Selasa, 26 November 2013

Pasar Kembang, Dulu Namanya Balokan







          Pasar Kembang, Dulu Namanya Balokan


PASAR Kembang punya nama lain, yaitu Balokan. Bahkan, jauh sebelum nama Pasar Kembang dikenal, nama Balokan sudah lebih dulu populer. Sebagai nama yang memiliki pengertian khusus, Pasar Kembang memang mempunyai sejarah panjang dalam keberadaannya sebagai sebagai daerah pemukiman yang menghadirkan sisi kelam dan buram di Yogya.
Nama Balokan pertama kali diperkenalkan semasa zaman penjajahan Belanda. Konon, sebutan Balokan itu bermula dari adanya tempat penimbunan kayu-kayu jati atau ‘balok-balok’ di sebelah Utara Kampung Sosrowijayan Wetan dan Sosrowijayan Kulon.
Sejak kapan sesunggguhnya aktivitas bisnis seks atau pelacuran muncul di kawasan ini, sehingga membuat nama Balokan atau Pasar Kembang selalu disebut-sebut setiap ada yang bertanya di mana geliat serta desah kehidupan hitam dan kelam itu berada.
Pakar-pakar sejarah dan ilmu sosial lainnya, tampaknya tak sempat mencatat secara pasti ihwal riwayat awal mula kemunculan aktivitas jasa pelayanan seks di tengah-tengah kota Yogya itu. Sampai hari ini masih sulit ditemukan keterangan maupun catatan yang jelas mengenai siapa yang pada mulanya dulu menjadi penggagas atau pendahulu, sehingga aktivitas pelacuran bisa berkembang di Pasar Kembang.
Seakan menjadi semacam patokan atau pegangan ‘sejarah’, bahwa tumbuh dan berkembangnya prostitusi di kawasan ini bersamaan dengan hadirnya bisnis penginapan. Seperti halnya prostitusi, usaha-usaha penginapan, baik berupa hotel, losmen, dan penginapan, terus berkembang serta bertahan hingga sekarang.
Secara kebetulan letak kawasan Pasar Kembang memang sangat dekat dengan Stasiun Kereta Api Tugu yang dioperasikan mulai 12 Mei 1887. Tepatnya terletak di sebelah selatan stasiun. Penumpang kereta api yang keluar dari pintu selatan Stasiun Tugu, akan langsung keluar di Jalan Pasar Kembang. Nah, di sisi selatan jalan itu sudah, menjuruk masuk ke dalam kampung, terhampar kawasan Pasar Kembang.
Lokasinya memang sangat strategis. Barangkali dengan pertimbangan lokasinya yang strategis, dekat stasiun kereta api, penguasa Belanda memberi kesempatan dan peluang untuk dibangunnya bisnis penginapan di tempat itu.
Berkembangnya bisnis penginapan telah membawa perkembangan yang lain pula. Perilaku sosial yang baru pun tumbuh serta berkembang di kawasan sekitarnya. Mungkin saat itu, para pemilik tempat penginapan merasakan perlunya tersedia ‘jasa pelayanan khusus’ yang secara langsung maupun tidak langsung diinginkan oleh sebagian tamu. Jasa pelayanan khusus yang dimaksud adalah jasa pelayanan seks. Dengan kata-kata lain, untuk menggairahkan suasana di kawasan penginapan serta menarik tamu-tamu datang menginap, maka diperlukan sejumlah perempuan, tentunya perempuan-perempuan muda, yang menyediakan dirinya sebagai pemberi layanan seks.
Barangkali, sejak saat itulah aktivitas seks ataupun pemberian layanan seks yang dihargai dengan sejumlah uang muncul di kasawan Pasar Kembang atau Balokan. Lantas, dari hari ke hari Balokan semakin memberikan daya tarik bagi para perempuan yang tergoda untuk mendapatkan penghasilan dengan jalan pintas itu. Perempuan-perempuan yang tergoda itupun semakin banyak yang datang. Ada yang datang secara sendiri, maupun lewat bujukan atau pengaruh dari para calo yang keliling keluar masuk desa.
Pada awalnya perempuan-perempuan yang menyediakan dirinya untuk layanan seks itu menumpang atau menyewa di rumah-rumah penduduk sekitarnya. Lambat laun, kawasan Balokan itupun berubah menjadi komunitas prostitusi yang ramai.
Ketika Jepang berkuasa, penimbunan kayu-kayu jati di sebelah Utara Kampung Sosrowijayan itu berangsur-angsur berkurang, hingga akhirnya hilang sama sekali. Bekas lokasi penimbunan balok-balok kayu itupun kemudian berubah menjadi tempat-tempat berjualan.
Lantas, di sebelah selatan jalan, ketika itu terdapat areal kosong. Lahan kosong ini kemudian dimanfaatkan warga sekitar untuk tempat berjualan kembang atau bunga-bunga yang dipergunakan untuk kepentingan ziarah ke makam.
Bisnis penjualan kembang di tempat itu dari hari ke hari menjadi semakin ramai. Lokasi itupun kemudian terkenal dengan sebutan Pasar Kembang. Akan tetapi, usaha penjualan kembang itu tidak mampu bertahan lama, dan tergusur dengan kian berkembangnya bisnis penginapan.
Sekalipun penjual kembang dalam pengertian yang sesungguhnya sudah tidak ada, tetapi sebutan Pasar Kembang hingga sekarang ini masih tetap melekat di tempat itu dan kawasan sekitarnya. Dan di dalamnya memang terdapat bisnis ‘kembang-kembang’ dalam pengertian yang lain.
                                                                                    (sutirman eka ardhana/bersambung
                 Foto: lensaku.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar