Kamis, 12 Maret 2020

Simak Buku (1): Memahami Jawa, Lewat "Manusia Jawa"


     Simak Buku (1):
     Memahami Jawa, Lewat "Manusia Jawa"

     MASYARAKAT Jawa selalu menarik untuk diperbincangkan. Terutama kalau itu berkaitan dengan budaya dan filsafat kehidupannya. Banyak cara dilakukan oleh para ahli dalam kaitan untuk memahami Jawa, karena Jawa dipandang tak hanya sebatas nama suatu kelompok suku atau etnis, tetapi juga merupakan bentuk ajaran kehidupan yang adiluhung.
     Sesungguhnya ada sebuah buku yang bisa dijadikan salah satu pilihan bila ingin mengetahui lebih jauh tentang seluk-beluk orang Jawa, atau memahami Jawa. Buku yang saya maksud itu berjudul "Manusia Jawa", karya Drs. Marbangun Hardjowirogo. Buku ini memang bukan buku baru, karena diterbitkan oleh Yayasan Idayu, Jakarta, tahun 1983. Akan tetapi, bila ingin memahami Jawa, dan mencoba mencari tambahan wawasan yang lebih luas lagi tentang apa dan bagaimana orang Jawa, buku ini akan memberi pengetahuan yang berharga.
     Untuk mengetahui betapa buku ini memang layak disimak bila ingin memahami Jawa, simak dulu judul-judul tulisan atau bahasan di dalamnya. Buku ini merangkum 23 judul tulisan atau bahasan. Bahasan di dalamnya meliputi: Pertanggungjawaban, Sikap Feodalistik Manusia Jawa, Sikap Keagamaan Manusia Jawa, Sikap Fatalistik Manusia Jawa, Manusia Jawa dan Wayang, Manusia Jawa dan Tindak Tegas,  Manusia Jawa "Rumangsan", Manusia Jawa dan "Aja Dumeh", Manusia Jawa dan "Tepa Slira", Manusia Jawa dan "Mawas Diri", Manusia Jawa dan "Budi Luhur", Manusia Jawa dan Sanak, Manusia Jawa dan "Serat Wulang Reh", Manusia Jawa dan "Serat Weddhatama", Manusia Jawa dan "Ngelmu Begja", Manusia Jawa dan Sikap "Perwira", Manusia Jawa dan "Bantingraga", Manusia Jawa dan Penikmatan Hidup, Manusia Jawa dan "Gugontuhon", Manusia Jawa dan "Kamanungsan", Manusia Jawa dan Suku-suku Sebangsanya, Manusia Jawa dan Semu, dan Manusia Jawa dalam Perubahan.
     Nah, dari judul-judul bahasan itu, terlihat jelas buku ini menyajikan beragam aspek tatanan kehidupan yang ada di dalam masyarakat Jawa. Karena saya juga baru mencoba belajar memahami Jawa, karenanya saya tidak punya keberanian untuk mengatakan semua aspek kehidupan masyarakat atau manusia Jawa sudah terangkum di dalam bahasan-bahasannya. Saya hanya bisa mengatakan, bahasan-bahasannya sudah menampilkan beragam aspek kehidupan masyarakat Jawa.

     Sikap Feodalistik
     Bila ingin menelisik lebih dalam tentang apa dan bagaimana manusia Jawa itu, semua bahasan di dalamnya sungguh menarik untuk disimak. Akan tetapi, saya tak mungkin menjelaskan semua bahasan-bahasan itu. Hanya beberapa bahasan saja yang bisa saya coba kemukakan.
     Menurut saya, salah satu bahasan yang menarik disimak adalah bahasan berjudul "Sikap Feodalistik Manusia Jawa". Di dalam bahasan tentang sikap feodalistik manusia Jawa, Drs. Marbangun Hardjowirogo memaparkan, feodalisme tak lain suatu mental attitude, sikap mental terhadap sesama dengan mengadakan sikap khusus karena adanya pembedaan dalam usia atau kedudukan.
     Dalam hal ini, Drs Marbangun menegaskan, bahasa dan budaya Jawa berbuat sangat terperinci. Dalam menghadapi seseorang lebih tua dalam usia, orang Jawa menggunakan kata-kata berlainan dengan apabila ia menghadapi seseorang lebih muda atau sama dalam usia. Perbendaharaan kata orang lebih tua dalam usia berbeda dengan perbendaharaan kata orang lebih muda dalam usia. Perbedaan dalam perbendaharaan kata ini terdapat pula karena adanya perbedaan dalam tingkat kebangsawanan dan juga karena adanya perbedaan dalam kedudukan sebagai priyayi.
     Dikemukakan pula, demikian kuatnya  sudah feodalisme berakar dalam masyarakat Jawa. Manusia Jawa begitu kuat terikat oleh tradisi dan tata gaul feodalistik, sehingga ia belum bisa bersikap dan berbicara bebas di dalam masyarakatnya.
     Coba simak apa yang diuraikan Drs Marbangun Hardjowirogo di bawah ini:
     Ingin melalui ruangan penuh-sesak misalnya, di mana kebetulan duduk juga pamannya atau kepala kantornya, orang Jawa takkan berani berjalan biasa. Ia otomatis akan membungkuk hormat dan tersenyum pula sambil mengisyaratkan dengan tangan kanannya, bahwa ia ingin berlalu. Secara mental ia dibebani dengan tradisi dan tata-gaul yang terwaris olehnya selagitak bisa dan tak berani ia membebaskan diri darinya. Beban ini bisa terasa lebih berat lagi dalam hubungan pekerjaan. Di hadapan atasan tak pernah seorang bawahan Jawa mau mengatakan "tidak" dan selalu menyatakan penolakannya secara halus dengan senyum di bibir dengan maksud supaya tidak mengecewakan, dan menyakiti hati pihak yang ditolak tawaran atau permintaannya.
     "Inggih" (ya) di lingkungan kraton dalam kenyataannya belum tentu berarti ya. Sebab kata "mboten" (tidak) tak ada di dalam tata-gaul masyarakat Jawa dan lebih-lebih lagi dalam pemerintahan. Di sini orang tak mengenal bantahan dan hanya persetujuan. Dengan demikian ya bisa berarti tidak dan tidak yang diucapkan ragu-ragu bisa berarti ya. Tak pernah bisa didapat kepastian dalam jawaban seorang manusia Jawa. Kepastiannya baru didapat sesudah keputusan berlangsung beberapa waktu lamanya. Dilaksanakannya perintah berarti, bahwa jawab yang telah diberikan ialah ya dan tak dilaksanakannya perintah itu berarti, bahwa jawabnya yang telah diberikan ialah tidak.
     Nah, apa yang dikemukakan Drs Marbangun di atas ini memang bukan seseuatu yang berlebihan. Karena dalam realitanya, hal semacam itu masih tetap ditemukan hingga hari ini.
    
     "Aja Dumeh"
     Tinggalkan dulu perihal sikap feodalistik itu, karena bahasannya lumayan panjang. Saya ajak untuk menyimak bahasan lainnya, yakni bahasan berjudul "Manusia Jawa dan Aja Dumeh".
     Diuraikan di dalam buku ini, manusia Jawa selalu dididik supaya jangan mengecewakan dan menyakiti hati orang lain oleh karena pergantian nasib ke arah yang baik orang itu dapat menyebabkan kita keweleh, tersanggah dana harus mengoreksi sikap kurang wajar yang telah kita ambil terhadap orang tersebut. Demikian hati-hatinya falsafah hidup Jawa hingga secara mental menyiapkan para penghayatnya terhadap kemungkinan-kemungkinan yang dapat dihadapi. Untuk menjaga diri supaya tidak keweleh, tersanggah oleh perubahan keadaan, manusia Jawa pun melindungi diri terhadap akibat sikap aja dumeh.
     Sikap teramat hati-hati yang diambil orang Jawa di dalam hidup, menurut penulis buku ini, ada baiknya juga semacam perlindungan terhadap perubahan dalam keadaan yang selalu dapat terjadi. Tapi sebaliknya membikin dia kurang berani pula untuk mengambil risiko oleh karena terlalu mementingkan keselamatan, baik batiniah maupun lahiriah di dalam hidupnya.
     Sikap seperti itu, menurut penulis buku ini, memang safe, aman tapi tak memungkinkan terjadinya kejutan-kejutan ke arah kemajuan. Ketenangan dalam hubungan antarmanusia yang diperoleh mungkin membahagiakan juga, namun tak membukakan cakrawala-cakrawala baru dalam hubungan yang memungkinkan suatu perkembangan ke arah yang belum terpikir.
     Saya kutipkan beberapa alinea dari bahasan ini, yang sepertinya menarik untuk disimak dan dipahami.
     Masyarakat Jawa sementara ini dengan inklinasi diskriminatifnya yang masih cukup kuat, tetap merupakan salah satu masyarakat di Indonesia yang sulit pendemokrasinnya. Masih terlalu banyak mendapat sisa-sisa feodalistik di dalamnya yang tetap bertahan dan memerlukan kesabaran dan ketahanan dalam mengatasi dan memberantasnya.
     Setiap manusia Jawa yang mendapat kedudukan baik di dalam masyarakat oleh para sesepuhnya dulu selalu dibekali pedoman hidup supaya menjauhkan diri dari sikap aja dumeh selagi dia sedang beruntung oleh karena sikap mengagul-agulkan diri dapat menjauhkan sanak dan kawan. Padahal orang selalu memerlukan doa restu mereka untuk dapat melanggengkan kedudukan yang dipegang. Sebab lebih baiklah selalu di dalam hidup untuk mempunyai kawan daripada mempunyai lawan. Simpati dan doa sanak serta kawan selalu membantu dalam menyelamatkan dan memberhasilkan segala usaha yang dilakukan.
     Maka itu manusia Jawa pun demi keselamatannya sendiri akan berusaha selalu untuk mendapatkan kawan sebanyak-banyaknya. Sebab di dalam hidup orang tak pernah dapat melakukan segala sesuatu sendiri.
     Dari dua bahasan yang saya kemukakan, itu pun hanya sebagian-sebagian saja, setidaknya ada gambaran buku Manusia Jawa ini memang layak disimak bila kita akan mencoba menambah wawasan atau pengetahuan dalam memahami Jawa.
     Saya pernah mendengar pernyataan "Orang Jawa itu kalau marah bisa dengan senyum". Buku Manusia Jawa ini memperkuat pernyataan itu. Jadi, berpandai-pandailah dalam menyimak atau membaca wajah orang Jawa, karena senyum tak selalu bisa diartikan sebagai sesuatu yang menyenangkan. *** (Sutirman Eka Ardhana)

Jumat, 22 Mei 2015

KISI-KISI UAS 2015 MANAJEMEN MEDIA MASSA



KISI-KISI UAS 2015
MANAJEMEN MEDIA MASSA


1.      Coba simak pertemuan ke-8 yang berbicara tentang Manajemen Media Penyiaran (1). Dalam pertemuan ini antaralain disebutkan bahwa anak-anak Indonesia yang lahir sekitar tahun 70-an akhir atau 80-an awal hingga kini disebut sebagai ‘generasi TV’. Generasi TV adalah generasi yang perilaku, sikap, gaya hidup dan presepsi-presepsi hidupnya telah dibentuk oleh televisi. Kondisi masyarakat yang seperti inilah yang menjadi acuan para pengelola media televisi dalam memenej media televisi mereka.
2.      Masih di pertemuan ke-8, simak uraian yang menyatakan bahwa aktivitas manajemen dalam media penyiaran tidak bisa lepas dari apa yang ingin dilakukan dan didapatkan dari publik (masyarakat). Aktivitas manajemen media penyiaran terutama televisi juga tidak bisa lepas dari fungsi-fungsi dan perannya dalam kehidupan masyarakat. Salah satu peran penting (besar) media televisi adalah mampu mempengaruhi perilaku kehidupan masyarakat. Media TV diyakini mempunyai kemampuan ‘membujuk’ atau ‘mempengaruhi’ masyarakat untuk menyukai atau tidak menyukai sesuatu. Kemampuan membujuk dan mempengaruhi itulah yang menjadi sumber inspirasi bagi pengelola media TV dalam memenej dirinya atau memenej program-program tayangannya.
3.      Coba simak lagi pertemuan ke-9 tentang Manajemen Media Penyiaran (2). Dalam pertemuan ini antaralain dijelaskan tentang struktur organisasi pada media TV. Di dalam struktur organisasi media televisi, jabatan tertinggi adalah Manajer Stasiun (MS). Dalam melaksanakan kerjanya MS dibantu beberapa manajer bidang. Setidak di banyak media TV terdapat empat manajer bidang, yakni Manajer Program, Manajer Teknik, Manajer Miscellaneous dan Manajer Bisnis dan Pemasaran. Masing-masing mempunyai wilayah tanggungjawab yang berbeda tapi saling mendukung. Manajer Program misalnya akan bertanggungjawab pada sub-sub bidang seperti pemberitaan (jurnalistik penyiaran), animasi dan image, produksi, directing, scene dan seni, naskah/writing, editing dan manajemen produksi. Dan, masing-masing sub bidang itu dipimpin oleh coordinator (direktur). Sedang Manajer Bisnis dan Pemasaran bertanggungjawab terhadap sub-sub bidang administrasi, pemasaran (marketing), dan keuangan (accounting).
4.      Simak juga hal tentang produser. Dalam pertemuan ini disinggung juga tentang tugas seorang produser yang terdapat di dalam tatanan organisasi kerja di media televisi terutama di Bidang Program. Disebutkan, produser merupakan jabatan yang bertanggungjawab dalam pengelolaan manajemen produksi penyiaran. Tugas utamanya memproduksi naskah program yang ditulis oleh penulis naskah.     
5.      Simak ulang pertemuan ke-11 yang berbicara tentang Manajemen Radio. Dalam pertemuan ini antaralain dijelaskan, bahwa ada yang berbeda dalam manajemen stasiun radio di era Orde Baru dengan era sekarang (pasca reformasi). Di era Orde Baru, radio swasta (radio siaran swasta nasional) tidak diperbolehkan memproduksi siaran berita sendiri. Radio swasta diharuskan merelay siaran berita dari RRI (Radio Republik Indonesia), dalam sehari-semalam setidaknya sekitar enam kali. Setelah era Orde Baru berakhir, stasiun radio swasta mendapatkan kebebasan untuk memproduksi siaran berita sendiri. Dan, tidak lagi ada keharusan merelay siaran berita RRI. Kebebasan memproduksi siaran berita sendiri membuat manajemen radio swasta tidak lagi hanya sebatas memenej atau menangani produksi-produksi siaran hiburan (musiik, dll) dan iklan, tetapi juga menangani produksi siaran berita. Karena itulah sekarang di banyak radio swasta terdapat divisi atau bagian pemberitaan (news).
6.      Dalam pertemuan ke-11 itu juga dijelaskan, dengan adanya kebebasan memproduksi siaran berita sendiri itu maka sumber daya manusia (SDM) di radio swasta pun bertambah dengan kehadiran wartawan atau jurnalis. Maka di struktur organisasi kerjanya terdapatlah jabatan (posisi) redaktur dan reporter (wartawan radio). Seperti halnya tugas watrtawan pada umumnya, wartawan radio bertugas mencari, meliput dan membuat berita untuk disiarkan.
7.      Simak lagi pertemuan ke-12 yang membahas tentang Manajemen Media Massa dalam Aspek Ekonomi. Dalam pertemuan ini antaralain dijelaskan bahwa pengelolaan media massa dewasa ini tidak bisa lepas dari dua pertimbangan (alasan) utama, yakni pertimbangan idealisme dan pertimbangan komersial. Pertimbangan idealisme adalah pertimbangan dasar yang menjadi prinsip kerja media massa dalam melaksanakan fungsi-fungsinya yakni menyampaikan informasi, mendidik, menghibur dan alat kontrol social. Sedang pertimbangan komersial adalah pertimbangan yang didasarkan pada nilai untung-rugi untuk suatu kepentingan atau target dan tujuan yang ingin dicapai. Dan, pertimbangan komersial ini dapat dibagi lagi dalam aspek, yakni aspek ekonomi dan aspek politik.
8.      Dalam pertemuan ke-12 ini dijelaskan juga betapa aspek ekonomi memiliki peran penting dalam proses pengelolaan media-massa. Produk-produk media massa, baik itu media pers cetak maupun media penyiaran, semua diproduksi dengan senantiasa memperhatikan aspek ekonomi tersebut. Persoalan untung-rugi menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan. Karena keberhasilan media massa dewasa ini diukur dengan keberhasilan pada aspek ekonomi tersebut.
9.      Jangan lupa simak pula pertemuan ke-13 yang membahas tentang Manajemen Media Massa dalam Aspek Politik. Dalam pertemuan ini dijelaskan bahwa selain aspek ekonomi (bisnis), aspek politik juga sangat mempengaruhi model manajemen media massa. Dijelaskan, aspek politik yang menjadi pertimbangan dalam menentukan arah atau format pengelolaan media massa itu ditentukan setidaknya oleh tiga alasan/pertimbangan. Yakni, (1). Alasan fungsi dan peran politik media massa; (2). Alasan kepentingan politik yang ingin dicapai oleh media massa; (3). Alasan peraturan hukum dan politik hokum yang berlaku.
10.  Masih di pertemuan ke-13, dijelaskan bahwa karena alasan kepentingan politik yang ingin dicapai, tidak jarang media massa mengabaikan sejumlah hal yang seharusnya menjadi prinsip kerja dalam penyampaian informasinya. Misalnya, media pers cetak mengabaikan etika-etika jurnalistik dan prinsip-prinsip fairness dalam jurnalistik. Demikian pula media penyiaran mengabaikan etika-etika penyiaran, serta prinsip-prinsip keseimbangan dan keadilan dalam penyampaian informasi serta produksi-produksi tayangan lainnya. +++


Sabtu, 21 Maret 2015

Ajaran Idealisme dari Sang Umbu


    

Ajaran Idealisme dari Sang Umbu

DALAM setiap langkah kehidupannya, setiap orang memang perlu mengusung idealisme. Dengan kata lain, setiap orang, siapapun juga, harus senantiasa punya idealisme. Hidup tanpa idealisme, adalah hidup yang hampa. Hidup tanpa idealisme, adalah kehidupan yang tanpa makna. Hidup tanpa idealisme, bagaikan hidup terpanggang di padang kering tandus dan gersang yang luas.
Tapi ingat, jangan hidup dengan idealisme buta. Atau kata sahabat saya, Mayon Sutrisno (almarhum), orang Klaten, yang sempat ‘belajar kehidupan’ di Yogya, kemudian tinggal di Jakarta dan semasa hidupnya telah menulis puisi, cerpen, novel serta sejumlah buku, “Jangan hidup dengan idealisme yang membabi-buta. Idealisme gagah-gagahan. Idealisme yang hanya ingin menunjukkan keangkuhan atau kesombongan diri. Sebab, idealisme yang membabi-buta seperti itu, sama saja dengan idealisme bunuh diri. Karena, suatu ketika nanti idealisme seperti itu akan ‘membunuh’ dan membuat kita tak berdaya. Akan membuat kita dicemooh banyak orang.”
Masih kata Mayon, “Dalam soal idealisme itu, saya kagum kepada Umbu Landu Paranggi, sang penyair yang dijuluki Presiden Malioboro itu. Umbu punya idealisme kesenimanan yang rasanya sulit ditandingi oleh seniman-seniman lainnya. Idealismenya bukan idealisme buta. Tapi idealisme nyata. Idealismenya terkesan bersahaja, tapi penuh makna. Idealismenya penuh misteri. Idealisme itu terlihat jelas dari puisi-puisinya, sikap dan perilakunya, serta dorongan dan perhatiannya yang besar terhadap gerakan berkesenian atau bersastra. Dengan idealisme yang dimilikinya, Umbu layak disebut sebagai Sang Pujangga besar di masa kini.”
Kata-kata yang diucapkan Mayon Sutrisno, dalam suatu obrolan sekitar duapuluh tahun lebih lalu, ketika kami sama-sama bekerja dalam satu media di Jakarta itu, sungguh benar. Dia tidak mengada-ada. Dia tidak sekadar memuja. Umbu memang layak disebut sebagai Sang Pujangga, sebutan paling terhormat, sebutan termulia, teragung, dalam khasanah kesenimanan, dan kepenyairan.
Jauh sebelum itu, jauh sebelum Umbu Landu Paranggi, para pujangga besar terdahulu, telah menanamkan prinsip-prinsip idealisme itu melalui karya-karya besarnya. Coba simak karya-karya besar para pujangga atau pemikir spiritual seperti Ronggowarsito, Yosodipuro I, Yosodipuro II, Sri Paku Buwono III, Sri Paku Buwono IV, Sri Mangkunegoro IV, Ki Padmasusastra. Bahkan karya-karya besar seperti Ramalan Jayabaya, Serat Darmogandhul, sampai Serat Centhini, dan banyak surat lainnya. Dengan menyimak dan memahami isi kandungan di dalam karya-karya besar itu, jelas akan tertemukan bagaimana prinsip-prinsip idealisme itu sudah ditanamkan dan diajarkan oleh para pujangga terdahulu.
Salah satu contoh, Pepali Ki Ageng Selo yang terdapat di dalam Serat Centhini I secara jelas menanamkan tentang prinsip-prinsip idealisme di dalam kehidupan itu. Misalnya, di dalamnya ada peringatan agar kita jangan tinggi hati, jangan sombong, jangan jahat, jangan serakah. Jangan suka mengambil yang bukan haknya, dan jangan suka mengharap pujian. Kemudian diingatkan juga agar jangan suka jahil, jangan berbuat serong, jangan bertebal muka dan jangan suka membangga-banggakan diri.
Pepali Ki Ageng Selo itu juga mengingatkan, agar sebaiknya orang hidup mencari kebaikan dan hal-hal yang bagus serta indah. Tapi kebaikan dan hal-hal yang bagus itu bukan dikarenakan harta benda, bukan karena pakaian, bahkan pula bukan karena wajah. Tapi kebaikan dan hal-hal yang bagus itu adalah bagaimana kita bisa disayangi oleh sesama, disukai dan dikagumi, karena tingkah laku dan pribadi yang menyenangkan.
Kemudian diingatkan juga, agar jangan mendewa-dewakan harta, jangan memuja pakaian yang indah, dan jangan pula mendewa-dewakan kepandaian atau ilmu sendiri. Pendek kata, Pepali Ki Ageng Selo itu mengajarkan kita untuk tidak sombong dan bersikap rendah hati dalam menjalani kehidupan.

Idealisme Umbu
Lantas, bagaimana dengan Umbu Landu Paranggi? Seperti halnya Pepali Ki Ageng Selo di dalam Serat Chenthini I itu, puisi-puisi Umbu juga sarat dengan ajaran kehidupan. Lewat puisi-puisinya Umbu mengajarkan tentang hakekat kehidupan, tentang kesederhanaan, kesahajaan, tentang kecintaan kepada alam, desa, tradisi, saling berbagi, kebersamaan, juga cinta-kasih.
Cobalah simak, salah satu puisi Umbu yang berjudul “Apa Ada Angin di Jakarta” ini. Pada salah satu puisi yang termasuk dalam beberapa puisinya yang semasa di Yogya dulu (tahun 70-an) sering di’poetry singing’kan bersama Deded ER Moerad (alm) dan teman-teman PSK (Persada Studi Klub) ini terlihat jelas, betapa di dalamnya sarat ajakan tentang perlunya kesederhanaan, kesahajaan, dan kecintaan terhadap alam (desa).
Apa Ada Angin di Jakarta

Apa ada angin di Jakarta
Seperti dilepas desa Melati
Apa cintaku bisa lagi cari
Akar bukit Wonosari

Yang diam di dasar jiwaku
Terlontar jauh ke sudut kota
Kenangkanlah jua yang celaka
Orang usiran kota raya

Pulanglah ke desa
Membangun esok hari
Kembali ke huma berhati

Idealisme apa yang diajarkan Umbu Landu Paranggi melalui puisi yang lirik-liriknya penuh makna ini? Sangatlah jelas, Umbu mengingatkan agar kita tidak mudah tergoda dengan daya tarik semu kehidupan di kota-kota besar, seperti halnya Jakarta. Umbu mengingatkan, hidup di desa jauh lebih damai, nyaman dan penuh arti. “Pulanglah ke desa – membangun esok hari – kembali ke huma berhati”, menurut Umbu jauh lebih menyenangkan daripada hidup di kota yang tak jarang justru menjerumuskan ke kehidupan sulit dan pahit.
Mari simak satu lagi puisi Umbu Landu Paranggi yang juga penuh ajaran kehidupan itu. Puisi berjudul “Doa” ini juga termasuk yang di tahun 70-an itu sering di’poetry singing’kan.
Doa

sunyi
bekerjalah
kau
bagi
nyawaku
risau
sunyi bekerjalah
kau bagi
nyawaku risau
sunyi bekerjalah kau
bagi nyawaku risau
sunyi bekerjalah kau bagi nyawaku
risau
risau nyawaku bagi kau bekerjalah
sunyi
risau nyawaku bagi
kau bekerjalah sunyi
risau nyawaku
bagi kau
bekerjalah sunyi
risau
nyawaku
bagi
kau
bekerjalah
sunyi
Kauku

Puisi ini sesungguhnya mengandung ajaran kehidupan, bahwa sesibuk apapun, segelisah apapun, manusia tetap harus berupaya sekuat mungkin untuk ‘mensunyikan diri’, ‘mensunyikan jiwa’ dan mendekatkan dirinya kepada Sang Maha Pencipta. Karena hanya kepada Sang Maha itulah tempat menyerahkan risau, menyerahkan sunyi, dan kelak tempat mengadu di hari akhir.
Saya ingat, di antara beberapa puisi Umbu yang di’poetry singing’kan semasa di Yogya dulu, puisi “Apa Ada Angin di Jakarta”, “Doa” dan “Sabana” itulah yang senantiasa menggoda dan sangat berkesan.
Puisi adalah nyanyian hati. Puisi adalah simponi kehidupan. Dan, simponi melalui puisi-puisi Umbu Landu Paranggi yang sarat idealisme, penuh ajaran kehidupan itu, sampai hari ini terus bersenandung di dalam jiwa saya. Saya yakin, juga bersenandung di banyak jiwa, yang mengenal dan memahami Umbu, membaca karya-karya puisinya serta mendengarkan lagu puisinya.
(Sutirman Eka Ardhana)

***** Salah satu tulisan saya yang dimuat Majalah Sabana edisi Februari 2015.

KISI-KISI SOAL UTS – 2015 MK: MANAJEMEN MEDIA MASSA

KISI-KISI SOAL UTS – 2015
MK: MANAJEMEN MEDIA MASSA

  1. Coba simak pertemuan pertama tentang Pengertian Media Massa. Antaralain disebutkan, bahwa media massa merupakan saluran yang digunakan oleh jurnnalistik atau komunikasi massa. Tetapi secara umum juga diartikan, media massa adalah media yang menyampaikan berita atau informasi lainnya kepada publik.
  2. Kemudian disebutkan tentang media-media apa saja yang masuk dalam kategori media massa. Selama ini di dalam ranah komunikasi massa dikenal adanya “The Big Five of Mass Media” (lima besar media massa). Kelima besar media massa itu meliputi: suratkabar, majalah, radio, televisi dan film. Tetapi di dalam kontek dunia jurnalistik, media massa dibagi dalam dua kelompok yakni media massa cetak dan media massa elektronika (penyiaran).
  3. Coba simak pertemuan kedua tentang Prinsip-prinsip Dasar Manajemen Media Massa. Antaralain disebutkan, bahwa media massa harus dikelola dengan manajemen professional dan berkualitas atau tertata, sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen dalam usaha bisnis. Disebutkan juga, manajemen media massa adalah merupakan cara, langkah dan strategi dalam mengelola, mengembangkan, menggerakkan dan merancang media massa dalam meraih atau mencapai target serta sasaran yang ingin diraih.
  4. Disamping itu dibicarakan juga tentang adanya tiga hal utama yang menjadi bidang garap manajemen media massa. Ketiga bidang garap manajemen media massa itu adalah (1) Manajemen Redaksi (meliputi SDM, manajemen kerja, perencanaan); (2) Manajemen Produksi (meliputi isian, produk, tayangan): (3) Manajemen Usaha (promosi, sirkulasi, iklan, pemasaran, dll).
  5. Coba simak juga materi tentang Prinsip-prinsip Manajemen Media Massa yang antara lain disebutkan bahwa prinsip manajemen media massa, baik itu media massa cetak maupun media elektronika (penyiaran) dewasa ini adalah menciptakan atau melaksanakan suatu tatanan dan proses mekanisme kerja dalam meraih keberhasilan bisnis. Karena keberhasilan di sisi bisnis akan menjadi kekuatan utama bagi media massa dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya.
  6. Kemudian di dalam prinsip-prinsip manajemen media massa setidaknya ada tujuh (7) target atau keinginan yang harus diraih. (1). Meraih oplagh besar. (2). Meraih tingkat penjualan yang tinggi. (3). Meraih pelanggan dan pembaca sebanyak mungkin. (4). Meraih iklan yang banyak. (5). Kelancaran sirkulasi. (6). Dan bagi media elektronika (penyiaran) berhasil menayangkan tayangan atau memproduksi acara-acara yang digemari publik, serta meraih iklan yang banyak. (7). Mendapatkan tingkat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat.
  7. Dalam pertemuan berikutnya telah dibahas tentang sumber daya redaksi. Sumber daya redaksi yang utama itu adalah wartawan dan redaktur. Karya jurnalistik yang disajikan oleh media masa cetak (pers) itu merupakan hasil kerja wartawan. Karena itu untuk menghasilkan karya jurnalistik yang baik, menarik dan disukai pembaca, diperlukan tenaga-tenaga wartawan yang professional. Menurut Floyd G. Arpan ada lima syarat untuk bisa menjadi wartawan professional. Yakni: (1). Menguasai bahasa. (2). Mengetahui jiwa kemanusiaan. (3) Berpengetahuan luas. (4). Punya kematangan pikiran. (5). Punya ketajaman pikiran.
  8. Coba simak ulang pertemuan tentang Manajemen Berita dan Politik Media. Disebutkan antaralain tentang ada empat (4) hal utama yang menjadi perhatian dalam langkah manajemen berita. Keempat hal itu meliputi: (1) Objek (informasi/isu). (2) Sasaran (untuk siapa). (3) Tujuan (untuk apa). (4) Strategi (langkah-langkah).
  9. Simak pertemuan tentang Manajemen Perusahaan dan Produksi Media Pers. Disebutkan, di dalam bidang usaha perusahaan penerbitan pers, setidaknya terdapat enam (6) bagian. Ke-6 bagian itu meliputi: (1) Bagian Iklan. (2). Bagian Sirkulasi. (3). Bagian Keuangan. (4). Bagian Langganan/Pelayanan Pelanggan. (5). Bagian Umum. (6). Bagian Teknik.
  10. Simak pula tentang manajemen produksi media pers. Antaralain disebutkan, di dalam bidang produksi atau percetakan media pers setidaknya terdapat lima (5) bagian. Kelima bagian itu meliputi: (1). Bagian pra-cetak (setting, disain, layout dan reproduksi). (2). Bagian Cetak. (3). Bagian Perawatan Media. (4). Bagian Administrasi Keuangan. (5). Bagian Administrasi Umum.


+++++++++++++++++++++


Minggu, 15 Februari 2015

(1) MMM - MENGENAL DAN MEMAHAMI MEDIA MASSA



         Pertemuan ke-1: Manajemen Media Massa

                   MENGENAL DAN MEMAHAMI
                   MEDIA MASSA

            APA yang dimaksud dengan media massa?
            Di dalam Ensiklopedi Pers Indonesia disebutkan, media massa merupakan saluran yang digunakan oleh jurnalistik atau komunikasi massa. (Kurniawan Junaedhie, 1991).
            Tetapi secara umum juga diartikan, media massa adalah media yang menyampaikan produk-produk informasi, baik itu berbentuk informasi berita maupun tayangan-tayangan lainnya kepada publik (masyarakat).
            Dalam pengertian khusus, terutama di dalam kerja jurnalistik, media massa juga sering disebut sebagai media pers. Secara umum dipahami pula, bahwa media pers adalah media yang menyampaikan pesan dan informasi kepada publik melalui kerja jurnalistik.
            Selama ini di dalam ranah Komunikasi Massa dikenal adanya The Big Five of Mass Media (lima besar media massa). Lima besar media massa itu meliputi: surat kabar, majalah, radio, televisi dan film.
            Tetapi di dalam kontek dunia jurnalistik, media massa dibagi dalam dua kelompok, yakni media massa cetak dan media massa elektronika. Media massa cetak meliputi: surat kabar, majalah, tabloid, dan sejenisnya yang lain. Sedang media masa elektronika yang dewasa ini populer dengan sebutan media penyiaran meliputi: media televisi dan radio.
            Dewasa ini, di dalam era perkembangan teknologi yang dahsyat, media massa tidak hanya sebatas media cetak dan media penyiaran saja. Tetapi telah bertambah dengan kehadiran media online atau cybermedia, melalui jaringan internet. Walaupun menggunakan teknologi yang berhubungan dengan elektronika, media online atau cybermedia memiliki bentuk dan karakter yang berbeda dengan media elektronika yang selama ini sudak dikenal, seperti media televisi dan radio.
            Pada awalnya, kehadiran media online atau cybermedia telah dipandang sebagai ancaman berbahaya bagi eksistensi media massa cetak. Namun kemudian pengelola media massa cetak, telah mensinergikan 'kekuatan' media online atau cybermedia ke dalam 'kekuatan' yang selama ini telah dimiliki oleh media massa cetak. Sehingga yang terjadi kini, hampir semua media massa cetak memiliki media online atau cybermedia. Menariknya, banyak media online atau cybermedia yang kini justru merupakan bagian usaha atau 'anak usaha' dari perusahaan penerbitan media pers (media massa cetak).

Fungsi Media Massa
MEDIA pers atau media massa, baik itu media massa cetak maupun media elektronika (penyiaran) memiliki empat fungsi utama.  
Keempat fungsi media massa atau media pers itu meliputi:
                  1.      Pemberi informasi.
                  2.      Pemberi hiburan.
                  3.      Pemberi kontrol (alat kontrol sosial)
                  4.      Pendidik masyarakat.

Pemberi informasi – Fungsi utama media massa (media pers) adalah pemberi informasi atau menyiarkan informasi kepada masyarakat (publik). Informasi yang disajikan melalui karya-karya jurnalistik, atau produk-produk tayangan lainnya. Informasi yang disampaikan pun beragam jenisnya. Tidak hanya sebatas informasi yang berkaitan dengan suatu peristiwa, tetapi juga bersifat ide, gagasan-gagasan, pendapat atau pikiran-pikiran orang lain yang memang layak untuk disampaikan ke publik, baik itu pembaca, penonton maupun pendengar.

Pemberi hiburan – Media massa (media pers) juga punya fungsi untuk menghibur publik. Menghibur dalam kaitan meredakan atau melemaskan ketegangan-ketegangan pikiran karena kesibukan aktivitas kehidupan. Jadi, informasi atau produk tayangan yang disajikan media massa (media pers) tidak hanya hal-hal (informasi) bersifat serius atau berat, tapi juga hal-hal yang mampu membuat publik pembaca, penonton, maupun pendengar tersenyum, dan melemaskan otot-otot pikirannya. Karya-karya menghibur itu kalau di media cetak seperti surat kabar, majalah dan tabloid bisa ditemukan dalam bentuk karya fiksi, seperti cerpen, cerita bersambung, cerita bergambar, karikatur, gambar-gambar kartun, bahkan juga tulisan-tulisan yang bersifat human interest. Sedangkan bila di media penyiaran seperti halnya televisi, karya menghibur itu bisa didapatkan pada tayangan film, sinetron, musik, dan lain-lainnya. Bahkan, di banyak media televisi, isi siarannya didominasi oleh tayangan-tayangan yang sifatnya menghibur tersebut.
Pemberi kontrol (alat kontrol sosial) – Fungsi pemberi kontrol atau sebagai alat kontrol sosial merupakan fungsi penting yang dimiliki oleh media massa (media pers). Sebagai media penyampai informasi, media massa atau media pers tidak hanya sebatas menyampaikan atau memberikan informasi yang berkaitan dengan suatu peristiwa, akan tetapi berkewajiban juga menyampaikan gagasan-gagasan maupun pendapat yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas. Bila ada suatu kebijakan, baik dari pemerintah maupun lembaga-lembaga tertentu, yang dipandang tidak sesuai atau berlawanan dengan kepentingan masyarakat, media massa (media pers) punya kewajiban untuk mengingatkan. 

Pendidik masyarakat – Fungsi sebagai pendidik masyarakat ini juga merupakan fungsi penting yang disandang media massa (media pers). Dalam pengertian yang luas, media massa (media pers) berkewajiban mendidik masyarakat dengan memberikan beragam pengetahuan yang bisa bermanfaat bagi peningkatan nilai kehidupan. Sajian-sajian karya jurnalistiknya maupun produk-produk tayangannya  haruslah mencerahkan dan memberikan tambahan pengetahuan serta wawasan yang luas, sehingga masyarakat memperoleh pemahaman atau pengertian baru tentang kehidupan yang lebih maju dibanding sebelumnya.

Peran Media Massa
DENGAN fungsi-fungsinya itu media massa atau media pers memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap masyarakat. Melalui pengaruhnya,  media massa (media cetak dan media elektronika) dapat membawa dan menyampaikan pesan-pesan maupun gagasan-gagasan yang membangun dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Demikian pula dalam pembangunan di bidang sosial-budaya, atau bentuk-bentuk kehidupan di dalam masyarakat, misalnya dalam mewujudkan terjadinya perubahan sosial atau peralihan masyarakat tradisional ke masyarakat modern, media massa atau media pers dengan pengaruhnya dapat mempercepat proses perubahan sosial maupun peralihan itu.
Media massa (media pers) melalui karya-karya jurnalistik atau produk-produk tayangan yang disajikannya mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam menciptakan suatu sikap pembaharuan dalam perilaku dan tatanan sosial serta sikap budaya masyarakat. Khususnya dalam memperbaharui pola pikir masyarakat yang tradisional ke pola pikir modern.
Berdasar pada fungsi dan peranannya yang besar itu, Wilbur Schramm (1982), menyebut pers atau media massa sebagai “Agen Pembaharu”.
Sebagai agen pembaharu, pers atau media massa dapat memainkan perannya yang besar dalam proses perubahan sosial yang berlangsung dalam suatu masyarakat atau suatu bangsa. Melalui informasi-informasi sebagai hasil kerja jurnalistik maupun produk-produk tayangan yang disajikan kepada masyarakat pembaca (publik), media massa (media pers) dapat merangsang proses pengambilan keputusan di dalam masyarakat, serta membantu mempercepat proses peralihan masyarakat yang semula berpikir tradisional ke alam pikiran dan sikap masyarakat modern.
 Menurut Wilbur Schramm, ada sembilan peranan pers (tentu yang dimaksud juga media massa) yang sangat membantu terwujudnya proses perubahan di kalangan masyarakat. Sembilan peranan pers (media massa) itu meliputi:
                        1.      Dapat memperluas cakrawala pemikiran.
                        2.      Dapat memusatkan perhatian.
                        3.      Mampu menumbuhkan aspirasi.
                        4.      Mampu menciptakan suasana membangun.
                        5.      Mampu mengembangkan dialog tentang hal-hal yang berhubungan dengan     
                                 masalah-masalah politik.
                        6.      Mampu mengenalkan norma-norma social.
                        7.      Mampu menumbuhkan selera.
                        8.      Mampu merubah sikap yang lemah menjadi sikap yang lebih kuat.
                        9.      Mampu sebagai pendidik.
 (Lihat – Drs. Eduard Depari, Dr. Colin MacAndrews (ed.), Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan, Gadjah Mada University Press, 1982).      

Melihat pada apa yang telah dikerjakan media massa (media pers) selama ini, dalam kaitan menyampaikan berbagai informasi serta gagasan-gagasan mengenai pembangunan kepada masyarakat, terlihat jelas bahwa fungsi dan peranan media massa (media pers) dalam perubahan sosial di tengah masyarakat tidak dapat diingkari.
Media massa atau media pers telah memberikan sumbangan yang besar dan amat berharga dalam merubah sikap pandang dan perilaku masyarakat untuk tanggap serta menerima kehadiran teknologi-teknologi baru.
Melalui berbagai karya jurnalistik atau informasi-informasi yang disajikan, media massa (media pers) akhirnya mampu mempengaruhi, merangsang serta menggerakkan masyarakat untuk turut serta terlibat secara aktif dalam beragam gerak dan aktivitas pembangunan di segala sektor.
Media massa  (media pers) telah mencoba menempuh berbagai cara untuk ‘masuk lebih jauh’ ke berbagai ragam persoalan kehidupan masyarakat, baik di kota maupun pedesaan. Misalnya, di bidang kesehatan, pers sudah demikian gencar menginformasikan tentang perlunya menjaga kesehatan, menjaga kebersihan dan menghindari penyakit.
Demikian pula di bidang pembangunan hukum, media massa tidak pernah berhenti memberitahukan kepada masyarakat tentang bagaimana menghindari kejahatan, bagaimana menghadapi tindak kriminalitas, bagaimana tentang hak  maupun kewajiban seseorang di depan hukum, serta tentang ajakan perlunya melawan korupsi.
Bahkan, di dalam pembangunan sektor keagamaan pun, media massa (media pers) memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis. Media massa (media pers) dapat dijadikan sarana dakwah yantg efektif, demi pengembangan dan keberhasilan syiar agama, misalnya syiar agama Islam.
Jadi, media massa (media pers) dapat dijadikan sebagai suatu ‘kekuatan besar’ dalam mempengaruhi, merubah perilaku, dan menggerakkan masyarakat. Terutama dalam menggerakkan masyarakat untuk melakukan tindakan-tindakann yang positif dan bermanfaat bagi kehidupannya. Sebaliknya juga,  media massa (media pers) bisa ‘diselewengkan’ untuk menggerakkan masyarakat melakukan tindakan-tindakan yang bersifat destruktif, negatif atau tindakan-tindakan tidak bermanfaat lainnya.
Untuk melengkapi pemahaman tentang peran media massa itu dapat pula disimak apa yang dinyatakan oleh tokoh pers, Jacob Oetama. Menurutnya, peranan-peranan media massa itu di antaranya:
1. Untuk menggerakkan dan mengembangkan proses integrasi bangsa dan negara dalam
     rangka nation and character building.
2. Untuk mengembangkan aspirasi masyarakat sekaligus memperkuat percaya diri dan
    daya mampu.
3. Untuk memperkenalkan dan mengintegrasikan inovasi-inovasi yang diperlukan dalam
    pembangunan dengan perikehidupan masyarakat.
4. Untuk mengkreatifkan identitas bangsa.
5. Untuk menjadi instrumen akomodasi antara yang baru dan yang lama dalam proses
    pembangunan.
6. Untuk meluaskan wawasan nasional dan wawasan kebangsaan.
7. Untuk menjadi katarsis ketegangan yang menyertai perubahan besar yang dibawa oleh
    pembangunan.
8. Untuk mempertemukan arah-arah dalam masyarakat yang saling berjauhan dan
    berlawanan.
9. Untuk menyediakan forum bagi terselenggaranya dialog nasional antarkelompok
    masyarakat serta antara pemerintah dan masyarakat, sehingga terbuka iklim dan jalur
    partisipasi dan kesadaran bersama serta tanggung jawab bersama.
(Lihat - Jacob Oetama, Perspektif Pers Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1987).      

      Isi Media Cetak
            KERJA jurnalistik selalu dikaitkan dengan pengertian aktivitas pengisian media pers, seperti surat kabar, majalah dan lainnya. Isian media pers itu adalah karya jurnalistik.
Akan tetapi tidak semua isian media massa cetak atau media pers, seperti surat kabar, majalah dan lainnya itu berupa karya jurnalistik. Karena selain karya jurnalistik, media massa cetak atau media pers juga diisi dengan karya-karya non-jurnalistik, iklan dan lain-lainnya.
Ragam karya jurnalistik di media massa cetak seperti surat kabar, majalah dan lainnya meliputi:
                        1.      Berita (straight news).
                        2.      Feature.
                        3.      Reportase (berita panjang/mendalam).
                        4.      Tajuk Rencana.
                        5.      Kolom.
                        6.      Artikel.
                        7.      Karya foto (foto jurnalistik).

Selain itu, di dalam ‘keluarga besar’ karya jurnalistik itu masih terdapat juga isian yang disebut: pojok dan karikatur, serta surat pembaca. Meski pun ada juga yang mengelompokkan ‘surat pembaca’ bukan termasuk dalam keluarga besar karya jurnalistik.

Berita – Berita, menurut Willian S Maulsby, adalah merupakan suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian para pembaca suratkabar yang memuat berita tersebut.
Sedangkan Dja’far H Assegaf dalam bukunya “Jurnalistik Masa Kini” menyatakan, berita dalam arti jurnalistik adalah laporan tentang fakta atau ide yang termasa, yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca entah karena ia luar biasa, entah karena pentingnya atau akibatnya, entah pula karena ia mencakup segi-segi human interest seperti humor, emosi, dan ketegangan.
Feature – Feature memiliki batasan arti atau definisi yang beragam. Para ahli komunikasi atau pakar pers mempunyai pengertian-pengertian tersendiri, walau pada dasarnya sama menuju kea rah satu pemahaman. Bila di-Indonesia-kan, maka feature dapat diartikan sebagai berita kisah atau karangan khas.
Kenapa disebut berita kisah? Jawabannya sederhana saja, karena bentuk tulisan ini lebih banyak menekankan pada unsur ‘kisah’ dari suatu obyek penulisan. Disebut karangan khas, karena feature memiliki sifat khusus, yakni memberikan hiburan di samping informasi.
Reportase – Reportase merupakan karya jurnalistik yang berisi laporan tentang suatu peristiwa, keadaan dan sebagainya atas dasar observasi langsung. Reportase cenderung ditulis panjang, detail dan mendalam. Bahkan seringkali reportase dibuat secara bersambung.
Tajuk Rencana – Tajuk Rencana merupakan pernyataan dan tanggapan dari media per situ sendiri mengenai fakta dan opini yang ada dan sedang berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Lyle Spencer dalam buku Editorial Writing mengemukakan, tajuk rencana adalah pernyataan mengenao fakta dan opini secara singkat, logis, menarik ditinjau dari segi penulisan dan bertujuan untuk mempengaruhi pendapat atau memberikan interpretasi terhadap suatu berita yang menonjol, sehingga bagi kebanyakan pembaca suratkabar akan menyimak pentingnya arti berita yang diajukan tadi.
Kolom – Kolom masuk dalam keluarga esei. Di dalam Ensilokpedi Pers Indonesia (Kurniawan Junaedhie, Gramedia, 1991) disebutkan, esei merupakan karangan atau tulisan dalam bentuk prosa yang tidak amat panjang, membicarakan suatu pokok persoalan.
Esei dibagi menjadi dua jenis, yakni esei formal dan esei informal. Esei formal lazim disebut artikel atau risalah. Sedangkan kolom termasuk dalam jenis esei informal yang lebih bersifat pribadi.
Artikel – Artikel secara singkat dapat diartikan sebagai suatu tulisan yang bermaksud menyampaikan gagasan dan fakta. Tujuannya untuk menggugah, meyakinkan, mengajarkan dan juga menghibur.
Karena merupakan wujud dari gagasan atau ide dan pemikiran-pemikiran yang disampaikan oleh penulisnya, maka opini atau pendapat pribadi si penulis sangat berperan di dalam artikel.
Foto Jurnalistik – Foto jurnalistik adalah foto-foto yang mempunyai nilai berita atau informasi. Selain mempunyai nilai berita, foto-foto jurnalistik juga mengandung nilai-nilai artistik dan menghibur.


Isi Media Penyiaran
            Sesungguhnya bentuk isi media massa cetak dengan media massa penyiaran (televisi dan radio) itu sama, yang berbeda hanya pada formatnya. Misalnya, di media massa cetak ada berita, feature, reportase, maupun kolom, hal yang sama juga ada di media penyiaran. Target atau sasaran yang ingin dicapai oleh isian di masing-masing media itu tetap sama, hanya format dan kemasannya yang berbeda, sesuai karakter medianya sendiri-sendiri.
            Hampir di semua media televisi maupun media radio, ada produk siaran berita, feature, reportase, maupun kolom atau essai. Akan tetapi memang, di media penyiaran, khususnya media televisi, isiannya didominasi tayangan yang bersifat hiburan (menghibur), seperti film (film TV maupun film layar lebar), sinetron, musik, komedi, dan lain-lainnya.
            Namun bila diklasifikasikan secara khusus, pada umumnya isi siaran (program siaran) di media televisi maupun media radio itu meliputi acara-acara yang berkaitan dengan:
            1. News Reporting (Laporan Berita).
            2. Talk Show.
            3. Call-in Show.
            4. Documentair.
            5. Magazine/Tabloid.
            6. Rural Program.
            7. Advertising.
            8. Education/Instructional.
            9. Art & Culture.
            10.Music.
            11.Soap Operas/Sinetron Drama.
            12.TV Movies.
            13.Game Show/Kuis.
            14.Comedy, dll.
            (Lihat - Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005).
         Isi siaran atau program siaran tersebut dikemas oleh media-media televisi juga media-media radio, dengan kemasan yang berbeda sesuai karakter maupun target sasaran yang dicapai oleh media itu masing-masing. Dan, di dalam era persaingan bisnis dewasa ini, isi siaran atau program-program siaran tersebut telah dijadikan alat atau sarana oleh masing-masing media dalam merebut 'pasar' dan 'memenangkan pertarungan'. Karenanya, masing-masing media berusaha untuk menampilkan kelebihan dan keunggulannya dalam meraih pasar melalui isi siaran atau program siaran yang ditampilkan.
                                                                           (Sutirman Eka Ardhana)

Referensi:
            1. Kurniawan Junaedhie, Ensilokpedi Pers Indonesia, Gramedia, 1991.
            2. Drs. Eduard Depari, Dr. Colin MacAndrews (ed.), Peranan Komunikasi Massa Dalam
                Pembangunan, Gadjah Mada University Press, 1982.     
            3. Jacob Oetama, Perspektif Pers Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1987.
            4. Dja'far H. Assegaf, Jurnalistik Masa Kini, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.
            5. Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005.