Senin, 04 November 2013

“Wong Kalang” Membangun Diri dengan Budaya Bisnis



“Wong Kalang”
Membangun Diri dengan Budaya Bisnis


Tradisi obong "Wong Kalang" atau "Keluarga Kalang" yang kini jarang terlihat lagi. (ft: Kartini)

TIDAK semua orang Jawa tahu bila di dalam masyarakat mereka terdapat satu kelompok masyarakat yang disebut Wong Kalang. Padahal “Wong Kalang” bukanlah suatu kelompok eksklusif yang baru saja muncul di dalam masyarakat Jawa. Di kalangan Wong Kalang sendiri diyakini, keberadaan mereka sudah ada sejak awal Kerajaan Mataram. Tepatnya ketika Mataram diperintah Sultan Agung.
Tetapi ada pendapat lain yang menduga keberadaan Wong Kalang sudah ada sebelum pengaruh Hindu masuk ke Jawa. Pendapat itu berdasar pada terdapatnya istilah Kalang dalam prasasti Kuburan Candi di Tegalsari,  Tegalharjo, Kabupaten Magelang, berangka tahun 753 saka atau 831 masehi.
Dewasa ini keluarga atau keturunan Wong Kalang banyak terdapat di kawasan  pinggiran pegunungan selatan Jawa Tangah, seperti di Kebumen, Purworejo,  Cilacap, dan Surakarta. Di Kabupaten Kebumen, keluarga Kalang tersebar di Petanahan, Puring, Gombong, Karanganyar dan Ambal. Di Cilacap, banyak terdapat di sekitar Adipala.
Sedangkan di Yogyakarta, pada zaman kolonial Belanda dulu mereka banyak tinggal di Kotagede (Ada juga pendapat yang mengatakan mereka sudah tinggal di tempat ini sejak zaman Kerajaan Mataram). Kini keluarga Kalang di Yogyakarta menyebar di sejumlah wilayah. Sisa-sisa kejayaan Wong Kalang di Kotagede (Tegalgendu dan Mondoraka) sampai sekarang masih terdapat.
Bangunan-bangunan lama (kuno) di seputar Tegal Gendu dan Mondaraka yang besar, bertembok tebal, dengan hiasan kaca-kaca Art Deco, dan bentuk arsitekturnya berbeda dengan lazimnya rumah-rumah biasa orang Jawa, merupakan sisa-sisa peninggalan keluarga Kalang. Dan, salah satu di antaranya adalah rumah besar, mewah dan antik, di Tegal Gendu, yang terkenal dengan sebutan Omah Dhuwur.
Di kawasan pesisir utara Jawa Tengah, keluarga Kalang banyak tinggal di Tegal, Pekalongan, Kendal, Kaliwungu, Semarang, dan Pati. Di Jawa Timur, keluarga Kalang banyak terdapat di Bojonegoro, Surabaya, Bangil, Pasuruan, Tulungagung dan Malang.

Pembinis Ulung
Sesungguhnya secara fisik, budaya dan tatanan kehidupan Wong Kalang tidak ada yang berbeda dengan orang Jawa pada umumnya. Dengan kata lain, Wong Kalang tetap merupakan bagian di dalam keluarga besar suku Jawa itu sendiri.
Akan tetapi seorang peneliti Belanda, AB Meyer, di dalam “die Kalang auf Java” (1877) menyatakan, bahwa Wong Kalang termasuk golongan suku bangsa berambut keriting dan berkulit hitam. Dan, Wong Kalang masih serumpun atau sekeluarga dengan bangsa Negrito dari Filipina, suku Semang dari Malaya (Malaysia), atau penduduk di Kepulauan Andaman.
Namun pendapat Meyer itu ditentang oleh sejarahwan dan peneliti Belanda lainnya. Menurut E Ketjen, Dr H Ten Kate, dan van Rigg, Wong Kalang bukan merupakan suku bangsa sendiri yang berbeda dan berlainan dengan Suku Jawa. Menurut mereka, Wong Kalang merupakan orang Jawa yang tersisih oleh sistem pegangkastaan pada masa pengaruh Hindu. Jadi, nenek moyang Wong Kalang  termasuk golongan yang tidak berkasta.
Sementara di dalam buku “Orang-orang Golongan Kalang” (1971), Soelardjo Pontjosutirto dkk, menyatakan Wong Kalang pada mulanya merupakan kelompok yang tersisih secara sosial, yang kemudian dipaksa tinggal di daerah-daerah pengasingan, seperti pantai yang berpaya-paya, tepi sungai, lereng-lereng gunung-gunung, serta tanah-tanah tandus yang belum dibuka. Karena itu mereka hidup dengan mengembara di hutan-hutan. Perjuangan hidup yang keras membuat Wong Kalang menjadi pekerja-pekerja keras, ulet, tangguh dan pantang menyerah.
Sejak awal Wong Kalang memang membangun dirinya dengan budaya bisnis. Kebanyakan keluarga Kalang tak mau bekerja di lingkungan pemerintahan. Bahkan sejak zaman Mataram dulu, ada semacam pantangan bagi mereka untuk bekerja atau mengabdi di dalam istana. Sejak zaman Mataram Wong Kalang sudah terjun ke dunia wirausaha. Pada awalnya mereka menjadi pengrajin, kemudian berdagang, sampai membuka usaha-usaha jasa, dan beragam sektor usaha lainnya.
Karena kuatnya kerukunan dan kebersamaan di antara sesama Wong Kalang,  membuat usaha-usaha yang mereka tekuni cepat berhasil. Wong Kalang pun kemudian menyandang predikat sebagai pembisnis ulungnya orang Jawa. Di zaman kolonial Belanda dulu, bisnis-bisnis besar di Yogyakarta banyak dijalankan oleh keluarga Kalang. Dan, sampai kini, di kawasan selatan Jawa Tengah seperti Kebumen sampai Cilacap, sektor perdagangan banyak dijalankan oleh keluarga Kalang. ***   
                                                                                                    (Sutirman Eka Ardhana)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar