KISI-KISI UTS SINEMATOGRAFI - 2013
1.
Film pada dasarnya bisa dikelompokkan dalam dua jenis
atau kategori. Pertama, film cerita (film fiksi). Kedua, film noncerita (film
nonfiksi).
Film cerita merupakan film yang dibuat atau diproduksi
berdasarkan cerita yang dikarang dan dimainkan oleh actor dan aktris.
Kebanyakan atau pada umumnya film cerita bersifat
komersial. Pengertian komersial diartikan bahwa film dipertontonkan di bioskop
dengan harga karcis tertentu. Artinya, untuk menonton film itu di gedung
bioskop, penonton harus membeli karcis terlebih dulu. Demikian pula bila
ditayangkan di televisi, penayangannya didukung dengan sponsor iklan tertentu
pula.
Sedangkan film noncerita adalah film yang mengambil
kenyataan sebagai subyeknya.
2.
Film cerita mempunyai berbagai jenis atau genre. Genre
diartikan sebagai jenis film yang ditandai oleh gaya, bentuk atau isi tertentu.
Jenis-jenis film tersebut ada yang disebut jenis film
drama, film horror, film perang, film musical, film koboi, film sejarah, film
komedi, dan film fiksi ilmiah. Meskipun begitu penggolongan jenis film tidaklah
kaku atau ketat. Sebab sebuah film dapat saja dimasukkan ke dalam beberapa
jenis.
3.
Film dokumenter adalah film noncerita yang selain
mempunyai unsur fakta tetapi juga mengandung unsur subyektifitas pembuatnya.
Subyektifitas di dalam film dokumenter merupakan pendapat, pandangan, sikap
atau opini terhadap peristiwa yang direkam.
Dengan demikian peran pembuatnya (produser/sutradara)
memiliki arti penting bagi keberadaan serta keberhasilan proses pembuatan film
dokumenter. Dalam film dokumenter, faktor manusia (pembuat) mempunyai peran
yang besar dan penting. Sebab persepsi tentang suatu kenyataan atau realitas
yang ada sangat bergantung pada pembuatnya.
4.
ada tiga alasan mengapa film
ditonton, yakni alasan umum, alasan khusus dan alasan utama.
Alasan umum – Film berarti bagian dari kehidupan modern dan
tersedia dalam berbagai wujud, seperti di bioskop, dalam tayangan televisi,
bentuk kaset video, dan piringan laser (laser disc).
Sebagai bentuk tontonan, film memiliki waktu putar
tertentu. Rata-rata satu setengah jam sampai dengan dua jam. Selain itu, film
bukan hanya menyajikan pengalaman yang mengasyikkan, melainkan juga pengalaman
hidup sehari-hari yang dikemas secara menarik.
Alasan khusus – Karena ada unsur dalam usaha manusia untuk
mencari hiburan dan meluangkan waktu. Selain itu, karena film tampak hidup dan
memikat, disamping menonton film dapat dijadikan bagian dari acara-acara kencan
dalam kehidupan manusia.
Alasan utama – Seseorang menonton film untuk mencari
nilai-nilai yang memperkaya batin. Setelah menyaksikan film, seseorang
memanfaatkannya untuk mengembangkan suatu realitas rekaan sebagai bandingan
terhadap realitas nyata yang dihadapi.
5.
Sejarah perjalanan pembuatan film cerita di Hindia
Belanda diawali dengan diproduksinya sebuah film berjudul “Loetoeng Kasaroeng”.
Jika sejarah kelahiran bioskop diawali di Batavia,
maka sejarah kelahiran film cerita di negeri kita diawali di kota
Bandung pada
tahun 1926. Film cerita bisu pertama produksi Java Film Company yang mengangkat
tentang legenda di bumi Priangan itu merupakan karya bersama seorang Belanda
bernama L. Heuveldorp dan seorang Jerman bernama G. Kruger.
6.
Jika film Pareh
dinyatakan sebagai film Indonesia pertama yang mendapat perhatian luas dan
dipuji dari segi kualitas dan ceritanya, maka film Terang Boelan yang diproduksi tahun 1937 merupakan film pertama
yang terlaris dan sukses secara bisnis di pasaran. Film ini mendapat sambutan
hangat masyarakat pecinta hiburan film ketika itu.
Film Terang
Boelan digarap oleh Albert Balink bersama Wong Bersaudara dan mengajak pula
seorang wartawan pribumi, Saeroen, di bawah bendera perusahaan film Algeemene Nederlands Indische Film
Syindicaat (ANIF) yang didirikan di Batavia.
Film yang penuh dengan nuansa romantisme, tari dan nyanyi ini dibintangi Miss
Roekiah dan Rd. Mochtar. Miss Roekiah sebelumnya adalah seorang penyanyi
keroncong di panggung tonel (panggung sandiwara), sedangkan Rd. Mochtar adalah
bintang yang ketika itu sedang digandrungi lewat penampilan sebelumnya di film Pareh.
7.
FILM merupakan hasil karya bersama atau hasil kerja
kolektif. Dengan kata lain, proses pembuatan film pasti melibatkan kerja
sejumlah unsur atau profesi. Unsur-unsur yang dominan di dalam proses pembuatan
film antaralain: produser, sutradara, penulis skenario, penata kamera
(kameramen), penata artistik, penata musik, editor, pengisi dan penata suara,
aktor-aktris (bintang film), dan lain-lain.
8.
Sutradara merupakan pihak atau orang yang paling
bertanggungjawab terhadap proses pembuatan film di luar hal-hal yang berkaitan
dengan dana dan properti lainnya. Karena itu biasanya sutradara menempati
posisi sebagai ‘orang penting kedua’ di dalam suatu tim kerja produksi film.
Di dalam proses pembuatan film, sutradara
bertugas mengarahkan seluruh alur dan proses pemindahan suatu cerita atau
informasi dari naskah scenario ke dalam aktivitas produksi. Sutradara
bertanggungjawab menggerakkan semua unsur pekerja (tim kerja) yang terlibat di
dalam proses produksi film. Oleh karenanya, berhasil atau tidaknya, bagus atau
tidaknya suatu karya film yang diproduksi berada di tangan sang sutradara.
Di dalam tim kerja produksi film,
sutradara memimpin Departemen Penyutradaraan.
9.
FILM mempunyai tiga nilai penting ketika dihadirkan
sebagai ‘tontonan’ ke publik atau masyarakat luas. Ketiga nilai itu adalah
nilai hiburan, nilai pendidikan dan nilai artistik. Hampir semua film dalam
beberapa hal bermaksud untuk menghibur, mendidik dan menawarkan rasa keindahan
kepada publik yang menontonnya. Film yang baik tentunya film yang memiliki
ketiga nilai penting tersebut. Seandainya ada film yang hanya menampilkan nilai
menghibur semata, tapi mengabaikan nilai mendidik dan nilai artistiknya,
tentunya film tersebut tidak layak disebut sebagai film yang baik.
10. Nilai
pendidikan suatu film bermakna semacam pesan-pesan moral yang disampaikan
kepada penonton. Akan tetapi, pesan-pesan moral yang disampaikan di dalam alur
cerita film tersebut tidak sampai menimbulkan kesan yang menggurui. Kebanyakan
penonton tidak suka kepada film cerita yang terkesan terlalu menggurui. Karena
hal itu akan menyebabkan penonton merasa diposisikan sebagai pihak yang ‘tidak
tahu apa-apa’ dan harus diberi pengetahuan.
(SEA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar