuat suasana pada cerita film tersebut.
Sedangkan theme song adalah lagu yang menjadi bagian dari identitas film.
Efek Suara – Efek suara adalah suara yang muncul dari sejumlah aktivitas di dalam film, seperti suara pintu rumah ditutup, suara orang berjalan, suara benda jatuh, dan lainnya.
Hampir semua departemen atau unsur terlibat dalam proses produksi (syuting). Tapi yang dominan adalah departemen penyutradaraan, departemen kamera, departemen artistik, dan departemen suara. Meski semua departemen berperan, departemen penyutradaraan memiliki tugas dan peran paling utama. Semuanya berpusat pada departemen penyutradaraan. Departemen penyutradaraan melalui komando sutradara memberikan berbagai ‘arahan’ kepada departemen-departemen yang terlibat dalam proses syuting.
Kerjasama dan saling keterpaduan merupakan hal paling prinsip dalam proses produksi film. Dalam setiap kali proses syuting, para pekerja di masing-masing departemen yang terlibat harus saling memadukan atau menyamakan langkah, demi tercapainya hasil syuting yang baik sesuai dengan konsep maupun keinginan sutradara. Dan, semuanya mengacu atau berpedoman kepada script breakdown sheet. 
Masing-masing departemen harus melihat pada script breakdown sheet atau lembaran-lembaran yang berisi semua informasi mengenai setiap adegan di dalam film. Misalnya, untuk tanggal 1 Desember, di dalam script breakdown sheet tertera lokasi syuting berada di tengah kebun yang penuh pepohonan rimbun, waktunya siang hari, pemeran yang muncul di adegan itu (ada nomor adegan) adalah tokoh utama lelaki dan tokoh utama perempuan, serta sejumlah keterangan lainnya.
Dengan informasi di dalam script breakdown sheet seperti itu, maka setiap departemen yang berperan harus menyesuaikan tugas-tugasnya sehingga memenuhi hal-hal yang diperlukan sesuai informasi yang ada. Departemen artistik harus menyusun atau menata lingkungan lokasi syuting sesuai dengan kondisi yang diinginkan skenario. Penata busana dan penata rias (yang terlibat di dalam departemen artistik) harus mempersiapkan kostum pemeran dan tata riasnya sesuai dengan kondisi yang tertera di dalam script breakdown sheet.
Meskipun di dalam script breakdown sheet terdapat scene number (scene no) atau nomor adegan, aktivitas syuting tidak harus terpaku dengan urutan nomor adegan tersebut. Jadi, apabila syuting atau pengambilan gambar adegan nomor 15 sudah selesai, kegiatan syuting berikutnya tidak harus untuk adegan nomor 16. Bisa jadi kegiatan syuting berikutnya justru untuk adegan nomor 25, 30, dan lainnya lagi. Artinya, urutan proses syuting atau pengambilan gambar tidak harus mengikuti alur cerita yang ada di dalam naskah skenario, tapi selalu berpedoman kepada kesamaan lokasi.
Demi efektivitas kerja, urutan aktivitas syuting lebih mengutamakan pada kesamaan lokasi. Misalnya, adegan nomor 15, 25, 30, 31, 34, dan 40 berada pada lokasi yang sama atau berdekatan, karenanya aktivitas syuting pun dilakukan untuk nomor-nomor adegan tersebut.
Peralihan syuting dari satu adegan ke adegan lain atau pergantian adegan, selalu ditandai dengan clopper boards yaitu papan berengsel yang diketukkan ketika syuting suatu adegan dan dialog akan dimulai. Sebelum merekam adegan, kamera terlebih dulu terarah pada clopper boards tersebut. Di dalam clopper boards tertera informasi mengenai scene, take, sound, date, ext, dan int. Informasi-informasi itu tertera dalam kolomnya sendiri-sendiri. Jadi, setiap pengambilan adegan akan dimulai, seseorang yang bertanggungjawab terhadap clopper boards harus terlebih dulu mengetukkan clopper boards itu.
Di dalam kolom scene tertera tulisan mengenai nomor adegan sesuai skenario; di kolom take tertulis nomor bagian adegan yang disyuting (diambil gambarnya), misalnya scene 15, take 2; pada kolom sound (sound effects) tertera efek suara yang diperlukan, misalya desau angin, suara kicau burung, dan lainnya; kemudian pada kolom ext dan int tertera sesuai lokasi syuting di luar ruangan atau di dalam ruangan.
Selama proses syuting berlangsung ada petugas-petugas yang secara khusus bertugas membuat laporan harian (sesuai jadwal syuting), seperti script supervisor yang membuat laporan kondisi adegan per-adegan (script continuity report), asisten kamera membuat laporan mengenai shot demi shot yang direkam kamera (camera report), dan sound recordist yang membuat laporan tentang kondisi tata suara (sound sheet report).
Ada beberapa istilah yang sering muncul dalam proses syuting, di antaranya:
Action – Kata-kata ini diteriakkan sutradara sebagai perintah bahwa syuting dan adegan akan dimulai.
Camera right – Perintah sutradara kepada pemain untuk berputar atau bergerak, sesuai dengan sudut pandang kamera.
Cut – Perintah sutradara ketika proses pengambilan gambar selesai. Dengan perintah ini, maka aktivitas kamera dan sound berhenti.
Cut and hold – Perintah sutradara agar akting pemain dihentikan, tetapi pemain tetapmasih ada di posisinya semula. Dengan perintah ini, sutradara ingin terlebih dulu memeriksa kondisinya, apakah semua sudah sesuai atau belum.
Roll (Roll em) – Aba-aba dari asisten sutradara agar kamera dan peralatan lainnya siap, karena sutradara sudah siap.
Wrap – Perintah atau aba-aba bahwa aktivitas syuting di hari itu sudah selesai. 

 Pascaproduksi
Aktivitas penting dalam tahapan pascaproduksi ini adalah melakukan proses editing, seperti mengedit gambar, melakukan mixing, dan lain-lain. Sebelum melakukan proses editing, editor tentu sudah terlebih dulu melakukan pembicaraan (diskusi) dengan sutradara mengenai apa dan bagaimana film tersebut. Untuk mempermudah tugasnya, dalam melakukan kerja editing, editor akan berpegangan pada laporan-laporan seperti script continuity report, camera report, dan sound sheet report.
Setelah semuanya selesai, janganlah lupa buat laporan secara lengkap mengenai proses produksi film, dan laporan keuangan. ***   (Sutirman Eka Ardhana)



Suplemen:

How To Start Your First Amateur Movie?

KENAPA harus membuat film? Karena film adalah bentuk seni yang menggabungkan berbagai unsur seni lainnya, seperti fotografi, acting, komputer grafis, desain grafis dan masih banyak lagi. Dengan membuat film, kita hampir bisa mempelajari hal-hal tersebut sekaligus.
Membuat film akan memberikan apresiasi yang lebih luas akan dunia gambar bergerak ini. Anda akan lebih menghargai film-film kelas 2 yang selama ini selalu dimaki-maki apabila Anda telah merasakan betapa sulitnya membuat film. Kita akan semakin berdecak kagum menyaksikan film-film terbaik yang dibuat oleh sineas-sineas kelas dunia. Tapi di atas semua itu, membuat film itu adalah kegiatan yang sangat menyenangkan!
Tidak seperti film-film Hollywood yang melibatkan budget besar dan konsep-konsep “penaklukan dunia”, kita dapat membuat film sendiri tanpa tekanan dari pihak mana pun. Terima kasih pada kemajuan teknologi, dengan sebuah handycam dan komputer rumah serta software yang tepat, sebuah “gambar bergerak yang bercerita” dapat diproduksi.
Lupakan segala kekurangan yang ada; betapa buruknya akting para pemain, suara yang tidak jelas terekam, dan jutaan movie mistakes yang terjadi dalam satu adegan saja. It’s your first. It’s amateur. It’s cheap. Pertanyaannya adalah, apakah Anda menikmati saat-saat membuatnya? Kalau ya, maka ini adalah sebuah hobi yang sehat!

First thing first: Main Rules to produce your first amateur movie:
1.      Anda harus enjoy dalam seluruh proses pembuatannya.
2.      Jangan mengharapkan hasil yang berlebihan.
3.      Jangan sekali-sekali menyakiti siapa pun atau binatang apa pun! (Karena merekamnya dalam kamera akanmembahayakan diri Anda sendiri).

What Makes the World Go Round The Idea
Mencari ide untuk sebuah film itu susah-susah gampang.  Untuk film pertama kita, beranjaklah dari hal-hal yang sederhan. Sederhana itu penting, karena bercerita lewat media gambar untuk pertama kalinya tidaklah gampang. Kesederhanaan ide akan mempermudah proses story telling film Anda.
Cobalah pikirkan bahwa Anda ingin menyampaikan sesuatu pada teman dekat, keluarga, atau bahkan musuh Anda. Bagaimana Anda mengatakannya? Cobalah menuliskannya dalam sebuah paragraph deskripsi. Atau apakah Anda memiliki lelucon yang menurut Anda sangat lucu? Ingin mengejek kehidupan seorang teman? Ingin mencurahkan uneg-uneg yang selama ini mengganggu Anda?
Ide yang mudah untuk diraih adalah dengan mengacu pada film favorit Anda. Suka The Sound of Music? Buatlah film musikal dengan keluarga Anda. Atau Anda adalah penggemar Die Hard? Buat film pendek mengenai penyanderaan bos Anda oleh teroris, yang berakhir dengan otak beliau berserakan di lantai. Tentu hal ini akan sangat menghibur rekan-rekan di kantor Anda (tapi tentu tidak dengan sang bos!).
Cobalah tuliskan semua ide itu dalam sebuah konsep visual. Ide bisa dating dari mana saja, tapi terutama dari rasa iseng, cinta, kesedihan, lelucon, dan kemarahan. Kalau biasa menulis di diary, kenapa tidak mencoba memfilmkannya?
Hal-hal yang perlu diingat dalam mencari:
-         Jangan mencari ide yang sulit untuk direalisasikan atau divisualisasikan.
-         Jangan takut untuk meniru ide lain selama film ini hanya untuk dikonsumsi secara pribadi dan oleh kerabat Anda tanpa harus membayar sepeser pun.
-         Carilah ide tentang sesuatu yang benar-benar Anda ketahui hingga tidak terlalu membingungkan pada saat diproduksi nanti.

The blue print of movie: A Script
Setelah ide brilian Anda ditemukan, maka cobalah untuk menuliskannya menjadi naskah.
Untuk menghindari jalan cerita yang melenceng, beranjaklah dari kerangka karangan. Setelah itu, mengaculah pada kerangka tersebut untuk mengembangkan naskah Anda.
Tidak perlu menggunakan format yang baku, cukup seperti format drama yang Anda pelajari di sekolahan. Tetapkanlah seting (tempat), pemeraqn (jika ada), properti (jika dibutuhkan) serta beberapa alternatif sudut pengambilan kamera yang mendasar.

Beberapa sudut pengambilan kamera dan efeknya:
-         Wide shoot: pengambilan gambar secara luas ini bertujuan menunjukkan tempat kejadian. Gaya ini juga memberikan ruang bagi objek untuk bergerak.
-         Medium shoot: pengambilan gambar yangmemberikan kesan intim antara satu objek  dengan objek lain, dimana keterngan tempat hanya mendapat porsi sekunder di sini.
-         Close-up: pengambilan jarak dekat yang sangat intim. Pengambilan gambar ini ingin melibatkan penontonnya terhadap emosi yang ingin disampaikan.
-         High angle: mengambil gambar dengan posisi kamera berada di atas objek. Hal ini biasanya dilakukan untuk membuat objek menjadi seimbang dengan lingkungannya (tidak menjadi perhatian utama lagi).
-         Low angle: dilakukan untuk membuat objek tampak penting dan tampak lebih besar dibandingkan dengan lingkungannya.
-         Eye level: sudut kamera sejajar dengan objek ini ditujukan untuk mewakilkan sudut pandang penonton, sehingga tingkat keterlibatan penonton pun terbangun.

Naskah haruslah memberikan gambaran visual terhadap cerita. Jika diceritakan sang tokoh utama merasa malu, cobalah gambarkan gerak-gerik tersipu, atau tambahkan dialog yang menjelaskan hal itu. Tapi awas, jangan sampai menjelaskan suatu hal dua kali tanpa ada tujuan tertentu.
Contoh sederhana: ketika seorang wanita mendengarkan sebuah gosip ketika ia berbelanja di pasar, ia kemudian mengulang cerita yang ia dengar kepada tetangganya. Hal tersebut sangat tidak efektif. Kita bercerita pada penonton dua kali mengenai hal yang sama, sementara dengan waktu yang terbuang kita bisa menceritakan lebih banyak hal.
Dalam contoh kasus di atas, setelah peristiwa gosip di pasar, kita bisa langsung berpindah pada adegan dimana tetangganya sedang tertawa karena mendengar kisah itu.

Hal-hal yang perlu diingat dalam menulis naskah:
-         Tetaplah mengacu pada tujuan dan ide awal, kecuali selama penulisan muncul ide baru yang lebih brilian (setidaknya bagi Anda).
-         Ingatlah selalu, menulis naskah berarti menulis naskah kembali. Tidak ada naskah yang tidak mengalami revisi. Naskah yang baik tentu saja naskah yang lahir dari berkali-kali evaluasi.
-         Jangan terlalu memberikan visualisasi yang baku karena karena akan menghambat proses kreatif penyutradaraan.

Dalam film amatiran, naskah tidak menjadi kebutuhan baku yang harus dipatuhi. Tapi untuk menumbuhkan disiplin, ada baiknya jika kita mempelajari format naskah yang baik dan benar, dan berpegang teguh pada hal itu selama syuting. Karena menulis naskah adalah pekerjaan yang dapat Anda tekuni secara serius menjadi karir. Tapi santai saja, dalam proyek film pertama kita, yang penting adalah have fun with it!
Sumber: Adri Martin, How to Start Your First Amateur Movie?, Movie
               Monthly, edisi 23/Mei 2004.


Sinematografi (8) MEMPRODUKSI FILM (I)



Pertemuan ke-8

MEMPRODUKSI FILM (I)

PROSES pembuatan film mempunyai tiga tahapan penting. Ketiga tahapan penting itu meliputi: praproduksi, produksi dan pascaproduksi.  
Untuk kelancaran atau keberhasilan produksi film, maka masing-masing tahapan harus dilalui secara tuntas dan berurutan. Sebelum masuk ke tahapan produksi, tahapan praproduksi harus diselesaikan atau dituntaskan terlebih dulu. Segala hal atau materi yang diperlukan di tahapan awal ini harus diselesaikan, sebelum kemudian melangkah masuk ke tahapan berikutnya. Hal ini sangat penting, sebab keberhasilan kerja di tahapan produksi sangat tergantung dengan keberhasilan kerja di tahapan praproduksi.

Praproduksi
Sebelum aktivitas praproduksi berlangsung, hal penting yang harus disiapkan terlebih adalah naskah cerita atau skenario cerita. Berbagai hal yang berkaitan dengan naskah cerita (skenario) harus tuntas terlebih dulu. Misalnya, tema cerita sudah ditentukan, asal mula naskah juga sudah dipastikan.
Asal mula naskah merupakan suatu hal yang penting untuk diselesaikan terlebih dulu. Asal mula naskah bisa berasal dari novel, cerita bersambung di koran atau majalah, cerpen, dan lainnya. Bila naskah cerita berasal dari novel, cerita bersambung dan cerpen, tentu harus ada kesepakatan terlebih dulu dengan penulis atau pengarangnya, apakah ia setuju jika karyanya itu difilmkan. Jika setuju tentu dilanjutkan dengan kesepakatan-kesepakatan (perjanjian) berikutnya. 
Bila persoalan asal mula naskah sudah selesai, maka tahapan berikutnya tentu proses mengalihkan cerita di naskah itu ke dalam skenario film. Tahapannya adalah mencari siapa penulis skenarionya.
Kemudian sejumlah aktivitas lainnya di tahapan praproduksi ini di antaranya mempersiapkan dan menyusun anggaran, mempersiapkan kru, menyusun tim produksi, mempersiapkan pemeran (pemain), membuat script breakdown, membuat jadwal syuting (shooting), dan lain-lain.
Persiapan utama lainnya yang harus memperoleh prioritas dalam tahapan praproduksi ini adalah menyediakan kantor produksi dengan segala sarananya, menyediakan peralatan syuting seperti kamera dan penunjangnya, serta mempersiapkan lokasi syuting.
Pemilihan lokasi syuting haruslah ditentukan dengan pertimbangan telah tersedianya sejumlah persyaratan yang diperlukan, seperti akses ke lokasi, keamanan, kondisi masyarakat sekitar dan lainnya.
Lantas, apa yang dimaksud dengan script breakdown?
Script breakdown merupakan uraian tiap adegan sesuai naskah skenario. Uraian tiap adegan itu dilengkapi sejumlah informasi yang diperlukan dalam syuting (shooting).
Uraian-uraian dan informasi-informasi itu ditulis atau disusun pada lembaran-lembaran kertas yang disebut script breakdown sheet.
Script breakdown sheet memuat sejumlah informasi yang meliputi – date, script version date, production company, breakdown page no, title/no of episodes, page count, location or set, scene no, int/ext, day/night, description, cast, wardrobe, extras/atmosphere, make up/hair do, extras/silent bits, stunts/stand ins, vehicles/animals, props-set dressing-greenery, sound effects/music, security/teachers, special effects, estimated no. of set ups, estimated production time, special equipment, production notes.
Berikut penjelasan tentang uraian atau informasi yang ada pada lembaran script breakdown sheet:
1.      Date – Di sini, cantumkan tanggal saat script breakdown sheet ini diisi.
2.      Script version date – Di sini tanggal yang dicantumkan adalah tanggal versi skenario yang dipakai untuk menyiapkan shooting.
3.      Production company – Cantumkan nama dan nomor telepon dari rumah produksi (production house) yang memproduksi film.
4.      Breakdown page no – Cantumkan nomor halaman dari lembar breakdown yang dibuat. Biasanya nomor halaman ini sama dengan nomor adegan. Kecuali bila dalam satu adegan dibutuhkan lebih dari satu lembar breakdown.
5.      Title/no of episodes – Di sini tuliskan judul film yang diproduksi. Jika yang diproduksi adalah film seri, film miniseri, atau sinetron, cantumkan juga nomor episode.
6.      Page count – Di sini cantumkan panjang atau porsi dari adegan dalam skenario yang diurai. Biasakan membagi tiap halaman skenario menjadi delapan bagian. Bila adegan yang diurai hanya mempunyai panjang 2/8 halaman, maka tulislah angka 2/8.
7.      Location or set – Di sini cantumkan lokasi sesuai dengan skenario. Hal ini perlu untuk mempermudah identifikasi antara satu adegan dengan adegan lainnya. Tapi perlu juga diingat, bahwa lokasi syuting bias saja berubah dari yang tertera di dalam skenario.
8.      Scene no – Cantumkan nomor adegan sesuai yang tercantum di dalam skenario.
9.      Int/ext – Bagian ini menandakan di mana suatu adegan terjadi. Int adalah untuk interior, artinya adegan dilakukan di dalam ruangan. Sedangkan ext adalah untuk exterior, yaitu adegan yang di luar ruangan.
10.  Day/night – Cantumkan waktu adegan. Day untuk siang hari. Night untuk malam hari.
11.  Description – Gambarkan kejadian spesifik yang ada di dalam adegan untuk mempermudah ingatan. Dengan cara ini tidak perlu lagi membuka-buka skenario untuk mengingat-ingat apa yang terjadi did ala, adegan.
12.  Cast – Tuliskan semua pemeran yang melakukan dialog (speaking parts), termasuk peran pendukung. Semuanya diurut sesuai pentingnya peran.
13.  Wardobe – Bagian ini khusus untuk mencatat pakaian yang dikenakan oleh pemeran adegan. Dan catatan ini diperlukan apabila ada pakaian khusus yang dipakai oleh pemeran, yang penyediaannya perlu biaya dan waktu khusus.
14.  Extras/atmosphere – Cantumkan jumlah orang-orang (crowd) yang dibutuhkan untuk mendukung suasana dalam sebuah adegan. Cantumkan berapa perempuan dewasa, anak perempuan, bayi, laki-laki dewasa, dan sebagainya. Catat juga apakah crowd serupa terdapat pada adegan-adegan lain, sehingga bisa dikelompokkan secara berkelanjutan.
15.  Make up/hair do – Cantumkan catatan khusus tentang tata rias dan tata rambut (hair do) untuk tiap peran dan crowd. Contohnya, - 3: efek penuaan di wajah 20 tahun lebih tua dibandingkan scene # 35. – Artinya, cast nomor 3, harus dirias dan ditata rambutnya sehingga menghasilkan wajah 20 tahun lebih tua disbanding penampilannya di scene 35.
16.  Extras/silent bits – Yang termasuk bagian ini adalah para pemeran yang tidak melakukan dialog yang tidak tergabung dalam crowd. Perlu dicatat adalah usia, penampilan fisik, tinggi badan, perawakan tubuh, dan sebagainya.
17.  Stunts/stand ins – Untuk melakukan beberapa adegan, dibutuhkan pemeran pengganti untuk adegan berbahaya (stunt) atau pemeran pengganti dengan mempertahankan wajah si pemeran utama (stand in).
18.  Vehicles/animals – Apabila ada kendaraan (vehicles) yang nanti tampak dalam gambar (frame), catat segala informasi tentang kendaraan tersebut di bagian ini, termasuk tahun, warna, jumlah, dan posisi kendaraan. Apabila film membutuhkan hewan (animals), pastikan apakah dibutuhkan pula pawang atau pelatih hewan. Jangan lupa siapkan transportasi dan akomodasi untuk pawang maupun pelatih hewan.
19.  Props, set dressing, greenery – Ketiganya merupakan bagian dari pekerjaan Departemen Artistik. Props adalah semua benda yang dipakai atau dibawa oleh cast dan extras. Props diurus oleh props master yang mesti memastikan bahwa props adegan satu dengan lainnya tetap sama. Set dressing merupakan tata lokasi (set) di mana lokasi syuting diatur dan dihias oleh seorang set dresser. Greenery adalah semua tanaman yang dipinjam, disewa atau dibeli karena tidak tersedia di lokasi.
20.  Sound effects/music – Beberapa adegan mungkin membutuhkan efek suara tertentu (sound effects) seperti suara sirene di kejauhan atau gemuruh kereta api yang melintas. Atau adegan di dalam film itu mungkin juga membutuhkan alunan musik, baik sebagai latar belakang maupun untuk dinyanyikan. Catat semuanya di bagian ini.
21.  Security/teachers – Untuk kelancaran syuting di suatu lokasi terkadang dibutuhkan juga bantuan tenaga keamanan (security). Untuk pemeran anak-anak terkadang dibutuhkan juga peran tenaga pengajar (teachers), misalnya untuk mengajari anak-anak tersebut berdialog dan lain-lainnya. Catatkan semuanya itu di bagian ini.
22.  Special effects – Catatkan di bagian ini semua keperluan akan efek khusus, seperti: ledakan, penghancuranj, peledakan, tata rias khusus, dan sebagainya.
23.  Estimated no. of  set ups – Di bagian ini cantumkan perkiraan tentang beberapa sudut pengambilan gambar (set up) untuk sebuah adegan. Untuk menentukan berapa set up yang dibutuhkan maka perlu berkoordinasi dengan sutradara.
24.  Estimated production time – setelah memastikan jumlah set up, perkirakan waktu yang diperlukan untuk menyiapkan set up dan merekam gambar setiap set up. Tuliskan total waktu untuk semua set up di bagian ini.
25.  Special equipment – Catat peralatan syuting khusus yang diperlukan, seperti steadycam, under water camera, car mounting, atau lensa tele.
26.  Production notes – Di sini dicatat semua keperluan yang belum tercatat pada bagian-bagian sebelumnya, serta membutuhkan waktu, tenaga dan biaya khusus.
                          (Lihat – Heru Effendi, Mari Membuat Film – Panduan
                            Menjadi Produser, Panduan)             
                                                   ***
                                                                                       (Sutirman Eka Ardhana)

Selasa, 21 Oktober 2014

Sinematografi (5) - NILAI DAN TEMA FILM



NILAI DAN TEMA FILM

Nilai Film
            FILM mempunyai tiga nilai penting ketika dihadirkan sebagai ‘tontonan’ ke publik atau masyarakat luas. Ketiga nilai itu adalah nilai hiburan, nilai pendidikan dan nilai artistik. Hampir semua film dalam beberapa hal bermaksud untuk menghibur, mendidik dan menawarkan rasa keindahan kepada publik yang menontonnya. Film yang baik tentunya film yang memiliki ketiga nilai penting tersebut. Seandainya ada film yang hanya menampilkan nilai menghibur semata, tapi mengabaikan nilai mendidik dan nilai artistiknya, tentunya film tersebut tidak layak disebut sebagai film yang baik.

Nilai Hiburan
Nilai hiburan (menghibur) sangat penting. Suatu film bisa dikategorikan sebagai film yang gagal atau tidak berhasil bila sejak awal hingga akhir tayangannya tidak mampu mengikat atau menarik perhatian penonton.
Nilai menghibur suatu film tidak hanya sekadar membuat orang bahagia, senang, tertawa, tegang, bahkan bergairah dalam menikmati sensasi gambar atau adegan demi adegan di dalam film tersebut. Sebab, sesungguhnya hiburan yang lebih dalam tertuju kepada pikiran maupun emosi penontonnya. Film dengan hiburan seperti itu biasanya memberikan semacam renungan kepada penonton.

Nilai Pendidikan
Nilai pendidikan suatu film bermakna semacam pesan-pesan moral yang disampaikan kepada penonton. Akan tetapi, pesan-pesan moral yang disampaikan di dalam alur cerita film tersebut tidak sampai menimbulkan kesan yang menggurui. Kebanyakan penonton tidak suka kepada film cerita yang terkesan terlalu menggurui. Karena hal itu akan menyebabkan penonton merasa diposisikan sebagai pihak yang ‘tidak tahu apa-apa’ dan harus diberi pengetahuan.
Hampir semua film telah mengajari atau memberitahu kita tentang sesuatu yang berarti bagi kehidupan manusia. Misalnya, suatu film telah memberikan pelajaran sangat berharga kepada kita tentang bagaimana bergaul dengan orang lain, bertingkah laku serta berinteraksi dalam kehidupan yang beragam dan plural.
Karena itulah, film yang baik adalah film yang dapat meneguhkan manusia dalam menjalani kehidupannya. Film yang baik adalah juga film yang mampu memberikan pencerahan sekaligus pemahaman kepada publik penontonnya tentang bagaimana pentingnya membangun diri. Pembangunan diri itu misalnya meninggalkan perilaku yang negatif dan menggantikannya dengan perilaku yang positif.

Nilai Artistik
Nilai artistik suatu film akan terwujud apabila keartistikannya dapat ditemukan pada seluruh unsurnya.
Pada dasarnya setiap manusia pasti menyukai hal-hal yang indah, menarik dan mempesona. Kecenderungan sifat manusia yang seperti itu tentu harus selalu diperhatikan oleh para pembuat film, bila ingin film yang diproduksi tersebut mendapat sambutan yang semestinya oleh publik penonton.
Nilai-nilai yang indah, menarik dan mempesona itu tidak hanya diperoleh dari tayangan yang menampilkan lingkungan kehidupan orang-orang kaya dengan rumah mewah, kendaraan mewah, baju-baju yang gemerlap, serta kehidupan yang serba menyenangkan. Nilai-nilai keindahan itu juga tidak hanya ada pada tayangan yang menampilkan suatu pantai indah, gunung yang hijau mempesona, atau pun taman bunga yang dipenuhi bunga warna-warni.
Penata artistik yang profesional tentu bisa menghadirkan keindahan dari beragam sudut kehidupan. Keindahan dapat ditemukan dari tampilan suatu lokasi pemukiman masyarakat miskin, dari lokasi-lokasi kumuh, dari rumah-rumah yang hanya berlantai tanah dan berdinding anyaman bambu, maupun dari kehidupan di kolong jembatan yang ada di kota-kota besar. Dengan kata lain, keindahan atau nilai artistik bisa dihadirkan di lokasi manapun atau dalam warna kehidupan seperti apapun.
Dan, suatu film sebaiknya memang harus dinilai secara artistik, bukan dinilai secara rasional.
***

Ketiga nilai tersebut sangat penting artinya bagi suatu film dalam berkomunikasi dengan penonton. Terlebih film memang merupakan suatu bentuk media komunikasi. Artinya, pembuat film ditantang untuk mampu menghasilkan suatu karya film yang bisa berkomunikasi dengan publik penonton. Dengan demikian, apabila suatu film yang diproduksi itu tidak mampu berkomunikasi dengan publik penonton, maka film tersebut gagal untuk disebut sebagai film yang baik dan berhasil.
Sebaik-baiknya sebuah film, tetap dapat dipertanyakan apakah film tersebut akan dapat berkomunikasi dengan publik, baik secara terbatas (tertentu) maupun seluas-luasnya.
***


                           Film "Sang Kiai" merupakan film yang tokohnya dijadikan sebagai tema film. (ft: tribunnews.com)


Tema Film
DARI semua hal atau unsur yang ada di dalam film, tema memiliki fungsi sebagai faktor dasar pemersatu sebuah film dalam upaya untuk menghadirkan jalinan komunikasi dengan penonton.
Akan tetapi, bagi penonton yang ingin menjadi pengamat atau penganalisa film, menemukan tema pada sebuah film bukanlah hal yang mudah.
Sesungguhnya, menurut Joseph M. Boggs dalam “The Art of Watchinf Film” (Cara Menilai Sebuah Film – terjemahan Asrul Sani), tema film dapat ditemukan pada plot, efek emosional, tokoh dan ide film.

Plot sebagai tema
Tema dapat kita temukan di dalam plot film. Misalnya, pada jenis film petualangan, detektif, dan lain-lainnya. Di dalam film-film jenis ini, tokoh-tokoh, ide dan efek emosional film ditentukan oleh plot.
Hal terpenting bagi sebuah film adalah hasil akhirnya. Tetapi bagi film-film jenis tersebut, inti atau tema film hanya bisa dirangkum dengan baik dalam sebuah ringkasan pendek dari peristiwa-peristiwa yang terjadi.

Efek emosional atau suasana sebagai tema
Sebagian besar film menggunakan suasana (mood) yang sangat khusus sekali atau efek emosional sebagai fokus (landasan structural).
Dalam film-film jenis ini, sekalipun mungkin plot memainkan peran penting, namun rentetan peristiwa-peristiwa itu sendiri ditentukan oleh reaksi emosional yang bisa disebabkan oleh peristiwa-peristiwa itu sendiri.
Hal ini dapat kita temukan pada film-film horror atau misteri.

Tokoh sebagai tema
Tidak sedikit film yang berpusat pada penggambaran suatu tokoh tunggal yang unik melalui akting (laku) dan dialog.
Daya tarik dari tokoh-tokoh ini terkandung dalam keunikan mereka, serta dalam sifat-sifat dan ciri-ciri yang membedakan mereka dari orang-orang biasa.
Tema film-film ini dapat ditemukan dengan baik dalam pembeberan singkat dari tokoh-tokoh dengan memberikan penekanan pada aspek-aspek luar biasa dari kepribadian tokoh tersebut.

Ide sebagai tema
Suatu tema ide tentu saja dapat dikemukakan secara langsung melalui peristiwa-peristiwa tertentu atau tokoh-tokoh tertentu, akan tetapi seringkali tema itu tampil secara tidak langsung setelah kita menemukan penafsirannya.
Identifikasi subyek sebenarnya dari sebuah film adalah langkah yang sangat berarti dalam menganalisa film tersebut.
***
Tetapi kita dapat juga menemukan tema-tema itu dalam hal-hal sebagai berikut:
1.      Tema sebagai sebuah pernyataan moral
Film-film seperti ini terutama dimaksudkan untuk meyakinkan kita tentang kebijaksanaan atau kepraktisan prinsip moral tertentu, dan dengan demikian mengajak kita untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam tingkah laku kita.
2.      Tema sebagai suatu pernyataan tentang hidup
Film-film seperti ini memfokuskan diri pada penunjukan suatu “kebenaran tentang hidup”. Dengan berbuat demikian, film-film menumbuhkan suatu kesadaran realitas yang lebih tajam.
Film seperti ini memberikan komentar tentang fitrah pengalaman manusia atau penilaian tentang keadaan manusia.

3.      Tema sebagai pernyataan tentang sifat manusia
Film-film seperti ini memfokuskan pada diri tokoh-tokoh universal atau representatif. Film-film ini berkembang melampaui batas-batas telaah watak semata, karena tokoh-tokoh yang digambarkan mempunyai arti lebih besar dari diri mereka sendiri.
Karena tokoh-tokoh tersebut adalah tokoh-tokoh yang mewakili manusia secara umum, maka mereka digunakan sebagai tumpangan sinematik untuk memberikan illustrasi mengenai beberapa kebenaran tentang sifat-sifat manusia yang diterima secara luas atau secara universal.
4.      Tema sebagai komentar sosial
Film-film seperti ini menaruh perhatian besar pada masalah-masalah sosial. Karenanya di dalam film-film ini ada ungkapan-ungkapan kritik sosial dan keinginan untuk adanya suatu perubahan sosial pada masyarakat.
5.      Tema sebagai teka-teki moral atau falsafi
Film-film seperti ini secara sengaja dibuat dengan tidak ada upaya untuk berkomunikasi secara jelas kepada penontonnya, tetapi hanya berusaha memberi kesan atau memistifikasikan.
Film-film ini lebih cenderung membeberkan atau menghadirkan pertanyaan-pertanyaan atau filsafat dari pada memberikan jawaban-jawabannya.
Film-film jenis ini berkomunikasi melalui lambang-lambang atau citra-citra. Sehingga untuk kepentingan sebuah penafsiran diperlukan analisa yang seksama dari semua unsur-unsurnya.  ***  (Sutirman Eka Ardhana)