Pasar Kembang, dengan Gang III yang Populer
MUCIKARI suatu
sebutan yang cukup populer di ranah prostitusi, termasuk juga di Pasar Kembang.
Mucikari yang sebelumnya lebih dikenal dengan sebutan germo adalah seseorang
yang berstatus sebagai ‘boss’, induk semanng atau ‘pengasuh’. Mucikari
berfungsi dan berperan dalam mengorganisir, menyediakan fasilitas seperti tempat
tinggal, tempat praktik dan memperoleh sebagian dari uang hasil imbalan
pelayanan seks yang diberikan ‘anak-anak asuh’nya.
Peran para
mucikari dalam menghidupkan aktivitas prostitusi di Pasar Kembang cukup besar.
Boleh dibilang, keberlangsungan kehidupan para Pekerja Seks Komersial (PSK)
cukup bergantung kepada ‘sepakterjang’ dan aktibvitas mereka. Karena itulah,
tak jarang pula para mucikari sangat berperan dan berwenang dalam mengatur
perilaku masing-masing PSK yang menjadi ‘anak asuh’nya.
Selain dengan
mucikari yang menjadi induk semang, para PSK di Pasar Kembang juga tidak bisa
lepas dengan peran para calo atau perantara. Para
calo atau perantara memiliki peran yang tak kalah pentingnya dibanding
mucikari. Tugas utama para calo di lokasi prostitusi mana pun sama, yakni
mencarikan tamu bagi para PSK yang ada. Mereka sekaligus berperan sebagai
‘guide’ yang mengantarkan sang tamu sampai ke tempat yang diinginkan. Misalnya
bila ada tamu atau pengunjung yang kebingungan mencari ‘pasangan’, maka sang calo
akan dengan mudah membantu atau mencarikan solusinya.
Untuk jerih
payah dan ‘kerja keras’nya itu, para calo mendapatkan upah atau sebagian
bayaran dari yang diterima PSK. Tak sedikit pula yang menerima upah dari
mucikari. Dan, di kawasan Pasar Kembang kini terdapat sedikitnya 20 mucikari
dan lebih dari 25 calo.
Gang III
Di sepanjang
jalan Pasar Kembang terdapat beberapa gang. Tapi yang populer adalah Gang III.
Gang kecil di sisi selatan jalan yang menjuruk masuk ke dalam kampung itu bila
siang nyaris terkesan lengang dan sepi. Tapi bila malam mulai turun, denyut
kehidupan pun mulai terasa di gang itu. Kesibukan pun merebak hingga ke
dalamnya. Tak hanya para PSK yang ‘sibuk’, tapi juga para mucikari, dan calo.
Di pintu gang
ini, biasanya dua atau tiga lelaki yang berprofesi sebagai calo itu selalu siap
menyambut kedatangan para ‘tamu’. Begitu ada ‘tamu’ (tentu saja lelaki) yang
masuk ke gang, mereka dengan cepat menyambut ramah.
“Mari….,Mas….,”
mereka hampir bersamaan akan menyapa ‘tamu-tamu’ yang datang.
“Mari saya
Bantu mencarikan, kalau mau santai…..,” akan ada di antara mereka yang kemudian
berkata begini.
Dan, masih
banyak sederetan kata-kata ‘indah’ lainnya yang dilontarkan mereka untuk
mempengaruhi setiap tamu yang datang dan masuk ke gang tersebut.
Kata-kata itu begitu mudah dilontarkan, dan
seakan-akan tanpa beban apa-apa. Tidak sedikit pun terkesan rasa khawatir di
wajah para calo itu, bila uluran kata-katanya ternyata keliru. Inilah memang
resikonya, siapa pun lelaki yang masuk ke dalam gang itu, terlebih-lebih ketika
malam, siap untuk dipandang sebagai lelaki iseng yang sedang mencari
perempuan-perempuan penghibur.
Tak bisa
dibayangkan, bagaimana bila kata-kata penuh tawaran itu diucapkan kepada lelaki
baik-baik yang masuk ke dalam gang itu karena ingin menemui kenalan atau
keluarganya yang kebetulan tinggal di dalam kampung. Harap diketahui, di dalam
kampung juga banyak tinggal keluarga-keluarga yang tidak ada kaitannya dengan
kehidupan prostitusi. Untuk menandai keluarga-keluarga seperti ini, biasanya di
pintu rumah mereka tertera ‘rumah
keluarga’.
Baru berjalan
sekitar 50 meter ke dalam gang itu, sebuah bangunan rumah berlantai dua sudah
menanti. Di sisi utaranya sebuah gang yang terkesan gelap menjuruk ke timur.
Bangunan permanent dan kukuh itu persis di tepi gang menghadap ke barat. Dan,
biasanya beberapa wanita muda, juga setengah baya, bersandar di depan pintu
maupun di tembok bangunan dengan senyum mengambang di bibir.
(Sutirman Eka Ardhana/bersambung)
Ket. gambar: Illustrasi (candranalendra)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar