Selasa, 15 Oktober 2013

Pertemuan 7 MENGHAYATI DAN MENGKRITISI FILM


         Pertemuan 7
         MK: Sinematografi

MENGHAYATI DAN MENGKRITISI FILM

            SEPERTI halnya karya-karya seni yang lain, film sebagai salah satu media komunikasi dan karya seni juga membutuhkan ‘uluran tangan’ kritikus. Diakui atau tidak, keberhasilan suatu film dalam menarik perhatian atau minat masyarakat untuk menontonnya, tidak jarang terjadi karena pengaruh tulisan-tulisan para kritikus film lewat resensinya di media massa.
Anda ingin menjadi kritikus film? Menganalisa, mengkaji atau mengkritik suatu film bukanlah langkah yang mudah. Sebab, sebelum mampu menganalisa dan mengkritiknya, terlebih dulu kita dituntut untuk mampu menghayati film tersebut secara menyeluruh.
Kita tidak hanya harus mampu menghayati jalan atau alur cerita yang disajikan, tapi juga layaknya ‘peneliti’ bisa menyeruak lebih ‘dalam’ untuk menghayati, memahami dan mengetahui semua hal serta unsur-unsur yang mendukung keberadaan film tersebut. Di antaranya: gaya sutradara, unsur-unsur simbolisme dalam cerita, karakterisasi, konflik, setting, komposisi sinematik, editing, peran suara, musik, akting para pemerannya, dan sejumlah hal lainnya.
Tanpa bisa melakukan semuanya itu, janganlah mencoba-coba untuk menjadi kritikus film. Janganlah hanya menonton secara sambil lalu dan kemudian cepat-cepat menyimpulkan, sebab hal itu tidaklah akan menghasilkan suatu hasil penghayatan dan pemahaman yang dalam terhadap apa yang sesungguhnya ingin disampaikan oleh film tersebut ke publik.
Satu hal yang harus dipahami pula bahwa kritikus film bisa menjadi penyaring apakah suatu film itu memang layak ditonton oleh masyarakat atau tidak. Kalau suatu film menyampaikan pesan yang bisa berbahaya bagi kehidupan masyarakat, misalnya menyebarkan ajaran sesat, mengembangkan cara berpikir atau tingkah laku yang merusak, dan lain-lainnya yang merugikan, di sinilah kritikus film harus memainkan perannya. Kritikus bisa memberitahu masyarakat tentang ancaman-ancaman yang merugikan dari film tersebut. Dengan kata lain, kritikus bisa berperan sebagai pelindung dan pembela masyarakat agar terhindar dari bahaya yang diakibatkan oleh tayangan film. 

Menghayati Cerita
Untuk menganalisa suatu film, langkah awal yang harus dilakukan adalah menghayati ceritanya. Sederhana saja, sebuah film akan menarik perhatian penonton bila ceritanya bagus.
Joseph M. Boggs dalam “The Art of Watching Film” (Cara Menilai Sebuah Film – terjemahan Asrul Sani) menyatakan, sebuah cerita yang bagus itu memiliki sejumlah kriteria, yakni: bisa masuk akal, menarik, mengandung suspense atau ketegangan, ada unsur action, bersahaja tapi sekaligus kompleks, dan menahan diri dalam mengolah materi emosional.

Bisa masuk akal – Logika ‘kebenaran’ atau bisa masuk akal adalah sesuatu yang harus menjadi pegangan bila kita ingin menyelusuri atau ‘masuk lebih jauh’ ke dalam film tersebut. Di dalam film, ‘kebenaran’ itu setidaknya dapat tampil dalam tiga cara, yakni: kebenaran yang secara lahiriah dapat dilihat; kebenaran batin dari sifat manusia; dan kemiripan artistik dari ‘kebenaran’.
Kebenaran yang secara lahiriah dapat dilihat adalah merupakan ragam kebenaran yang secara umum banyak ditemukan pada cerita-cerita film. Apa yang diceritakan di dalam film tersebut merupakan hal-hal yang banyak ditemukan atau memiliki kesamaan dengan cerita-cerita yang terjadi di dalam kehidupan manusia.
Kebenaran batin dari sifat manusia adalah ‘kebenaran’ yang dipaksakan untuk hadir, meskipun sesungguhnya tidak selalu ‘kebenaran’ seperti itu terwujud di dalam kehidupanmanusia. ‘Kebenaran’ yang disajikan hanyalah semata untuk memberikan rasa senang, puas dan bahagia pada batin penontonnya. Misalnya, ‘kebenaran’ bahwa kebaikan pasti akan selalu mengalahkan kejahatan, orang-orang baik dan benar akan selalu menang sedangkan orang-orang jahat pasti akan kalah. Atau cinta sejati pasti akan mampu menyingkirkan halangan apapun, dan meraih kebahagiaan.
Kemiripan artistik dari ‘kebenaran’ adalah merupakan kepiawaian atau keterampilan pembuat film dalam menjadikan sesuatu yang sesungguhnya berlawanan dengan logika (tidak masuk akal) menjadi tontonan yang ‘dipercaya’ oleh penontonnya. Pembuat film atau sutradara berhasil membawa penonton untuk keluar dari alam nyata dan masuk ke dalam alam imajiner.
Menarik – Cerita film yang bagus adalah cerita yang mampu menarik, mengikat dan ‘memenjarakan’ perhatian penontonnya. Dari awal sampai akhir cerita, penonton merasa terus terbawa ke dalam alur cerita. Pengertian menarik tentu tidak bisa disamakan kepada beragam sifat dan kecenderungan penonton. Sebab, setiap orang punya sifat dan pilihan yang berbeda satu sama lain dalam hal jenis film yang disukai.
Tapi yang pasti, menarik yang kita inginkan adalah film itu tidak membosankan saat disaksikan.

Suspense (Ketegangan) – Cerita film yang bagus adalah cerita yang mampu menghadirkan unsur suspense atau ketegangan ke hadapan penontonnya.
Menurut Joseph M. Boggs, unsur ketegangan ini menciptakan suatu keadaan dimana perhatian penonton menjadi lebih tinggi dengan jalan menggugah rasa ingin tahu. Biasanya dengan jalan ‘menyinggung’ kemungkinan apa yang terjadi tanpa mengungkapkannya sema sekali.
Ketegangan ini pun dapat ditampilkan dengan cara menahan sejumlah informasi yang dapat memberikan jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan dramatik yang ditimbulkan oleh cerita, lalu membiarkan pertanyaan yang tidak terjawab itu mengambang jauh.

Action (Gerak) – Cerita film yang menarik harus memiliki unsur action atau gerak. Akan tetapi harus diingat, bahwa action tidak terbatas pada gerakan fisik seperti berlari, terjun, perkelahian dan semacamnya, namun juga bisa bersifat batiniah,psikologis dan emosional.

Bersahaja tapi sekaligus kompleks – Cerita film yang bagus adalah cerita yang mampu tampil secara bersahaja. Bersahaja dalam pengertian tidak berlebih-lebihan, dan sesuai dengan batas waktu yang ada. Meskipun bersahaja tapi cerita itu harus pula memiliki kompleksitas.
Artinya, cerita itu tidak hanya mampu memberikan sinyal-sinyal atau tanda-tanda kepada penonton tentang bagaimana akhir dari cerita tersebut, tapi juga mampu menumbuhkan atau membangkitkan rasa keingintahuan, takjub, mengejutkan atau hal-hal yang tidak terduga.
Menahan diri dalam mengolah materi emosional – Cerita film yang baik adalah cerita film yang mampu menahan diri dalam mengolah materi emosional. Meskipun emosional penonton merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi sebuah film, tapi cerita film tidak bisa dengan ‘sewenang-wenang’ atau tidak bisa berbuat sesuka hati dalam menarik maupun menguasai emosi penonton tersebut.
Cerita film harus mampu menahan diri untuk tidak memanipulasi emosi penonton dengan menempuh cara apapun. Emosi penonton haruslah dimanipulasi dengan cara yang jujur dan sesuai cerita yang ditampilkan.

Gaya Sutradara
Gaya sutradara merupakan hal yang cukup penting untuk kita ketahui bila ingin menganalisa sebuah film.
Apa yang dimaksud dengan gaya sutradara? Gaya sutradara yang dimaksud tentu bukanlah bagaimana gayanya berjalan, gayanya bertutur-sapa atau gayanya ketika berhadapan dengan orang lain. Secara sederhana, gaya sutradara dapat diartikan sebagai gaya atau cara sutradara dalam mengutarakan pribadinya yang unik melalui bahasa media film.
Menurut Joseph M. Boggs, sebelum melakukan analisa dari unsur-unsur yang terpisah-pisah, yang mengungkapkan sesuatu gaya dalam sebuah film, ada baiknya kita terlebih dulu membuat sebuah pengamatan umum tentang film sebagai suatu keseluruhan.
Dalam analisa menyeluruh secara umum, menurut Boggs, kita perlu mempertimbangkan terlebih dulu mana yang dari istilah-istilah berikut ini yang dapat dipergunakan untuk melukiskan secara tepat apa yang menjadi titik berat oleh sebuah film:
1.      Intelektual dan rasional atau emosional dan sesuai.
2.      Tenang dan lengang atau cepat dan menggairahkan.
3.      Dipoles dan licin atau kasar dan mentah.
4.      Dingin dan obyektif atau hangat dan subyektif.
5.      Biasa dan usang atau segar, unik dan orisinil.
6.      Berstruktur ketat, langsung dan padat atau berstruktur longgar dan tak teratur.
7.      Benar dan realistik atau romantik dan diidealkan.
8.      Bersahaja dan terus terang atau kompleks dan tidak langsung.
9.      Dalam, serius, tragis dan berat atau ringan, lucu, penuh humor.
10.  Terkendali dan merendah atau berlebih-lebihan.
11.  Optimistik dan penuh harapan atau getir dan sinis.
12.  Logis dan teratur rapi atau irasional dan kacau.
                                 (Cara Menilai Sebuah Film – terjemahan Asrul Sani)

Gaya sutradara itu akan dapat kita lihat pada pilihan subyek cerita, unsur-unsur sinematografi (gaya visual), gerak kamera, editing, pilihan setting dan desain set, suara dan skor musik, serta casting dan permainan.
Menghayati dan memahami cerita film dan gaya sutradaranya, sudah bisa membantu kita untuk memperoleh bahan dalam upaya menganalisa sebuah film dan kemudian mengkritisinya dalam bentuk tulisan resensi film. Resensi itu akan lebih berbobot lagi bila kita mampu menghayati dan memahami unsur-unsur lainnya, seperti musik, akting pemeran (aktor dan aktrisnya) dan lain-lainnya.  ***
                                                                               (sutirman eka ardhana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar