Kisah Kesetiaan Cinta Seorang Selir (2)
Usia 17 Tahun, Diangkat
Jadi Garwo Ampil
PESTA syukuran karena datangnya
haid pertama itu berlangsung cukup meriah, disemarakkan dengan pagelaran
klenengan dan hiburan dari para pesinden. Acara itu pun ditaburi banyak sesaji.
Ia pun menjalani ritual dimandikan air kembang, disaksikan kedua orangtuanya
yang secara khusus datang dari desanya di Ngawi karena diundang Sri Susuhunan.
Dan, mulai saat itu orang-orang di
lingkungan keraton sudah menyadari jika Sumiyatun merupakan salah seorang
penari keraton yang mendapat perhatian dan diistimewakan oleh Susuhunan.
Bisik-bisik bahwa dirinya mendapat perhatian istimewa dan khusus dari Susuhunan
Paku Buwono X secara diam-diam terus berkembang di lingkungan keraton, terutama
di kalangan para penari keraton.
Lurah Bedhaya
Perhatian istimewa Sri Susuhunan
Paku Buwono X semakin nyata lagi, ketika dalam usianya yang masih sangat muda,
Sumiyatun diangkat menjadi Lurah Bedhaya atau lurahnya penari keraton. Sebagai
lurah, ia membawahi sebanyak 75 penari. Tidak sekadar hanya karena perhatian
istimewa dari Sri Susuhunan, tapi keterampilannya dalam menguasai puluhan
bahkan ratusan jenis tarian tradisional keraton itu memang merupakan alasan
yang sangat pantas untuk menunjuknya sebagai Lurah Bedhaya.
Dalam kedudukan sebagai Lurah
Bedhaya membuat dirinya semakin dekat dengan Sri Paku Buwono X. Karena sebagai
penari, terlebih lurah bedhaya, ia mempunyai tugas-tugas atau kewajiban yang
berkaitan dengan kepentingan sang raja. Misalnya, selama empat hari penuh ia
bersama para penari bedhaya lainnya melakukan maradar atau menghadap Sri
Susuhunan. Mereka berjejer bersimpuh di lantai menunggui Sri Susuhunan makan,
atau mendengarkan perintah-perintah, wejangan-wejangan dan lain-lainnya.
Bisik-bisik adanya perhatian
istimewa dan khusus dari Susuhunan itu kemudian benar-benar menjadi kenyataan.
Ketika usianya mencapai 17 tahun, suatu hari Sumiyatun menerima surat keputusan
dari Susuhunan Paku Buwono X. Di atas kertas surat keputusan itu tertulis
jelas, Susuhunan mengangkat dan menetapkannya menjadi seorang garwo ampil atau
sering disebut dengan istilah selir.
Bukti Cinta
Surat
itu bukan sekadar surat
keputusan pengangkatan dirinya sebagai garwo ampil, tapi sekaligus sebagai
bukti ungkapan dan wujud nyata perasaan cinta Sri Susuhunan Paku Buwono X
kepada dirinya. Sumiyatun terharu dan gembira menerima surat
pernyataan tanda cinta Sri Susuhunan tersebut, karena dengan surat itu ia akan memulai suatu kehidupan
baru di dalam keraton yakni menjadi isteri seorang raja.
Sumiyatun pun kemudian teringat
kembali dengan cerita ayahnya semasa ia masih kecil tentang ramalam Mbah Gobang
yang menyatakan kelak dirinya akan menjadi isteri seorang raja. Ramalan Mbah
Gobang itu benar-benar terbukti.
Setelah resmi menjadi garwo ampil
atau selir, perubahan pun terjadi dalam kehidupan Sumiyatun. Nama Sumiyatun
yang dibawa dari desa dan pemberian kedua orangtuanya itu harus
ditinggalkannya. Ia mendapat anugerah nama baru dari Sri Susuhunan Paku Buwono
X. Nama barunya adalah Raden Ayu Laksminto Rukmi. Sebuah nama yang indah, dan
syarat dengan beribu makna.
Tidak hanya nama yang diperolehnya dari Sri Paku Buwono X, tapi juga keistimewaan-keistimewaan
dan sejumlah fasilitas lainnya. Ia tidak lagi tinggal di kamar-kamar yang
dikhususkan untuk bedhaya Keraton. Sebuah kamar khusus disediakan untuknya.
Kamar itu dilengkapi dengan berbagai perabotan indah yang memang disediakan
secara khusus untuk garwo ampil.
Ketika masuk ke kamar khusus untuknya itu, Sumiyatun yang sudah
menyandang nama barunya, Raden Ayu Laksminto Rukmi, berdandan secantik mungkin
dan mengenakan pakaian terbaiknya. Dan, sejak itu, sejak menghuni kamar khusus
bagi garwo ampil tersebut, ia tidak lagi terikat untuk selalu mengenakan busana
penari Keraton. Sebagaimana layaknya seorang selir atau garwo ampil, ia seakan
punya keharusan untuk mengenakan busana yang rapi, dengan rambut tersanggul
penuh hiasan bunga.
Selain mendapatkan sejumlah fasilitas, sebagai selir ia juga mendapatkan
gaji tetap setiap bulannya, sebesar 60 gulden. Disamping itu ia masih menerima
honor atau gaji untuk jabatannya sebagai Lurah Bedhaya. Sehingga pendapatannya
dalam sebulan mencapai 100 gulden. Pendapatan sebesar itu masih di luar
pemberian-pemberian khusus dari Sri Susuhunan. Tidak hanya uang, Sri Susuhunan
juga sering menghadiahinya busana-busana indah dan mahal. (Sutirman
Eka Ardhana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar