Beringharjo, Riwayatnya Dulu
SETIAP kali
berbicara tentang Jalan Malioboro yang melegenda di Yogyakarta itu, tentu tidak
akan bisa melupakan keberadaan Pasar Beringharjo, yang terletak di sisi timur
jalan, dan sebelah utara Benteng Vredeburg (Loji Besar). Bahkan, sejarah
perjalanan panjang Malioboro memang tidak bisa lepas dengan keberadaan Pasar
Beringharjo.
Kehidupan
bisnis yang terus berkembang dari masa ke masa di Malioboro, sangatlah
berkaitan erat dengan keberadaan Pasar Beringharjo. Dapat diperkirakan, gaung
bisnis Malioboro tak akan pernah terdengar tanpa Pasar Beringharjo tersebut.
Sebelum
bernama Pasar Beringharjo, pasar ini lebih dulu populer atau dikenal oleh
masyarakat Yogyakarta dengan nama Pasar Gedhe.
Nama Pasar Gedhe diberikan karena pasar itu satu-satunya terbesar di seputar
Kota Yogyakarta masa itu, serta satu-satunya pula yang terdapat di kawasan
jalan utama yang membentang dari depan Keraton sampai ke Tugu Pal Keraton.
Sejak kapan
Pasar Gedhe atau Pasar Beringharjo itu dibangun? Tidak ada data resmi tentang
awal mula kemunculan pasar di lokasi Pasar Beringharjo sekarang ini. Namun
diyakini, ketika kawasan Hutan Beringan sudah berubah menjadi kawasan hunian
dan pusat pemerintahan Kerajaan Ngayogyakarta-Adiningrat, di lokasi itu
disiapkan lahan kosong yang dimaksudkan untuk dijadikan lapangan luas, tempat
masyarakat beraktivitas.
Ketika
aktivitas bisnis mulai tumbuh di Malioboro, lapangan itu pun berkembang menjadi
ajang bisnis masyarakat. Di lapangan itu masyarakat melakukan transaksi
jual-beli berbagai barang atau bahan kebutuhan hidup mereka. Warga yang
berjualan lalu membangun tempat-tempat berjualan yang sederhana, terhindar dari
panas dan hujan. Bangunan warung-warung atau gubug-gubug kecil tempat memajang
barang dagangan lambat laun memadati area lapangan tersebut. Lapangan itu pun
telah berubah menjadi pasar tradisional atau pasar rakyat yang ramai.
Semua
kebutuhan masyarakat, baik yang berada di pusat kerajaan atau dikenal dengan
sebutan daerah Kutonegoro dan daerah Negoro Agung, maupun di daerah-daerah pinggiran
atau daerah-daerah seputar pusat pemerintahan yang disebut daerah Monconegoro
serta pesisiran tersedia di pasar tradisional itu. Tidak hanya para penghuni
Keraton, para penghuni Loji Kebon (pusat pemerintahan Belanda), Loji Besar
(Benteng Vredeburg), dan Loji Kecil (asrama serdadu Belanda) juga mencari
keperluan pangan sehari-hari mereka di pasar tersebut.
Pasar Tiban
Pasar
Beringharjo yang kini merupakan satu-satunya pasar terbesar dan teramai
di Yogyakarta punya sejarah perjalanan yang panjang. Bermula
dari pasar tiban, kemudian berubah menjadi pasar rakyat atau pasar
tradisional
dengan bangunan-bangunan berbentuk warung-warung atau gubug-gubug kecil
serta
los-los darurat, kemudian berkembang menjadi pasar dengan bentuk
bangunannya
yang indah dan megah. Sejak kapan pasar tradisional atau pasar rakyat
yang
berlokasi di lapangan dekat Benteng Vredeburg itu berubah menjadi pasar
cukup
representatif, bangunannya indah dan megah tersebut?
Mengingat
betapa besarnya manfaat dari keberadaan pasar tradisional itu bagi pemenuhan
keperluan masyarakat, Keraton Yogyakarta, dan terutama bagi penguasa Belanda
terutama untuk para pegawai serta para serdadunya, Residen Belanda di
Yogyakarta kemudian merencanakan merubah pasar tradisional itu menjadi pasar
yang representatif. Penguasa Belanda memandang lokasi pasar itu memang sangat
strategis, terletak di pinggiran jalan utama, tidak jauh dari pusat
pemerintahan dan pusat serdadu, sehingga sangat layak untuk dirubah menjadi
pasar yang besar dan modern, setidaknya buat ukuran masa itu.
Rencana
merubah pasar rakyat itu memerlukan waktu beberapa tahun, apalagi dana yang
diperlukan untuk membangunnya cukup besar. Setelah rencananya matang, proyek
pembangunan atau perubahan pasar rakyat itu menjadi pasar modern diserahkan
kepada Nederlandcsh Indishe Beton
Maatschappij untuk mengerjakannya. Pembangunannya dimulai pada tahun 1920.
Diawali dengan merobohkan atau membongkar bangunan-bangunan los darurat,
warung-warung sederhana dan gubug-gubug kecil yang semula memenuhi lapangan.
Untuk sementara aktivitas pasar rakyat itu berpindah ke kawasan di seputar
lapangan tersebut. (Sutirman Eka Ardhana/bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar