Serat Sabda Tama
Petunjuk Utama Kehidupan
BAGI masyarakat Jawa, Raden Ngabehi (R. Ng.) Ronggowarsito adalah seorang
sastrawan dan pujangga besar, yang karya-karyanya hingga hari ini masih tetap
dikagumi, bahkan dipercaya kebenaran kandungan isinya.
Sepanjang hidupnya (1802 – 1873 M), pujangga yang hidup pada masa
kejayaan Keraton Surakarta tersebut telah menghasilkan puluhan karya atau serat
bernilai dan berestetika tinggi. Karya-karyanya itu sampai hari ini diakui
sebagai ‘warisan ajaran kehidupan yang sangat
berharga’.
Cobalah simak salah satu karya besarnya yang berjudul “Serat Sabda Tama”.
Bait demi bait di dalam Serat Sabda Tama ini syarat dengan petunjuk dan petuah
dalam menjalani kehidupan, agar manusia tidak tergelincir dan masuk ke dalam
kubangan kehidupan yang salah. “Sabda” berarti ucapan, petunjuk atau juga
petuah. Sedang “Tama” berarti utama,
berharga, dan penting. Jadi “Sabda Utama” bisa diartikan sebagai ucapan atau
petunjuk yang utama.
Beberapa bait dari terjemahan Serat Sabda Tama ini membuktikan semua itu.
Diharap semuanya maklum bahwa di zaman Kala
Bendu
sebaiknya mengurangi nafsu pribadi yang
akan membenturkan
kepada kesulitan.
Hasilnya hanya perbuatan buruk.
Zaman Kala Bendu adalah zaman serba tak menentu, zaman yang penuh
kesulitan. Karenanya, di zaman yang seperti ini siapapun juga sebaiknya
berusaha mengurangi hawa nafsunya dalam mengejar hal-hal sifatnya hanya untuk
keuntungan pribadi tapi merugikan orang lain. Para
pemimpin, para pejabat, para politikus, apalagi wakil-wakil rakyat di parlemen,
tak hanya memikirkan dirinya sendiri, keluarganya, kelompok atau partainya
saja, tapi juga memikirkan nasib rakyat secara menyeluruh.
Sebaiknya selalu berbuat untuk hal-hal yang
baik.
Bisa memberi perlindungan kepada siapapun juga.
Perbuatan demikian akan melenyapkan
angkara murka,
melenyapkan perbuatan yang
bukan-bukan dan terbuang jauh.
Siapapun juga, tak peduli apa statusnya, bisa pejabat, eksekutif, anggota
legislatif, politikus, pedagang, atau hanya rakyat biasa, semestinya dalam
menjalani kehidupan sehari-hari haruslah tetap berkomitmen untuk melakukan
hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi kemaslahatan bersama. Yang kuat bisa
melindungi yang lemah. Yang kaya bisa membantu yang miskin. Dan, pemerintah
atau aparat negara, sesuai tugasnya yang diatur Undang-undang haruslah dapat
memberikan perlindungan dan pengayoman kepada rakyat. Bukan justru sebaliknya,
melakukan hal-hal yang merugikan dan menyengsarakan rakyat.
Hal ini berbeda dengan yang ngaji pumpung.
Hilang kewaspadaannya dan kesulitan
yang selalu dijumpai,
selalu mengikuti hidupnya. Hati
senantiasa ruwet karena selalu berdusta.
Lenyap kebudayaannya. Tidak
memiliki kekuatan dan ceroboh.
Apa yang dipikir hanyalah hal-hal
yang berbahaya.
Sumpah dan janji hanyalah dibibir
belaka tidak seorangpun
mempercayainya.
Akhirnya hanyalah kerepotan saja.
Akan tetapi bagi siapa saja yang dalam kehidupannya sehari-hari
menerapkan perilaku ‘aji mumpung’, perilaku memanfaatkan kesempatan dan
kedudukan, melakukan hal-hal yang memanfaatkan kedudukan, kewenangan dan
kekuasaan, maka kehidupannya akan selalu kacau, tak pernah tenang dan tenteram,
dan penuh kebohongan. Akibatnya, hari-harinya pun akan dilalui dengan perbuatan-perbuatan
yang merugikan dan justru bisa berbahaya bagi kehidupannya nanti. Dan, ketika
perilakunya nanti diketahui, maka akan jatuhlah martabat dan kehormatannya.
Orang-orang pun tak lagi mau mendengar kata-katanya, karena dianggap hanya
penuh kebohongan.
Azabnya zaman Kala Bendu, makin menjadi-jadi
nafsu angkara murka.
Tidak mungkin dikalahkan oleh budi
yang baik.
Bila belum sampai saatnya akibatnya
bahkan makin luar biasa.
Bila manusia tak kunjung memperbaiki perilaku hidupnya, maka di zaman
Kala Bendu yang penuh kesulitan itu justru akan bertambah menyiksa. Tak hanya
itu, perbuatan angkara murka dan kesewenang-wenangan semakin merajalela. Dan,
perbuatan-perbuatan baik pun nyaris tak terlihat. Bahkan, kadang kala sulit
membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang jahat. Itu semua
terjadi karena perilaku jahat atau buruk telah mendominasi tingkah laku
manusia.
Empat bait dari 21 bait Serat Sabda Tama ini sudah cukup memberikan
gambaran betapa karya besar Ronggowarsito ini syarat dengan petunjuk atau
petuah berharga untuk siapapun bila ingin berhasil dan berarti dalam kehidupan.
Berarti tidak saja bagi kehidupannya sendiri, tapi juga berarti bagi kehidupan
orang lain. Kehidupan lahiriah dan batiniah. Kehidupan yang lebih luas dan
mensemesta. ***
(Sutirman Eka Ardhana)