Pertemuan 7
MK: Sinematografi
MENGHAYATI DAN MENGKRITISI FILM
SEPERTI halnya karya-karya seni yang
lain, film sebagai salah satu media komunikasi dan karya seni juga membutuhkan
‘uluran tangan’ kritikus. Diakui atau tidak, keberhasilan suatu film dalam
menarik perhatian atau minat masyarakat untuk menontonnya, tidak jarang terjadi
karena pengaruh tulisan-tulisan para kritikus film lewat resensinya di media massa.
Anda ingin menjadi kritikus film? Menganalisa, mengkaji
atau mengkritik suatu film bukanlah langkah yang mudah. Sebab, sebelum mampu
menganalisa dan mengkritiknya, terlebih dulu kita dituntut untuk mampu
menghayati film tersebut secara menyeluruh.
Kita tidak hanya harus mampu menghayati jalan atau alur
cerita yang disajikan, tapi juga layaknya ‘peneliti’ bisa menyeruak lebih
‘dalam’ untuk menghayati, memahami dan mengetahui semua hal serta unsur-unsur
yang mendukung keberadaan film tersebut. Di antaranya: gaya sutradara, unsur-unsur simbolisme dalam
cerita, karakterisasi, konflik, setting, komposisi sinematik, editing, peran
suara, musik, akting para pemerannya, dan sejumlah hal lainnya.
Tanpa bisa melakukan semuanya itu, janganlah mencoba-coba
untuk menjadi kritikus film. Janganlah hanya menonton secara sambil lalu dan
kemudian cepat-cepat menyimpulkan, sebab hal itu tidaklah akan menghasilkan
suatu hasil penghayatan dan pemahaman yang dalam terhadap apa yang sesungguhnya
ingin disampaikan oleh film tersebut ke publik.
Satu hal yang harus dipahami pula bahwa kritikus film bisa
menjadi penyaring apakah suatu film itu memang layak ditonton oleh masyarakat
atau tidak. Kalau suatu film menyampaikan pesan yang bisa berbahaya bagi
kehidupan masyarakat, misalnya menyebarkan ajaran sesat, mengembangkan cara berpikir
atau tingkah laku yang merusak, dan lain-lainnya yang merugikan, di sinilah
kritikus film harus memainkan perannya. Kritikus bisa memberitahu masyarakat
tentang ancaman-ancaman yang merugikan dari film tersebut. Dengan kata lain,
kritikus bisa berperan sebagai pelindung dan pembela masyarakat agar terhindar
dari bahaya yang diakibatkan oleh tayangan film.
Menghayati Cerita
Untuk menganalisa suatu film, langkah awal yang harus
dilakukan adalah menghayati ceritanya. Sederhana saja, sebuah film akan menarik
perhatian penonton bila ceritanya bagus.
Joseph M. Boggs dalam “The
Art of Watching Film” (Cara Menilai
Sebuah Film – terjemahan Asrul Sani) menyatakan, sebuah cerita yang bagus
itu memiliki sejumlah kriteria, yakni: bisa masuk akal, menarik, mengandung suspense atau ketegangan, ada unsur action, bersahaja tapi sekaligus
kompleks, dan menahan diri dalam mengolah materi emosional.
Bisa masuk akal – Logika ‘kebenaran’ atau bisa masuk akal adalah sesuatu yang harus
menjadi pegangan bila kita ingin menyelusuri atau ‘masuk lebih jauh’ ke dalam
film tersebut. Di dalam film, ‘kebenaran’ itu setidaknya dapat tampil dalam
tiga cara, yakni: kebenaran yang secara lahiriah dapat dilihat; kebenaran batin
dari sifat manusia; dan kemiripan artistik dari ‘kebenaran’.
Kebenaran yang secara lahiriah dapat dilihat adalah
merupakan ragam kebenaran yang secara umum banyak ditemukan pada cerita-cerita
film. Apa yang diceritakan di dalam film tersebut merupakan hal-hal yang banyak
ditemukan atau memiliki kesamaan dengan cerita-cerita yang terjadi di dalam
kehidupan manusia.
Kebenaran batin dari sifat manusia adalah ‘kebenaran’ yang
dipaksakan untuk hadir, meskipun sesungguhnya tidak selalu ‘kebenaran’ seperti
itu terwujud di dalam kehidupanmanusia. ‘Kebenaran’ yang disajikan hanyalah
semata untuk memberikan rasa senang, puas dan bahagia pada batin penontonnya.
Misalnya, ‘kebenaran’ bahwa kebaikan pasti akan selalu mengalahkan kejahatan,
orang-orang baik dan benar akan selalu menang sedangkan orang-orang jahat pasti
akan kalah. Atau cinta sejati pasti akan mampu menyingkirkan halangan apapun,
dan meraih kebahagiaan.
Kemiripan artistik dari ‘kebenaran’ adalah merupakan
kepiawaian atau keterampilan pembuat film dalam menjadikan sesuatu yang
sesungguhnya berlawanan dengan logika (tidak masuk akal) menjadi tontonan yang
‘dipercaya’ oleh penontonnya. Pembuat film atau sutradara berhasil membawa
penonton untuk keluar dari alam nyata dan masuk ke dalam alam imajiner.
Menarik – Cerita film yang bagus adalah cerita yang mampu menarik, mengikat
dan ‘memenjarakan’ perhatian penontonnya. Dari awal sampai akhir cerita,
penonton merasa terus terbawa ke dalam alur cerita. Pengertian menarik tentu
tidak bisa disamakan kepada beragam sifat dan kecenderungan penonton. Sebab,
setiap orang punya sifat dan pilihan yang berbeda satu sama lain dalam hal
jenis film yang disukai.
Tapi yang pasti, menarik yang kita inginkan adalah film itu
tidak membosankan saat disaksikan.
Suspense (Ketegangan) – Cerita film yang bagus adalah cerita yang mampu menghadirkan unsur suspense atau ketegangan ke hadapan
penontonnya.
Menurut Joseph M. Boggs, unsur ketegangan ini menciptakan
suatu keadaan dimana perhatian penonton menjadi lebih tinggi dengan jalan
menggugah rasa ingin tahu. Biasanya dengan jalan ‘menyinggung’ kemungkinan apa
yang terjadi tanpa mengungkapkannya sema sekali.
Ketegangan ini pun dapat ditampilkan dengan cara menahan
sejumlah informasi yang dapat memberikan jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan
dramatik yang ditimbulkan oleh cerita, lalu membiarkan pertanyaan yang tidak
terjawab itu mengambang jauh.
Action (Gerak) – Cerita film yang menarik harus memiliki unsur action atau gerak. Akan tetapi harus diingat, bahwa action tidak terbatas pada gerakan fisik
seperti berlari, terjun, perkelahian dan semacamnya, namun juga bisa bersifat
batiniah,psikologis dan emosional.
Bersahaja tapi
sekaligus kompleks – Cerita film yang bagus adalah
cerita yang mampu tampil secara bersahaja. Bersahaja dalam pengertian tidak
berlebih-lebihan, dan sesuai dengan batas waktu yang ada. Meskipun bersahaja
tapi cerita itu harus pula memiliki kompleksitas.
Artinya, cerita itu tidak hanya mampu memberikan
sinyal-sinyal atau tanda-tanda kepada penonton tentang bagaimana akhir dari
cerita tersebut, tapi juga mampu menumbuhkan atau membangkitkan rasa
keingintahuan, takjub, mengejutkan atau hal-hal yang tidak terduga.
Menahan diri dalam
mengolah materi emosional – Cerita film yang baik
adalah cerita film yang mampu menahan diri dalam mengolah materi emosional.
Meskipun emosional penonton merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi sebuah
film, tapi cerita film tidak bisa dengan ‘sewenang-wenang’ atau tidak bisa
berbuat sesuka hati dalam menarik maupun menguasai emosi penonton tersebut.
Cerita film harus mampu menahan diri untuk tidak memanipulasi
emosi penonton dengan menempuh cara apapun. Emosi penonton haruslah
dimanipulasi dengan cara yang jujur dan sesuai cerita yang ditampilkan.
Gaya Sutradara
Gaya sutradara merupakan hal yang cukup penting untuk kita ketahui bila
ingin menganalisa sebuah film.
Apa yang dimaksud dengan gaya sutradara? Gaya sutradara yang dimaksud tentu bukanlah
bagaimana gayanya berjalan, gayanya bertutur-sapa atau gayanya ketika
berhadapan dengan orang lain. Secara sederhana, gaya sutradara dapat diartikan sebagai gaya atau cara sutradara
dalam mengutarakan pribadinya yang unik melalui bahasa media film.
Menurut Joseph M. Boggs, sebelum melakukan analisa dari
unsur-unsur yang terpisah-pisah, yang mengungkapkan sesuatu gaya dalam sebuah film, ada baiknya kita
terlebih dulu membuat sebuah pengamatan umum tentang film sebagai suatu
keseluruhan.
Dalam analisa menyeluruh secara umum, menurut Boggs, kita
perlu mempertimbangkan terlebih dulu mana yang dari istilah-istilah berikut ini
yang dapat dipergunakan untuk melukiskan secara tepat apa yang menjadi titik
berat oleh sebuah film:
1.
Intelektual dan rasional atau
emosional dan sesuai.
2.
Tenang dan lengang atau cepat dan
menggairahkan.
3.
Dipoles dan licin atau kasar dan
mentah.
4.
Dingin dan obyektif atau hangat
dan subyektif.
5.
Biasa dan usang atau segar, unik
dan orisinil.
6.
Berstruktur ketat, langsung dan
padat atau berstruktur longgar dan tak teratur.
7.
Benar dan realistik atau romantik
dan diidealkan.
8.
Bersahaja dan terus terang atau
kompleks dan tidak langsung.
9.
Dalam, serius, tragis dan berat
atau ringan, lucu, penuh humor.
10.
Terkendali dan merendah atau
berlebih-lebihan.
11.
Optimistik dan penuh harapan atau
getir dan sinis.
12.
Logis dan teratur rapi atau
irasional dan kacau.
(Cara Menilai Sebuah Film – terjemahan Asrul
Sani)
Gaya sutradara itu akan dapat kita lihat pada pilihan
subyek cerita, unsur-unsur sinematografi (gaya visual), gerak kamera, editing,
pilihan setting dan desain set, suara dan skor musik, serta casting dan permainan.
Menghayati dan memahami cerita film dan gaya sutradaranya, sudah bisa membantu kita
untuk memperoleh bahan dalam upaya menganalisa sebuah film dan kemudian
mengkritisinya dalam bentuk tulisan resensi film. Resensi itu akan lebih
berbobot lagi bila kita mampu menghayati dan memahami unsur-unsur lainnya,
seperti musik, akting pemeran (aktor dan aktrisnya) dan lain-lainnya. ***
(sutirman eka ardhana)