Selasa, 18 Februari 2014

Kisah Kesetiaan Cinta Seorang Selir (4) Kandungannya Menghilang di Usia 9 Bulan


                                                              RAy Laksminto Rukmi(ft: rep)



Kisah Kesetiaan Cinta Seorang Selir (4)
Kandungannya Menghilang di Usia 9 Bulan

KEDEKATAN RAy Laksminto Rukmi dengan Susuhunan menjadi lebih dekat lagi, ketika ia kemudian ditunjuk menjadi perias sang Raja, mengganti Pangeran Pati yang meninggal dunia. Dengan menjadi perias Raja, maka praktis setiap hari ia selalu berdekatan dengan Susuhunan. Setiap pagi, setelah Susuhunan selesai mandi, ia pun segera menyisiri dan menata rambut Susuhunan serapi mungkin. Setelah itu ia pun membantu Susuhunan mengenakan pakaian, baik ketika mengenakan pakaian biasa maupun saat mengenakan pakaian kebesaran raja. Ia benar-benar diberi tugas dan tanggungjawab untuk merapikan penampilan Susuhunan dalam kesehariannya. Tidak hanya merapikan rambut, tapi juga mencukur kumis dan alis Susuhunan.
Susuhunan merasa cocok dan senang sekali dengan semua yang dikerjakan RAy Laksminto Rukmi. Kata-kata manis dan pujian berulangkali diberikan Susuhunan kepadanya.
Bagi para garwo ampil atau selir, kehamilan adalah saat-saat yang paling ditunggu. Mengandung bayi dari seorang raja yang dihormati, adalah suatu kehormatan dan anugerah yang tak ternilai. Kegembiraan dan saat-saat membahagiakan seperti itu datang pada diri RAy Laksminto Rukmi. Ia hamil. Wajah Susuhunan berseri-seri, ketika kabar kehamilan itu disampaikan kepadanya. Susuhunan benar-benar tampak gembira dan bahagia.
Kebetulan dari permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Hemas, Susuhunan belum mendapatkan seorang putera mahkota. Diam-diam Raden Ayu Laksminto berharap, agar bayi dalam kandungannya adalah lelaki. Maka segala persiapan telah dilakukannya untuk menyambut kehadiran sang bayi, yang anak seorang raja, dari dalam kandungannya, Kamarnya sudah dipenuhin beragam perlengkapan bayi, dari tempat tidur mungil dan indah, baju-baju cantik dan seperangkat mainan.
Tapi harapan dan kegembiraannya mendadak sirna ketika kandungannya justru sudah mencapai usia sembilan bulan. Suatu keanehan dan keganjilan mendadak terjadi. Tiba-tiba perutnya merasakan sakit dan mulas yang sangat. Suster dan dokter yang ditugaskan khusus untuk membantunya melahirkan sudah merasa yakin bahwa waktu melahirkan sudah tiba.
Lalu, dalam keadaan terbaring di tempat tidur, mendadak ia melihat jelas iring-iringan orang membawa perlengkapan bayi yang sungguh indah. Iring-iringan itu terus berjalan ke arah Timur, seperti sedang menuju ke arah Gunung Lawu. Ia tergagap, ketika iring-iringan itu mendadak hilang dari pandangannya. Dalam waktu bersamaan pula, ia merasakan perutnya menjadi ringan, dan sangat ringan. Ia pun terkejut, saat menyadari perutnya tidak lagi membesar, tapi sudah mengempes. Ya, kandungannya mengempes. Kandungannya menghilang.
“Kemana kandunganku? Kemana bayiku?” ia bertanya berulangkali. Tapi tidak seorang pun yang berani menjawab. Dokter dan suster yang merawatnya juga tidak mampu memberikan jawaban yang jelas. Semua tercengang. Semua takut, dan tak berdaya.
Untunglah Raden Ayu Laksminto kemudian menyadari, bila Allah menghendaki, apa pun bisa terjadi. Susuhunan sempat kecewa manakala dikabari peristiwa tersebut.    Semula Susuhunan juga terkejut, tapi kemudian ia sadar akan kemungkinan terjadinya hal-hal aneh seperti itu. Apalagi sebelumnya, sang permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Hemas juga pernah punya pengalaman yang sama.

Ditunggui Sang Raja
Kebahagiaan di hati RAy Laksminto Rukmi tidak berapa lama kemudian datang
 lagi. Ia kembali hamil. Untuk kehamilannya yang kedua ini ia benar-benar menjaganya dengan penuh hati-hati. Ia tidak ingin kehilangan bayinya lagi. Hal yang sama ternyata dirasakan juga oleh Sri Susuhunan. Bahkan ketika ia akan melahirkan, Susuhunan ikau menunggui. Susuhunan tak sekadar datang menunggui, tapi juga memberi dorongan dan semangat agar dirinya kuat dalam melahirkan.
Doanya dan doa Susuhunan dikabulkan. Bayi lelaki yang dikandungnya lahir selamat. Tanpa membuang waktu, Susuhunan langsung memberi nama sang bayi lelaki yang mungil itu dengan nama Panji Anom.
Namun kebahagiaan dan kegembiraan di hati RAy Laksminto Rukmi karena telah hadirnya seorang buah hati tidak berlangsung lama . Ketika sedang lucu-lucunya di usia delapan bulan, Panji Anom kemudian meninggal dunia. Ia berhari-hari meratapi kepergian sang buah hati, yang merupakan buah kasihnya dengan Susuhunan itu. Hal yang sama juga terjadi pada diri Susuhunan. Susuhunan tampak terpukul dan kecewa sekali.
Akan tetapi Susuhunan kemudian dapat meredakan kekecewaan hatinya, setelah menyadari bahwa sebelumnya jauh-jauh hari firasat itu sudah diterimanya. Susuhunan bercerita apa adanya kepada RAy Laksminto Rukmi, beberaaa waktu menjelang Panji Anom dilahirkan ia sudah menerima firasat itu. Seekor burung gagak besar datang ke Keraton dan kemudian berbicara kepada Susuhunan. “Aku ini suruhan Sultan Agung. Puteramu yang dikandung Ayu Laksminto Rukmi itu seorang lelaki, tetapi tidak akan berusia lama,” kata burung gagak itu. Firasat itu mempu meredakan atau mengobati kekecewaan di hati Susuhunan dan Raden Ayu Laksminto Rukmi.  (Sutirman Eka Ardhana) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar