Jumat, 28 Maret 2014

KISI-KISI SOAL UTS – 2014 MK: MANAJEMEN MEDIA MASSA



            KISI-KISI SOAL UTS – 2014
            MK: MANAJEMEN MEDIA MASSA

1.      Coba simak pertemuan pertama tentang Pengertian Media Massa. Antaralain disebutkan, bahwa media massa merupakan saluran yang digunakan oleh jurnnalistik atau komunikasi massa. Tetapi secara umum juga diartikan, media massa adalah media yang menyampaikan berita atau informasi lainnya kepada publik.
2.      Kemudian disebutkan tentang media-media apa saja yang masuk dalam kategori media massa. Selama ini di dalam ranah komunikasi massa dikenal adanya “The Big Five of Mass Media” (lima besar media massa). Kelima besar media massa itu meliputi: suratkabar, majalah, radio, televisi dan film. Tetapi di dalam kontek dunia jurnalistik, media massa dibagi dalam dua kelompok yakni media massa cetak dan media massa elektronika (penyiaran).
3.      Coba simak pertemuan kedua tentang Konsep Dasar Manajemen Media Massa. Antaralain disebutkan, bahwa media massa harus dikelola dengan manajemen professional dan berkualitas atau tertata, sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen dalam usaha bisnis. Disebutkan juga, manajemen media massa adalah merupakan cara, langkah dan strategi dalam mengelola, mengembangkan, menggerakkan dan merancang media massa dalam meraih atau mencapai target serta sasaran yang ingin diraih.
4.      Disamping itu dibicarakan juga tentang adanya tiga hal utama yang menjadi bidang garap manajemen media massa. Ketiga bidang garap manajemen media massa itu adalah (1) Manajemen Redaksi (meliputi SDM, manajemen kerja, perencanaan); (2) Manajemen Produksi (meliputi isian, produk, tayangan): (3) Manajemen Usaha (promosi, sirkulasi, iklan, pemasaran, dll).
5.      Coba simak pertemuan ketiga tentang Prinsip-prinsip Manajemen Media Massa. Antara lain disebutkan bahwa prinsip manajemen media massa, baik itu media massa cetak maupun media elektronika (penyiaran) dewasa ini adalah menciptakan atau melaksanakan suatu tatanan dan proses mekanisme kerja dalam meraih keberhasilan bisnis. Karena keberhasilan di sisi bisnis akan menjadi kekuatan utama bagi media massa dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya.
6.      Kemudian di dalam prinsip-prinsip manajemen media massa setidaknya ada tujuh (7) target atau keinginan yang harus diraih. (1). Meraih oplagh besar. (2). Meraih tingkat penjualan yang tinggi. (3). Meraih pelanggan dan pembaca sebanyak mungkin. (4). Meraih iklan yang banyak. (5). Kelancaran sirkulasi. (6). Dan bagi media elektronika (penyiaran) berhasil menayangkan tayangan atau memproduksi acara-acara yang digemari publik, serta meraih iklan yang banyak. (7). Mendapatkan tingkat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat.
7.      Dalam pertemuan berikutnya telah dibahas tentang sumber daya redaksi. Sumber daya redaksi yang utama itu adalah wartawan dan redaktur. Karya jurnalistik yang disajikan oleh media masa cetak (pers) itu merupakan hasil kerja wartawan. Karena itu untuk menghasilkan karya jurnalistik yang baik, menarik dan disukai pembaca, diperlukan tenaga-tenaga wartawan yang professional. Menurut Floyd G. Arpan ada lima syarat untuk bisa menjadi wartawan professional. Yakni: (1). Menguasai bahasa. (2). Mengetahui jiwa kemanusiaan. (3) Berpengetahuan luas. (4). Punya kematangan pikiran. (5). Punya ketajaman pikiran.
8.      Coba simak ulang pertemuan tentang Manajemen Berita dan Politik Media. Disebutkan antaralain tentang ada empat (4) hal utama yang menjadi perhatian dalam langkah manajemen berita. Keempat hal itu meliputi: (1) Objek (informasi/isu). (2) Sasaran (untuk siapa). (3) Tujuan (untuk apa). (4) Strategi (langkah-langkah).
9.      Simak pertemuan tentang Manajemen Perusahaan dan Produksi Media Pers. Disebutkan, di dalam bidang usaha perusahaan penerbitan pers, setidaknya terdapat enam (6) bagian. Ke-6 bagian itu meliputi: (1) Bagian Iklan. (2). Bagian Sirkulasi. (3). Bagian Keuangan. (4). Bagian Langganan/Pelayanan Pelanggan. (5). Bagian Umum. (6). Bagian Teknik.
10.  Simak pula tentang manajemen produksi media pers. Antaralain disebutkan, di dalam bidang produksi atau percetakan media pers setidaknya terdapat lima (5) bagian. Kelima bagian itu meliputi: (1). Bagian pra-cetak (setting, disain, layout dan reproduksi). (2). Bagian Cetak. (3). Bagian Perawatan Media. (4). Bagian Administrasi Keuangan. (5). Bagian Administrasi Umum.


                                                       +++++++++++++++++++++

Ada Apa di Balik Upacara Ritual Jawa?



Ada Apa di Balik Upacara Ritual Jawa?

MASYARAKAT Jawa adalah masyarakat yang penuh ritual. Di dalam sistem religi Jawa, yang masih bertahan hingga hari ini, ada keyakinan bahwa tujuan manusia dalam kehidupan bisa dicapai dengan menjalani sejumlah ‘laku batin’, ritus-ritus rohani, dan aktivitas memasrahkan diri kepada Sang Maha Pencipta.
Karena itulah, hingga hari ini masih banyak masyarakat Jawa yang mengisi perjalanan kehidupannya dengan ritus-ritus atau sejumlah ritual dan upacara. Pengaruh agama (Islam) dan kehidupan modern, tidak menggoyahkan keyakinan masyarakat Jawa terhadap pentingnya kegiatan-kegiatan ritual yang diyakini mampu menjembatani ‘komunikasi rohani’ dengan Tuhan Sang Maha Penguasa Semesta.
Dari lahir hingga mati, kehidupan orang Jawa memang dipenuhi ritual-ritual. Bahkan ketika masih berwujud janin di dalam kandungan si ibu, ritual pun sudah dilakukan demi keselamatan si janin. Upacara tingkeban atau mitoni, merupakan ritual yang dilakukan saat si janin sudah berusia tujuh bulan di dalam kandungan sang ibu. Sejumlah syarat ( biasanya jenis-jenis makanan) harus disediakan dalam slametan tingkeban atau mitoni itu. Di antaranya jenang procot.  
Sesungguhnya, ada apa di balik ritual slametan tingkeban itu? Di dalam slametan tingkeban akan disampaikan oleh pimpinan slametan doa-doa yang memohon kepada Allah agar si bayi di kandungan kelak bisa lahir dengan selamat. Dan, bila telah lahir akan menjadi anak yang nantinya bermanfaat bagi kehidupan manusia. Sedang syarat jenang procot dimaksudkan agar si bayi di kandungan dapat lahir dengan mudah dari rahim sang ibu.
Setelah lahir, si bayi akan disambut pula dengan serangkaian acara lainnya lagi. Seperti brokohan (pemberian nama), kekahan, dan tedhak siten. Ketika manusia meninggal dunia, di dalam sistem religi Jawa juga terdapat sejumlah ritual yang kesemuanya dimaksudkan agar si arwah bisa mendapatkan tempat yang layak di alam baka sana.

Ritual Kasekten
Selain menjalani ritual-ritual yang berhubungan dengan perjalanan kehidupannya, manusia Jawa juga masih setia dengan ritual-ritual yang dikaitkan dengan kasekten. Apa itu kasekten? Kasekten adalah kemampuan memiliki kekuatan yang ampuh atau sakti. Di dalam cara pandang religi Jawa, manusia sebaiknya memang harus memiliki kasekten, bila kehidupannya ingin terjaga dan terpandang. 
Menurut Koentjaraningrat, hanya orang yang kuat jasmani dan rohaninya saja yang dianggap mampu memiliki kasekten. Dan, orang Jawa menganggap kesaktian atau kasekten itu sebagai energi kuat yang dapat mengeluarkan panas, cahaya atau kilat (Lihat- Kebudayaan Jawa, Balai Pustaka, 1994). 
Kepercayaan Jawa meyakini kasekten itu selain terdapat pada bagian-bagian tertentu di dalam tubuh manusia, juga terdapat pada benda-benda di luar tubuh manusia. Kasekten pada benda-benda di luar tubuh manusia itu misalnya terdapat pada benda-benda yang diyakini sebagai benda suci atau benda pusaka.
Benda-benda suci atau benda-benda pusaka itu misalnya keris, tombak dan senjata tajam lainnya. Bahkan di dalam lingkungan istana-istana Jawa, seperti di Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta, Puro Pakualaman, maupun Puro Mangkunegaran, benda-benda pusaka itu tidak hanya sebatas keris dan tombak saja, tapi juga kereta-kereta istana (kereta kuda), bendera, gamelan, dan lainnya lagi.
Keberadaan benda-benda pusaka itu sangat dihormati. Karena itulah, di Keraton Yogyakarta misalnya, ada upacara ritual khusus membersihkan atau menjamas benda-benda pusaka tersebut. Di Keraton Yogyakarta, upacara ritual khusus membersihkan benda-benda pusaka itu diselenggarakan pada setiap bulan Jawa Syura. Ritual itu dikenal dengan sebutan siraman pusaka.
Di dalam ritual siraman pusaka itu semua benda-benda pusaka milik Keraton dibersihkan atau dimandikan, termasuk kereta-kereta istana yang tersimpan di Rotowijayan. Ada yang menarik dan unik di dalam setiap kali ritual siraman kereta-kereta pusaka di Rotowijayan tersebut. Setiap kali ada ritual siraman kereta pusaka, banyak warga yang datang untuk berebut mendapatkan sisa-sisa air siraman atau cucian kereta. Sisa-sisa air itu dimasukkan ke dalam botol atau plastik, untuk dibawa pulang. Dan, sisa-sisa air siraman itu ada yang untuk membasuh muka, campuran air mandi, bahkan ada yang diminum.
Semua itu dilakukan dengan maksud dan tujuan tertentu. Maksud dan tujuannya tentu beragam, tergantung pada kebutuhan masing-masing. Ada yang ingin terbebas dari sakit, bencana dan malapetaka. Ada yang ingin selamat dan sejahtera dalam hidupnya. Ingin tercapai cita-cita hidupnya. Dan banyak keinginan lainnya lagi.
Upacara ritual masyarakat Jawa memang menarik untuk dikaji. Beragam pertanyaan bisa muncul, di antaranya – “Ada apa di balik upacara ritual masyarakat Jawa itu?” Menariknya, kita tidak bisa begitu saja mengartikan atau menyimpulkan hanya secara harafiah. Karena ritual-ritual Jawa itu selalu syarat dengan makna-makna simbolik. Ritual Jawa itu penuh dengan simbol-simbol. Dan, penghayatan terhadap simbol-simbol itu merupakan salah satu cara orang Jawa dalam mensikapi serta menjalani kehidupannya.  (Sutirman Eka Ardhana)

Rabu, 19 Maret 2014

KISI-KISI UTS-14 MK: HUKUM DAN ETIKA JURNALISTIK KPI FAK DAKWAH UIN YOGYAKARTA



            KISI-KISI UTS-14
            MK: HUKUM DAN ETIKA JURNALISTIK
            KPI FAK DAKWAH UIN YOGYAKARTA

1. Baca ulang dan simak seputar pengertian Hukum dan Etika Jurnalistik. Pada pertemuan pertama disebutkan bahwa Hukum dan Etika Jurnalistik adalah suatu tatanan peraturan yang mengatur dan mengawasi perilaku kerja jurnalistik.
Pelanggaran terhadap hukum dan etika (kode etik) dapat berakibat pada munculnya sanksi. Pelanggaran terhadap hukum bisa berakibat munculnya sanksi secara pidana atau perdata. Sedangkan pelanggaran terhadap kode etik (etika) memunculkan sanksi secara moral, maupun sanksi administratif. Sanksi moral itu bisa bersifat sikap, penilaian dan pandangan yang diberikan masyarakat terhadap kualitas profesi yang dimiliki oleh pekerja jurnalistik (wartawan), sementara sanksi administratif diberikan oleh institusi atau lembaga pers bersangkutan.
2. Baca ulang seputar fungsi-fungsi pers. Simak bagian yang menyebutkan : Dengan fungsi-fungsinya itu sangatlah jelas bahwa pers memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap masyarakat. Bahkan, pengaruh pers itu tidak saja bersifat positif bagi masyarakat, tetapi bisa pula sebaliknya bersifat negatif. Pengaruh negatif itu misalnya bisa berbentuk adu domba antar satu kelompok dengan kelompok lainnya, menyudutkan suatu kelompok masyarakat atau keyakinan tertentu, menghina atau mencemarkan nama baik perorangan, maupun kelompok yang tanpa disertai alasan bukti nyata, menyebarluaskan paham yang menyesatkan, menyebarluaskan pornografi, dan lain sebagainya.
Untuk menghindari terjadinya hal-hal seperti itu, maka diperlukan suatu tatanan hukum dan kode etik yang mengatur dan mengawasi perilaku kerja jurnalistik atau perilaku pers, termasuk para pekerjanya atau wartawan.
3. Coba baca dan simak seputar sistem Pers Liberal yang sempat ada di Indonesia pada tahun 1950-an. Pada pertemuan ke-2 diantaranya disebutkan bahwa: Setelah kembali menjadi negara kesatuan, pers Indonesia memasuki suatu masa baru yang sebelumnya tidak pernah dialami, yakni masa berlangsungnya sistem Pers Liberal. Sejak tahun 1950 itulah pers Indonesia memasuki masa-masa atau suatu keadaan yang oleh banyak pihak serta tokoh-tokoh pers ketika itu bahkan juga sekarang ini disebut sebagai saat-saat ‘bebas dan leluasa’.
Sistem Pers Liberal yang berkembang di masa-masa itu tidak bisa melepaskan diri dari iklim dan kondisi politik yang sedang berlangsung, terutama seputar persaingan di antara sesama partai politik dalam berebut menanamkan pengaruhnya di masyarakat, maupun demi mencapai tujuan menguasai kekuasaan di dalam pemerintahan.
4. Baca dan simak lagi seputar kemerdekaan atau kebebasan pers. Pada pertemuan ke-3 disebutkan bahwa – Kebebasan pers dalam terminologi pers diartikan sebagai kebebasan mengeluarkan pikiran dan pendapat secara lisan maupun tulisan serta melalui sarana-sarana komunikasi massa (Kurniawan Junaedhie, 1991).
Kebebasan pers selalu juga diartikan sebagai kemerdekaan pers. Dalam pengertian, media pers memiliki kemerdekaan untuk menyampaikan beragam informasi kepada masyarakat (publik pembaca), sejauh informasi yang disampaikan itu merupakan perwujudan dari fungsi-fungsi yang dimiliki pers, yaitu sebagai pemberi informasi, mendidik, menghibur dan alat kontrol sosial.
5. Baca dan simak juga kembali tentang apa dan bagaimana bentuk kebebasan atau kemerdekaan pers di Indonesia. Dalam materi ini disebut bahwa - Apa dan bagaimana bentuk kebebasan pers atau kemerdekaan pers di Indonesia sekarang ini sudah disebut secara jelas di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Pasal 2 UU tersebut menegaskan: Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Ketentuan mengenai kebebasan pers atau kemerdekaan pers itu semakin jelas dan tegas tertera di dalam pasal 4 UU No. 40 Tahun 1999.
 Pasal 4 ini menyatakan:
                   1.      Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga Negara.
                   2.      Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan
                          penyiaran.
                   3.      Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari,
                          memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
                   4.      Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hokum, wartawan
                          mempunyai Hak Tolak.

 6.Baca ulang dan simak seputar materi “Hak Hukum dan Kewajiban Pers. Di dalam materi ini disebutkan bahwa – dalam melakukan aktivitas kerja jurnalistik atau melaksanakan fungsi-fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan alat kontrol sosial pers memiliki hak-hak hukum dan kewajiban secara hukum.
 Hak-hak hukum adalah hak-hak yang dimiliki pers dalam menegaskan serta memperkokoh posisi dan eksistensinya sebagai lembaga social dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik.
7. Baca ulang juga tentang hak-hak hukum yang dimiliki pers. Dalam pertemuan disebutkan bahwa hak-hak hukum yang dimiliki pers itu meliputi:
            1. Hak mendapatkan kebebasan atau kemerdekaan pers sebagai bagian
                dari Hak Asasi Manusia.
            2. Hak untuk tidak disensor, dibredel atau dilarang menyiarkan.
            3. Hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan
                informasi.
                              4.      Hak Tolak.

8. Baca ulang seputar Hak Jawab. Dalam materi antaralain disebutkan bahwa Hak Jawab adalah hak yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

9. Baca ulang tentang Delik Pers. Dalam materi disebutkan - Delik Pers adalah perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman, karena pelanggaran yang berkaitan dengan penerbitan pers. Delik Pers dapat juga disebut sebagai perbuatan pidana yang dilakukan dengan pengumuman atau penyebarluasan pikiran melalui penerbitan pers.

10. Disebutkan di dalam materi, bahwa Delik Pers dapat dibagi dalam lima kelompok.
      1. Kejahatan terhadap ketertiban umum. Melanggar pasal 154, 155, 156 dan 157
          KUHP.
      2. Kejahatan penghinaan.
          Kejahatan penghinaan dibagi dua kelompok.
          1. Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden. Diancam pasal 134 dan 137
              KUHP. Termasuk juga penghinaan terhadap penguasa atau badan umum.
                Diancam pasal 207, 208 dan 209 KUHP.
            2. Penghinaan umum. Diancam pasal 310 dan 315 KUHP.
        3. Kejahatan melakukan penghasutan. Diancam pasal 160 dan 161 KUHP.
        4. Kejahatan menyiarkan kabar bohong. Diancam pasal XIV dan XV UU No. 1
            Tahun 1946 (yang mengganti pasal 171 KUHP).
        5. Kejahatan kesusilaan. Diancam pasal 282 dan 533 KUHP.

Rabu, 05 Maret 2014

Kisah Kesetiaan Cinta Seorang Selir (5-Habis) Setahun Menunggui Makam Sri Paku Buwono X

              Kisah Kesetiaan Cinta Seorang Selir (5-Habis)
           Setahun Menunggui Makam Sri Paku Buwono X
 SEMENJAK menjadi garwo ampil atau selir, satu hal yang ditakutkan dan tidak diinginkan oleh RAy Laksminto Rumi adalah berpisah dengan Sri Susuhunan Paku Buwono X. Sekalipun dirinya hanyalah seorang garwo ampil, tapi rasa cinta dan kasih serta pengabdiannya kepada Susuhunan tidaklah kalah dengan Permaisuri. Ia sangat mencintai dan mengasihi Sang Raja, yang sekaligus juga suaminya itu. Karena itulah ia sama sekali tidak ingin berpisah atau jauh dari keberadaan Susuhunan.
Namun suatu hari hal yang ditakutkannya itu terjadi. Hal itu bermula ketika suatu pagi Susuhunan tidak keluar dari kamar peraduannya. Padahal, sebagaimana pagi-pagi biasanya, RAy Laksminto Rukmi sudah mempersiapkan segala sesuatu perlengkapan mandi Susuhunan. Bahkan, sejak pagi lagi ia sudah menunggu di dekat kamar mandi, seperti yang dilakukannya setiap pagi.
Ada apa gerangan? Kenapa Sinuwun tidak keluar dari kamarnya? Apakah Sinuwun sakit? Atau apa? Berbagai pertanyaan seperti berkecamuk di hati RAy Laksminto. Tapi mendadak ia ingat dengan apa yang dikatakan Susuhunan saat bertemu terakhir sehari sebelumnya. “Aku tidak mau diganggu selama tujuh hari. Jangan temui aku. Jangan layani aku. Biarkan aku sendiri,” kata-kata ini yang diucapkan Susuhunan kepadanya. Ada apa di balik kata-kata itu?
Berhari-hari Susuhunan berada di kamar peraduannya, ditemani Sang Permaisuri. Berhari-hari itu pula RAy Laksminto Rukmi didera perasaan rindu ingin bertemu, dan ingin memandang wajah Susuhunan. Dan, berhari-hari itu pula hatinya dicekam rasa gelisah serta resah. Serta berhari-hari pula beruntun tanya dalam hatinya tak kunjung terjawabkan. Mengapa? Mengapa Sinuwun tak juga kunjung keluar dari kamarnya? Mengapa hanya Permaisuri yang menungguinya?
Jawaban dari pertanyaan itu baru diperoleh RAy Laksminto ketika pada hari ketujuh ia dipanggil untuk masuk ke dalam kamar Susuhunan. Begitu dipanggil, tanpa membuang waktu barang sedetik pun ia langsung bergegas menuju ke kamar Susuhunan. Begitu terkejut dan terharu hatinya ketika melihat kondisi Susuhunan yang terbaring lemah di atas peraduannya. Sang Raja, yang juga suaminya itu, terbaring sakit. Dalam waktu yang singkat, penyakit itu telah menggerogoti kegagahan tubuh Susuhunan.
Dengan suara pelan Susuhunan menyuruhnya untuk mendekat. Dengan rasa pedih yang dalam, dan air mata yang tertahan, ia mendekat. Ketika itulah, dengan suara lirih Susuhunan berkata kepadanya, “Aku kok sudah dijemput. Waktuku sudah tiba. Tapi, aku belum bisa membalas kebaikanmu. Aku tetap akan menjagamu dan melindungimu selama hidupmu.”
Mendengar kata-kata Susuhunan seperti itu, ingin rasanya RAy Laksminto Rukmi menjerit dan menangis sekeras-kerasnya. Kata-kata yang diucapkan Susuhunan itu penuh dengan isyarat, penuh dengan tanda-tanda. Kata-kata Susuhunan itu sebagai pertanda bahwa hal yang sangat ditakutkannya yakni berpisah dengan Susuhunan akan tiba. Tetes air mata pun mengalir di pipinya. Tapi, dengan suara tertahan, Susuhunan masih sempat meminta agar dirinya tidak menangis.

Susuhunan Wafat
Allah benar-benar menginginkan Susuhunan pulang keharibaan-Nya. Susuhunan wafat. Seluruh penghuni Keraton Surakarta dan segenap rakyatnya berduka. Permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Hemas, serta RAy Laksminto Rukmi dan para garwo ampil lainnya berduka. Semua meneteskan air mata. Semua meratap. Semua bersedih. Sang Raja, pemimpin yang disegani dan dihormati itu telah pulang ke kehidupan yang abadi. Akan halnya RAy Laksminto Rukmi, sekalipun kepedihan dalam hatinya tak mampu dilukiskan dengan kata-kata, tapi ia tetap mencoba bertahan tidak menangis. Karena itulah pesan dan permintaan terakhir Susuhunan kepadanya, yakni jangan menangis.
Hampir semua penghuni Keraton Surakarta mengantarkan Susuhunan ke tempat peristirahatannya yang terakhir di komplek pemakaman raja-raja Mataram di Imogiri, Yogyakarta. RAy Laksminto berusaha untuk tetap tegar, tetap tabah, ketika melihat jenazah Susuhunan diusung ke tempat pemakaman, meskipun sesungguhnya hatinya sangat berduka, dan tersayat perih.
Semenjak Susuhunan dimakamkan, RAy Laksminto Rukmi menjalani hari-hari dalam kesunyian dan kerinduan. Sekalipun ia berada di dalam lingkungan Keraton, tapi ia merasakan bagai tinggal di tengah-tengah hamparan kesunyian yang panjang dan luas. Hari-harinya pun dibalut rasa rindu yang dalam kepada Susuhunan. Rindu menatap wajahnya. Rindu mendengar kata-kata Susuhunan yang berwibawa. Rindu mendampingi Susuhunan, seperti manakala Susuhunan tak bisa tidur di malam hari.
Tak mampu menahan desakan rasa rindunya, beberapa hari setelah pemakaman, RAy Laksminto Rukmi berangkat lagi ke Imogiri untuk menziarahi makam Susuhunan. Begitu sampai, ia langsung duduk bersimpuh dan bersujud di depan pusara Susuhunan. Ia berdoa sekaligus memasrahkan diri. Seakan-akan ia sedang menanti perintah atau titah dari Susuhunan yang sudah terbaring di pemakaman Imogiri yang sunyi dan teduh itu.
Ketika berada di depan pusara itulah, kembali membayang berbagai peristiwa manis dan penuh kesan yang dialaminya semenjak ia masuk ke dalam kehidupan Keraton. Ia ingat bagaimana Susuhunan selalu memberikan perhatian dan memujinya, manakala menyaksikannya menari bersama para penari Keraton lainnya. Dan, peristiwa paling berkesan dalam hidupnya yaitu saat menerima surat dari Susuhunan yang menetapkan dirinya menjadi salah seorang garwo ampil, itupun kembali membayang.
RAy Laksminto Rukmi terpekur. Ia menyadari betapa besar perhatian yang telah diberikan Susuhunan kepadanya. Namun, ia menyadari belum bisa melakukan apa-apa untuk membalas semua perhatian serta curahan kasih sayang dari Susuhunan itu. Tiba-tiba terbersit keinginannya untuk membalas semua perhatian dan kebaikan itu dengan tinggal atau menunggui makam Susuhunan di Imogoro selama setahun.
Keinginan itu benar-benar dijalankannya. Dengan hati yang bulat, RAy Laksminto Rukmi ingin menunjukkan bakti dan pengabdiannya kepada Susuhunan dengan menunggui makam Susuhunan selama setahun. Betapa mulya hatinya, dan betapa besar kesetiaan cintanya kepada Susuhunan, sehingga ia rela tinggal dalam kesunyian perbukitan Imogiri, menunggui makam Susuhunan Paku Buwono X. 
 (sutirman eka ardhana/kar)

(1) PASAR KEMBANG Wajah Yogya yang Buram

          (1)
          PASAR KEMBANG
          Wajah Yogya yang Buram 
            Oleh: Sutirman Eka Ardhana dan Heniy Astiyanto

            MALAM baru saja turun di Yogya. Jalan Pasar Kembang yang membentang dari timur ke barat di sebelah selatan Stasiun Kereta Api Tugu itu tampak ramai. Pemakai lalu-lintas dengan kendaraannya masing-masing bagai saling memburu malam yang dinginnya mulai terasa. Kendaraan-kendaraan itu kemudian membelok ke selatan dan hilang di jalan Malioboro.
            Tak hanya di jalanan. Kesibukanpun terlihat di sebelah utara jalan, di deretan warung-warung dan kios-kios penjual pakaian bekas. Seorang lelaki muda merangkul wanita yang juga muda dengan rambut tergerai sebahu menyeberang dari selatan dan masuk ke sebuah warung.
            Sementara di selatan jalan, lagu It's Only Make Believe, sebuah lagu lama yang dinyanyikan Conway Twitt berkumandang dari sebuahn pub. Tak jelas siapa yang menyanyikannya. Mungkin penyanyi di pub itu atau pengunjung pub yang sengaja mendendangkan suaranya di depan para tamu lainnya. Tapi yang jelas, suara lelaki yang menyanyikan lagu itu merdu juga.
            Beberapa belas meter di sebelah barat pub, tiga wanita muda tampak sedang bercanda gembira. Dandanan mereka tampak menor. Salah seorang di antaranya, yang rambutnya sebatas tengkuk mengenakan T-Shirt warna merah dan celana panjang model mutakhir berwarna gelap dengan tas tergantung di pundak kirinya. Entah apa yang dijadikan bahan canda mereka.
            Sekitar sepuluh meter dari ketiga wanita itu, di sebelah barat, seorang lelaki separuh baya berteriak, "Nik, kamu mau ke mana? Nanti kalau ada tamu yang mencari bagaimana?"
            "Tidak ke mana-mana kok, Pak. Cuma mau lihat suasana di jalan saja. Sebentar lagi saua sudah masuk ke dalam," jawab wanita yang mengenakan T-Shirt warna merah dan celana panjang yang ternyata bernama Nik itu.
            Tak seberapa jauh di sebelah barat lelaki yang berteriak itu terdapat sebuah gang yang masuk ke selatan. Di mulut gang ada sebuah gapura kecil, dan dua lelaki berusia sekitar empatpuluh tahunan berdiri di depannya. Tampaknya ada yang sedang mereka tunggu.
            Betul juga. Seorang lelaki muda yang datang dari arah timur berhenti depan gapura. Lantas dengan cekatan, salah seorang dari dua lelaki yang sedang bersandar di tiang gapura itu mendekat.
            "Mas, mau cari hiburan di dalam? Kalau mau, mari saya carikan. Jangan khawatir, pokoknya yang ada di dalam Pasar Kembang ini ditanggung memuaskan. Ada yang baru datang, Mas. Dari Semarang dan Jepara. Pokoknya, ditanggung siip!" kata-kata dari mulut lelaki itu keluar beruntun.
            Tak jelas apa yang dikatakan lelaki muda itu. Tapi kemudian ia melangkah masuk ke dalam gang diikuti lelaki yang mencegatnya di depan gapura. Dan beberapa menit kemudian, tubuh lelaki muda itupun hilang di balik tikungan gang, yang di dalamnya tergelar sosok lain dari warna kehidupan.
***
            GANG yang terkesan agak sempit itu memang menuju ke kawasan yang oleh lelaki di depan gapura tersebut disebut "Pasar Kembang".
            Pasar Kembang, inilah sebuah 'perkampungan' yang tak kalah populernya dengan Malioboro. Di Yogya, siapa yang tak kenal Malioboro, jalan yang penuh kebanggaan itu? Wajah Yogya yang asri, penuh damai, penuh pesona dan penuh keramahan, semua tercermin di Malioboro.
            Nama Pasar Kembang sejak puluhan tahun lalu terlanjur mematrikan kesan 'kelam' buat Yogya. Di kawasan ini pulalah, desah kehidupan Yogya yang 'hitam' menggeliat bersama aktivitas kehidupan lainnya.
            Kita selama ini seakan mempunyai kesepakatan untuk memandang dan berpendapat bahwa kehidupan yang hitam merupakan perilaku sosial yang menyimpang dari norma-norma sosial yang ada. Dan, pelacuran atau bisnis seks, merupakan salah satu dari perilaku sosial yang menyimpang itu.
            Ada ahli yang mengatakan, pelacuran atau prostitusi merupakan bentuk budaya manusia yang tergolong tua. Bahkan ada pula yang bilang, penyelewengan seks dengan beragam bentuk dan caranya, berusia sama tuanya dengan lembaga perkawinan yang dikenal dan dihormati manusia hingga kini.
            Di Yogya, bukanlah berlebihan bila ada yang mengatakan, bentuk penyelewengan seks sudah muncul bersamaan dengan lahirnya kota ini sekitar duaratus tahun lebih yang lalu. Tapi, munculnya Pasar Kembang sebagai kawasan khusus yang menyediakan wanita untuk 'komoditi jasa' yang pelayanan seksnya dihargai dengan lembaran uang itu baru terlihat pada beberapa puluh tahun terakhir.
            Jalan Pasar Kembang memang berada di kawasan Pasar Kembang. Tetapi, yang disebut kawasan Pasar Kembang, yang terletak persis di seberat barat jalan Malioboro itu, merupakan 'perkampungan' yang arealnya terdapat di wilayah kampung Sosrowijayan Kulon. (bersambung)