Foto:
nilam-blog.blogspot.com
Pertemuan ke-8
MEMPRODUKSI FILM (I)
PROSES pembuatan film
mempunyai tiga tahapan penting. Ketiga tahapan penting itu meliputi: praproduksi,
produksi dan pascaproduksi.
Untuk kelancaran atau keberhasilan produksi
film, maka masing-masing tahapan harus dilalui secara tuntas dan berurutan.
Sebelum masuk ke tahapan produksi, tahapan praproduksi harus diselesaikan atau
dituntaskan terlebih dulu. Segala hal atau materi yang diperlukan di tahapan
awal ini harus diselesaikan, sebelum kemudian melangkah masuk ke tahapan
berikutnya. Hal ini sangat penting, sebab keberhasilan kerja di tahapan
produksi sangat tergantung dengan keberhasilan kerja di tahapan praproduksi.
Praproduksi
Sebelum aktivitas praproduksi berlangsung, hal
penting yang harus disiapkan terlebih adalah naskah cerita atau skenario
cerita. Berbagai hal yang berkaitan dengan naskah cerita (skenario) harus
tuntas terlebih dulu. Misalnya, tema cerita sudah ditentukan, asal mula naskah
juga sudah dipastikan.
Asal mula naskah merupakan suatu hal yang
penting untuk diselesaikan terlebih dulu. Asal mula naskah bisa berasal dari
novel, cerita bersambung di koran atau majalah, cerpen, dan lainnya. Bila
naskah cerita berasal dari novel, cerita bersambung dan cerpen, tentu harus ada
kesepakatan terlebih dulu dengan penulis atau pengarangnya, apakah ia setuju
jika karyanya itu difilmkan. Jika setuju tentu dilanjutkan dengan kesepakatan-kesepakatan
(perjanjian) berikutnya.
Bila persoalan asal mula naskah sudah selesai,
maka tahapan berikutnya tentu proses mengalihkan cerita di naskah itu ke dalam
skenario film. Tahapannya adalah mencari siapa penulis skenarionya.
Kemudian sejumlah aktivitas lainnya di tahapan
praproduksi ini di antaranya mempersiapkan dan menyusun anggaran, mempersiapkan
kru, menyusun tim produksi, mempersiapkan pemeran (pemain), membuat script breakdown, membuat jadwal syuting
(shooting), dan lain-lain.
Persiapan utama lainnya yang harus memperoleh
prioritas dalam tahapan praproduksi ini adalah menyediakan kantor produksi
dengan segala sarananya, menyediakan peralatan syuting seperti kamera dan
penunjangnya, serta mempersiapkan lokasi syuting.
Pemilihan lokasi syuting haruslah ditentukan
dengan pertimbangan telah tersedianya sejumlah persyaratan yang diperlukan,
seperti akses ke lokasi, keamanan, kondisi masyarakat sekitar dan lainnya.
Lantas, apa yang dimaksud dengan script breakdown?
Script
breakdown merupakan uraian tiap adegan
sesuai naskah skenario. Uraian tiap adegan itu dilengkapi sejumlah informasi
yang diperlukan dalam syuting (shooting).
Uraian-uraian dan informasi-informasi itu
ditulis atau disusun pada lembaran-lembaran kertas yang disebut script breakdown sheet.
Script
breakdown sheet memuat sejumlah informasi
yang meliputi – date, script version
date, production company, breakdown page no, title/no of episodes, page count,
location or set, scene no, int/ext, day/night, description, cast, wardrobe,
extras/atmosphere, make up/hair do, extras/silent bits, stunts/stand ins,
vehicles/animals, props-set dressing-greenery, sound effects/music,
security/teachers, special effects, estimated no. of set ups, estimated
production time, special equipment, production notes.
Berikut penjelasan tentang uraian atau
informasi yang ada pada lembaran script
breakdown sheet:
1.
Date – Di sini,
cantumkan tanggal saat script breakdown
sheet ini diisi.
2.
Script version date –
Di sini tanggal yang dicantumkan adalah tanggal versi skenario yang dipakai
untuk menyiapkan shooting.
3.
Production company –
Cantumkan nama dan nomor telepon dari rumah produksi (production house) yang memproduksi film.
4.
Breakdown page no –
Cantumkan nomor halaman dari lembar breakdown
yang dibuat. Biasanya nomor halaman ini sama dengan nomor adegan. Kecuali bila
dalam satu adegan dibutuhkan lebih dari satu lembar breakdown.
5.
Title/no of episodes –
Di sini tuliskan judul film yang diproduksi. Jika yang diproduksi adalah film
seri, film miniseri, atau sinetron, cantumkan juga nomor episode.
6.
Page count – Di sini
cantumkan panjang atau porsi dari adegan dalam skenario yang diurai. Biasakan
membagi tiap halaman skenario menjadi delapan bagian. Bila adegan yang diurai
hanya mempunyai panjang 2/8 halaman, maka tulislah angka 2/8.
7.
Location or set – Di
sini cantumkan lokasi sesuai dengan skenario. Hal ini perlu untuk mempermudah
identifikasi antara satu adegan dengan adegan lainnya. Tapi perlu juga diingat,
bahwa lokasi syuting bias saja berubah dari yang tertera di dalam skenario.
8.
Scene no – Cantumkan
nomor adegan sesuai yang tercantum di dalam skenario.
9.
Int/ext – Bagian ini
menandakan di mana suatu adegan terjadi. Int
adalah untuk interior, artinya adegan dilakukan di dalam ruangan. Sedangkan ext adalah untuk exterior, yaitu adegan
yang di luar ruangan.
10.
Day/night – Cantumkan
waktu adegan. Day untuk siang hari. Night untuk malam hari.
11.
Description –
Gambarkan kejadian spesifik yang ada di dalam adegan untuk mempermudah ingatan.
Dengan cara ini tidak perlu lagi membuka-buka skenario untuk mengingat-ingat
apa yang terjadi did ala, adegan.
12.
Cast – Tuliskan semua
pemeran yang melakukan dialog (speaking parts), termasuk peran pendukung.
Semuanya diurut sesuai pentingnya peran.
13.
Wardobe – Bagian ini
khusus untuk mencatat pakaian yang dikenakan oleh pemeran adegan. Dan catatan
ini diperlukan apabila ada pakaian khusus yang dipakai oleh pemeran, yang
penyediaannya perlu biaya dan waktu khusus.
14.
Extras/atmosphere –
Cantumkan jumlah orang-orang (crowd)
yang dibutuhkan untuk mendukung suasana dalam sebuah adegan. Cantumkan berapa
perempuan dewasa, anak perempuan, bayi, laki-laki dewasa, dan sebagainya. Catat
juga apakah crowd serupa terdapat
pada adegan-adegan lain, sehingga bisa dikelompokkan secara berkelanjutan.
15.
Make up/hair do –
Cantumkan catatan khusus tentang tata rias dan tata rambut (hair do) untuk tiap peran dan crowd. Contohnya, - 3: efek penuaan di
wajah 20 tahun lebih tua dibandingkan scene
# 35. – Artinya, cast nomor 3, harus dirias dan ditata rambutnya sehingga
menghasilkan wajah 20 tahun lebih tua disbanding penampilannya di scene 35.
16.
Extras/silent bits –
Yang termasuk bagian ini adalah para pemeran yang tidak melakukan dialog yang
tidak tergabung dalam crowd. Perlu
dicatat adalah usia, penampilan fisik, tinggi badan, perawakan tubuh, dan sebagainya.
17.
Stunts/stand ins –
Untuk melakukan beberapa adegan, dibutuhkan pemeran pengganti untuk adegan
berbahaya (stunt) atau pemeran
pengganti dengan mempertahankan wajah si pemeran utama (stand in).
18.
Vehicles/animals –
Apabila ada kendaraan (vehicles) yang
nanti tampak dalam gambar (frame),
catat segala informasi tentang kendaraan tersebut di bagian ini, termasuk
tahun, warna, jumlah, dan posisi kendaraan. Apabila film membutuhkan hewan (animals), pastikan apakah dibutuhkan
pula pawang atau pelatih hewan. Jangan lupa siapkan transportasi dan akomodasi
untuk pawang maupun pelatih hewan.
19.
Props, set dressing, greenery – Ketiganya merupakan bagian dari pekerjaan Departemen
Artistik. Props adalah semua benda
yang dipakai atau dibawa oleh cast
dan extras. Props diurus oleh props
master yang mesti memastikan bahwa props
adegan satu dengan lainnya tetap sama. Set
dressing merupakan tata lokasi (set)
di mana lokasi syuting diatur dan dihias oleh seorang set dresser. Greenery adalah semua tanaman yang
dipinjam, disewa atau dibeli karena tidak tersedia di lokasi.
20.
Sound effects/music –
Beberapa adegan mungkin membutuhkan efek suara tertentu (sound effects) seperti suara sirene di kejauhan atau gemuruh kereta
api yang melintas. Atau adegan di dalam film itu mungkin juga membutuhkan
alunan musik, baik sebagai latar belakang maupun untuk dinyanyikan. Catat
semuanya di bagian ini.
21.
Security/teachers –
Untuk kelancaran syuting di suatu lokasi terkadang dibutuhkan juga bantuan
tenaga keamanan (security). Untuk
pemeran anak-anak terkadang dibutuhkan juga peran tenaga pengajar (teachers), misalnya untuk mengajari
anak-anak tersebut berdialog dan lain-lainnya. Catatkan semuanya itu di bagian
ini.
22.
Special effects – Catatkan di bagian ini semua keperluan akan efek
khusus, seperti: ledakan, penghancuranj, peledakan, tata rias khusus, dan
sebagainya.
23.
Estimated no.
of set ups – Di bagian ini cantumkan perkiraan tentang beberapa sudut
pengambilan gambar (set up) untuk
sebuah adegan. Untuk menentukan berapa set
up yang dibutuhkan maka perlu berkoordinasi dengan sutradara.
24.
Estimated
production time – setelah memastikan
jumlah set up, perkirakan waktu yang diperlukan untuk menyiapkan set
up dan merekam gambar setiap set up. Tuliskan total waktu untuk
semua set up di bagian ini.
25.
Special equipment – Catat peralatan syuting khusus yang diperlukan, seperti steadycam,
under water camera, car mounting, atau lensa tele.
26.
Production notes – Di sini dicatat semua keperluan yang belum tercatat pada
bagian-bagian sebelumnya, serta membutuhkan waktu, tenaga dan biaya khusus.
(Lihat – Heru Effendi, Mari Membuat Film – Panduan
Menjadi Produser, Panduan)
***
(Sutirman Eka Ardhana)