Selasa, 15 Oktober 2013

Pertemuan 6 : APRESIASI FILM


          Pertemuan 6
          MK: Sinematografi

APRESIASI FILM

            FILM mempunyai tiga nilai penting ketika dihadirkan sebagai ‘tontonan’ ke publik atau masyarakat luas. Ketiga nilai itu adalah nilai hiburan, nilai pendidikan dan nilai artistik. Hampir semua film dalam beberapa hal bermaksud untuk menghibur, mendidik dan menawarkan rasa keindahan kepada publik yang menontonnya. Film yang baik tentunya film yang memiliki ketiga nilai penting tersebut. Seandainya ada film yang hanya menampilkan nilai menghibur semata, tapi mengabaikan nilai mendidik dan nilai artistiknya, tentunya film tersebut tidak layak disebut sebagai film yang baik.

Nilai Hiburan
Nilai hiburan (menghibur) sangat penting. Suatu film bisa dikategorikan sebagai film yang gagal atau tidak berhasil bila sejak awal hingga akhir tayangannya tidak mampu mengikat atau menarik perhatian penonton.
Nilai menghibur suatu film tidak hanya sekadar membuat orang bahagia, senang, tertawa, tegang, bahkan bergairah dalam menikmati sensasi gambar atau adegan demi adegan di dalam film tersebut. Sebab, sesungguhnya hiburan yang lebih dalam tertuju kepada pikiran maupun emosi penontonnya. Film dengan hiburan seperti itu biasanya memberikan semacam renungan kepada penonton.

Nilai Pendidikan
Nilai pendidikan suatu film bermakna semacam pesan-pesan moral yang disampaikan kepada penonton. Akan tetapi, pesan-pesan moral yang disampaikan di dalam alur cerita film tersebut tidak sampai menimbulkan kesan yang menggurui. Kebanyakan penonton tidak suka kepada film cerita yang terkesan terlalu menggurui. Karena hal itu akan menyebabkan penonton merasa diposisikan sebagai pihak yang ‘tidak tahu apa-apa’ dan harus diberi pengetahuan.
Hampir semua film telah mengajari atau memberitahu kita tentang sesuatu yang berarti bagi kehidupan manusia. Misalnya, suatu film telah memberikan pelajaran sangat berharga kepada kita tentang bagaimana bergaul dengan orang lain, bertingkah laku serta berinteraksi dalam kehidupan yang beragam dan plural.
Karena itulah, film yang baik adalah film yang dapat meneguhkan manusia dalam menjalani kehidupannya. Film yang baik adalah juga film yang mampu memberikan pencerahan sekaligus pemahaman kepada publik penontonnya tentang bagaimana pentingnya membangun diri. Pembangunan diri itu misalnya meninggalkan perilaku yang negatif dan menggantikannya dengan perilaku yang positif.

Nilai Artistik
Nilai artistik suatu film akan terwujud apabila keartistikannya dapat ditemukan pada seluruh unsurnya.
Pada dasarnya setiap manusia pasti menyukai hal-hal yang indah, menarik dan mempesona. Kecenderungan sifat manusia yang seperti itu tentu harus selalu diperhatikan oleh para pembuat film, bila ingin film yang diproduksi tersebut mendapat sambutan yang semestinya oleh publik penonton.
Nilai-nilai yang indah, menarik dan mempesona itu tidak hanya diperoleh dari tayangan yang menampilkan lingkungan kehidupan orang-orang kaya dengan rumah mewah, kendaraan mewah, baju-baju yang gemerlap, serta kehidupan yang serba menyenangkan. Nilai-nilai keindahan itu juga tidak hanya ada pada tayangan yang menampilkan suatu pantai indah, gunung yang hijau mempesona, atau pun taman bunga yang dipenuhi bunga warna-warni.
Penata artistik yang profesional tentu bisa menghadirkan keindahan dari beragam sudut kehidupan. Keindahan dapat ditemukan dari tampilan suatu lokasi pemukiman masyarakat miskin, dari lokasi-lokasi kumuh, dari rumah-rumah yang hanya berlantai tanah dan berdinding anyaman bambu, maupun dari kehidupan di kolong jembatan yang ada di kota-kota besar. Dengan kata lain, keindahan atau nilai artistik bisa dihadirkan di lokasi manapun atau dalam warna kehidupan seperti apapun.
Dan, suatu film sebaiknya memang harus dinilai secara artistik, bukan dinilai secara rasional.
***

Ketiga nilai tersebut sangat penting artinya bagi suatu film dalam berkomunikasi dengan penonton. Terlebih film memang merupakan suatu bentuk media komunikasi. Artinya, pembuat film ditantang untuk mampu menghasilkan suatu karya film yang bisa berkomunikasi dengan publik penonton. Dengan demikian, apabila suatu film yang diproduksi itu tidak mampu berkomunikasi dengan publik penonton, maka film tersebut gagal untuk disebut sebagai film yang baik dan berhasil.
Sebaik-baiknya sebuah film, tetap dapat dipertanyakan apakah film tersebut akan dapat berkomunikasi dengan publik, baik secara terbatas (tertentu) maupun seluas-luasnya.
***

Tema Film

DARI semua hal atau unsur yang ada di dalam film, tema memiliki fungsi sebagai faktor dasar pemersatu sebuah film dalam upaya untuk menghadirkan jalinan komunikasi dengan penonton.
Akan tetapi, bagi penonton yang ingin menjadi pengamat atau penganalisa film, menemukan tema pada sebuah film bukanlah hal yang mudah.
Sesungguhnya, menurut Joseph M. Boggs dalam “The Art of Watchinf Film” (Cara Menilai Sebuah Film – terjemahan Asrul Sani), tema film dapat ditemukan pada plot, efek emosional, tokoh dan ide film.

Plot sebagai tema
Tema dapat kita temukan di dalam plot film. Misalnya, pada jenis film petualangan, detektif, dan lain-lainnya. Di dalam film-film jenis ini, tokoh-tokoh, ide dan efek emosional film ditentukan oleh plot.
Hal terpenting bagi sebuah film adalah hasil akhirnya. Tetapi bagi film-film jenis tersebut, inti atau tema film hanya bisa dirangkum dengan baik dalam sebuah ringkasan pendek dari peristiwa-peristiwa yang terjadi.

Efek emosional atau suasana sebagai tema
Sebagian besar film menggunakan suasana (mood) yang sangat khusus sekali atau efek emosional sebagai fokus (landasan structural).
Dalam film-film jenis ini, sekalipun mungkin plot memainkan peran penting, namun rentetan peristiwa-peristiwa itu sendiri ditentukan oleh reaksi emosional yang bisa disebabkan oleh peristiwa-peristiwa itu sendiri.
Hal ini dapat kita temukan pada film-film horror atau misteri.

Tokoh sebagai tema
Tidak sedikit film yang berpusat pada penggambaran suatu tokoh tunggal yang unik melalui akting (laku) dan dialog.
Daya tarik dari tokoh-tokoh ini terkandung dalam keunikan mereka, serta dalam sifat-sifat dan ciri-ciri yang membedakan mereka dari orang-orang biasa.
Tema film-film ini dapat ditemukan dengan baik dalam pembeberan singkat dari tokoh-tokoh dengan memberikan penekanan pada aspek-aspek luar biasa dari kepribadian tokoh tersebut.

Ide sebagai tema
Suatu tema ide tentu saja dapat dikemukakan secara langsung melalui peristiwa-peristiwa tertentu atau tokoh-tokoh tertentu, akan tetapi seringkali tema itu tampil secara tidak langsung setelah kita menemukan penafsirannya.
Identifikasi subyek sebenarnya dari sebuah film adalah langkah yang sangat berarti dalam menganalisa film tersebut.
***
Tetapi kita dapat juga menemukan tema-tema itu dalam hal-hal sebagai berikut:
1.      Tema sebagai sebuah pernyataan moral
Film-film seperti ini terutama dimaksudkan untuk meyakinkan kita tentang kebijaksanaan atau kepraktisan prinsip moral tertentu, dan dengan demikian mengajak kita untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam tingkah laku kita.
2.      Tema sebagai suatu pernyataan tentang hidup
Film-film seperti ini memfokuskan diri pada penunjukan suatu “kebenaran tentang hidup”. Dengan berbuat demikian, film-film menumbuhkan suatu kesadaran realitas yang lebih tajam.
Film seperti ini memberikan komentar tentang fitrah pengalaman manusia atau penilaian tentang keadaan manusia.
3.      Tema sebagai pernyataan tentang sifat manusia
Film-film seperti ini memfokuskan pada diri tokoh-tokoh universal atau representatif. Film-film ini berkembang melampaui batas-batas telaah watak semata, karena tokoh-tokoh yang digambarkan mempunyai arti lebih besar dari diri mereka sendiri.
Karena tokoh-tokoh tersebut adalah tokoh-tokoh yang mewakili manusia secara umum, maka mereka digunakan sebagai tumpangan sinematik untuk memberikan illustrasi mengenai beberapa kebenaran tentang sifat-sifat manusia yang diterima secara luas atau secara universal.
4.      Tema sebagai komentar sosial
Film-film seperti ini menaruh perhatian besar pada masalah-masalah sosial. Karenanya di dalam film-film ini ada ungkapan-ungkapan kritik sosial dan keinginan untuk adanya suatu perubahan sosial pada masyarakat.
5.      Tema sebagai teka-teki moral atau falsafi
Film-film seperti ini secara sengaja dibuat dengan tidak ada upaya untuk berkomunikasi secara jelas kepada penontonnya, tetapi hanya berusaha memberi kesan atau memistifikasikan.
Film-film ini lebih cenderung membeberkan atau menghadirkan pertanyaan-pertanyaan atau filsafat dari pada memberikan jawaban-jawabannya.
Film-film jenis ini berkomunikasi melalui lambang-lambang atau citra-citra. Sehingga untuk kepentingan sebuah penafsiran diperlukan analisa yang seksama dari semua unsur-unsurnya.  
                                                                                (sutirman eka ardhana)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar