Ada Apa di Balik Upacara Ritual Jawa?
MASYARAKAT Jawa adalah masyarakat yang penuh ritual. Di dalam sistem
religi Jawa, yang masih bertahan hingga hari ini, ada keyakinan bahwa tujuan
manusia dalam kehidupan bisa dicapai dengan menjalani sejumlah ‘laku batin’,
ritus-ritus rohani, dan aktivitas memasrahkan diri kepada Sang Maha Pencipta.
Karena itulah, hingga hari ini masih banyak masyarakat Jawa yang mengisi
perjalanan kehidupannya dengan ritus-ritus atau sejumlah ritual dan upacara.
Pengaruh agama (Islam) dan kehidupan modern, tidak menggoyahkan keyakinan
masyarakat Jawa terhadap pentingnya kegiatan-kegiatan ritual yang diyakini
mampu menjembatani ‘komunikasi rohani’ dengan Tuhan Sang Maha Penguasa Semesta.
Dari lahir hingga mati, kehidupan orang Jawa memang dipenuhi
ritual-ritual. Bahkan ketika masih berwujud janin di dalam kandungan si ibu,
ritual pun sudah dilakukan demi keselamatan si janin. Upacara tingkeban atau mitoni, merupakan ritual yang dilakukan saat si janin sudah berusia
tujuh bulan di dalam kandungan sang ibu. Sejumlah syarat ( biasanya jenis-jenis
makanan) harus disediakan dalam slametan
tingkeban atau mitoni itu. Di
antaranya jenang procot.
Sesungguhnya, ada apa di balik ritual slametan tingkeban itu? Di dalam
slametan tingkeban akan disampaikan oleh pimpinan slametan doa-doa yang memohon
kepada Allah agar si bayi di kandungan kelak bisa lahir dengan selamat. Dan,
bila telah lahir akan menjadi anak yang nantinya bermanfaat bagi kehidupan
manusia. Sedang syarat jenang procot dimaksudkan agar si bayi di kandungan
dapat lahir dengan mudah dari rahim sang ibu.
Setelah lahir, si bayi akan disambut pula dengan serangkaian acara
lainnya lagi. Seperti brokohan
(pemberian nama), kekahan, dan tedhak siten. Ketika manusia meninggal
dunia, di dalam sistem religi Jawa juga terdapat sejumlah ritual yang
kesemuanya dimaksudkan agar si arwah bisa mendapatkan tempat yang layak di alam
baka sana.
Ritual Kasekten
Selain menjalani ritual-ritual yang berhubungan dengan perjalanan
kehidupannya, manusia Jawa juga masih setia dengan ritual-ritual yang dikaitkan
dengan kasekten. Apa itu kasekten? Kasekten adalah kemampuan memiliki kekuatan yang ampuh atau sakti.
Di dalam cara pandang religi Jawa, manusia sebaiknya memang harus memiliki kasekten, bila kehidupannya ingin
terjaga dan terpandang.
Menurut Koentjaraningrat, hanya orang yang kuat jasmani dan rohaninya
saja yang dianggap mampu memiliki kasekten. Dan, orang Jawa menganggap kesaktian
atau kasekten itu sebagai energi kuat
yang dapat mengeluarkan panas, cahaya atau kilat (Lihat- Kebudayaan Jawa, Balai Pustaka, 1994).
Kepercayaan Jawa meyakini kasekten itu selain terdapat pada bagian-bagian
tertentu di dalam tubuh manusia, juga terdapat pada benda-benda di luar tubuh
manusia. Kasekten pada benda-benda di luar tubuh manusia itu misalnya terdapat
pada benda-benda yang diyakini sebagai benda suci atau benda pusaka.
Benda-benda suci atau benda-benda pusaka itu misalnya keris, tombak dan
senjata tajam lainnya. Bahkan di dalam lingkungan istana-istana Jawa, seperti
di Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta, Puro Pakualaman, maupun Puro
Mangkunegaran, benda-benda pusaka itu tidak hanya sebatas keris dan tombak
saja, tapi juga kereta-kereta istana (kereta kuda), bendera, gamelan, dan
lainnya lagi.
Keberadaan benda-benda pusaka itu sangat dihormati. Karena itulah, di
Keraton Yogyakarta misalnya, ada upacara
ritual khusus membersihkan atau menjamas benda-benda pusaka tersebut. Di
Keraton Yogyakarta, upacara ritual khusus membersihkan benda-benda pusaka itu
diselenggarakan pada setiap bulan Jawa Syura. Ritual itu dikenal dengan sebutan
siraman pusaka.
Di dalam ritual siraman pusaka itu semua benda-benda pusaka milik Keraton
dibersihkan atau dimandikan, termasuk kereta-kereta istana yang tersimpan di
Rotowijayan. Ada
yang menarik dan unik di dalam setiap kali ritual siraman kereta-kereta pusaka
di Rotowijayan tersebut. Setiap kali ada ritual siraman kereta pusaka, banyak
warga yang datang untuk berebut mendapatkan sisa-sisa air siraman atau cucian
kereta. Sisa-sisa air itu dimasukkan ke dalam botol atau plastik, untuk dibawa
pulang. Dan, sisa-sisa air siraman itu ada yang untuk membasuh muka, campuran
air mandi, bahkan ada yang diminum.
Semua itu dilakukan dengan maksud dan tujuan tertentu. Maksud dan
tujuannya tentu beragam, tergantung pada kebutuhan masing-masing. Ada yang ingin terbebas
dari sakit, bencana dan malapetaka. Ada
yang ingin selamat dan sejahtera dalam hidupnya. Ingin tercapai cita-cita
hidupnya. Dan banyak keinginan lainnya lagi.
Upacara ritual masyarakat Jawa memang menarik untuk dikaji. Beragam
pertanyaan bisa muncul, di antaranya – “Ada
apa di balik upacara ritual masyarakat Jawa itu?” Menariknya, kita tidak bisa
begitu saja mengartikan atau menyimpulkan hanya secara harafiah. Karena
ritual-ritual Jawa itu selalu syarat dengan makna-makna simbolik. Ritual Jawa
itu penuh dengan simbol-simbol. Dan, penghayatan terhadap simbol-simbol itu
merupakan salah satu cara orang Jawa dalam mensikapi serta menjalani
kehidupannya. (Sutirman Eka Ardhana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar