Pertemuan 6
MK: Sinematografi
APRESIASI FILM
FILM mempunyai tiga nilai penting
ketika dihadirkan sebagai ‘tontonan’ ke publik atau masyarakat luas. Ketiga
nilai itu adalah nilai hiburan, nilai pendidikan dan nilai artistik. Hampir
semua film dalam beberapa hal bermaksud untuk menghibur, mendidik dan
menawarkan rasa keindahan kepada publik yang menontonnya. Film yang baik
tentunya film yang memiliki ketiga nilai penting tersebut. Seandainya ada film
yang hanya menampilkan nilai menghibur semata, tapi mengabaikan nilai mendidik
dan nilai artistiknya, tentunya film tersebut tidak layak disebut sebagai film
yang baik.
Nilai Hiburan
Nilai hiburan (menghibur) sangat penting. Suatu film bisa
dikategorikan sebagai film yang gagal atau tidak berhasil bila sejak awal
hingga akhir tayangannya tidak mampu mengikat atau menarik perhatian penonton.
Nilai menghibur suatu film tidak hanya sekadar membuat orang
bahagia, senang, tertawa, tegang, bahkan bergairah dalam menikmati sensasi
gambar atau adegan demi adegan di dalam film tersebut. Sebab, sesungguhnya
hiburan yang lebih dalam tertuju kepada pikiran maupun emosi penontonnya. Film
dengan hiburan seperti itu biasanya memberikan semacam renungan kepada
penonton.
Nilai Pendidikan
Nilai pendidikan suatu film bermakna semacam pesan-pesan
moral yang disampaikan kepada penonton. Akan tetapi, pesan-pesan moral yang
disampaikan di dalam alur cerita film tersebut tidak sampai menimbulkan kesan
yang menggurui. Kebanyakan penonton tidak suka kepada film cerita yang terkesan
terlalu menggurui. Karena hal itu akan menyebabkan penonton merasa diposisikan
sebagai pihak yang ‘tidak tahu apa-apa’ dan harus diberi pengetahuan.
Hampir semua film telah mengajari atau memberitahu kita
tentang sesuatu yang berarti bagi kehidupan manusia. Misalnya, suatu film telah
memberikan pelajaran sangat berharga kepada kita tentang bagaimana bergaul
dengan orang lain, bertingkah laku serta berinteraksi dalam kehidupan yang
beragam dan plural.
Karena itulah, film yang baik adalah film yang dapat
meneguhkan manusia dalam menjalani kehidupannya. Film yang baik adalah juga
film yang mampu memberikan pencerahan sekaligus pemahaman kepada publik penontonnya
tentang bagaimana pentingnya membangun diri. Pembangunan diri itu misalnya
meninggalkan perilaku yang negatif dan menggantikannya dengan perilaku yang
positif.
Nilai Artistik
Nilai artistik suatu film akan terwujud apabila
keartistikannya dapat ditemukan pada seluruh unsurnya.
Pada dasarnya setiap manusia pasti menyukai hal-hal yang
indah, menarik dan mempesona. Kecenderungan sifat manusia yang seperti itu
tentu harus selalu diperhatikan oleh para pembuat film, bila ingin film yang
diproduksi tersebut mendapat sambutan yang semestinya oleh publik penonton.
Nilai-nilai yang indah, menarik dan mempesona itu tidak
hanya diperoleh dari tayangan yang menampilkan lingkungan kehidupan orang-orang
kaya dengan rumah mewah, kendaraan mewah, baju-baju yang gemerlap, serta
kehidupan yang serba menyenangkan. Nilai-nilai keindahan itu juga tidak hanya
ada pada tayangan yang menampilkan suatu pantai indah, gunung yang hijau
mempesona, atau pun taman bunga yang dipenuhi bunga warna-warni.
Penata artistik yang profesional tentu bisa menghadirkan
keindahan dari beragam sudut kehidupan. Keindahan dapat ditemukan dari tampilan
suatu lokasi pemukiman masyarakat miskin, dari lokasi-lokasi kumuh, dari
rumah-rumah yang hanya berlantai tanah dan berdinding anyaman bambu, maupun
dari kehidupan di kolong jembatan yang ada di kota-kota besar. Dengan kata
lain, keindahan atau nilai artistik bisa dihadirkan di lokasi manapun atau
dalam warna kehidupan seperti apapun.
Dan, suatu film sebaiknya memang harus dinilai secara artistik,
bukan dinilai secara rasional.
***
Ketiga nilai tersebut sangat penting artinya bagi suatu
film dalam berkomunikasi dengan penonton. Terlebih film memang merupakan suatu
bentuk media komunikasi. Artinya, pembuat film ditantang untuk mampu menghasilkan
suatu karya film yang bisa berkomunikasi dengan publik penonton. Dengan
demikian, apabila suatu film yang diproduksi itu tidak mampu berkomunikasi
dengan publik penonton, maka film tersebut gagal untuk disebut sebagai film
yang baik dan berhasil.
Sebaik-baiknya sebuah film, tetap dapat dipertanyakan
apakah film tersebut akan dapat berkomunikasi dengan publik, baik secara
terbatas (tertentu) maupun seluas-luasnya.
***
Tema Film
DARI semua hal atau unsur yang ada di dalam film, tema
memiliki fungsi sebagai faktor dasar pemersatu sebuah film dalam upaya untuk
menghadirkan jalinan komunikasi dengan penonton.
Akan tetapi, bagi penonton yang ingin menjadi pengamat atau
penganalisa film, menemukan tema pada sebuah film bukanlah hal yang mudah.
Sesungguhnya, menurut Joseph M. Boggs dalam “The Art of Watchinf Film” (Cara Menilai
Sebuah Film – terjemahan Asrul Sani), tema film dapat ditemukan pada plot, efek
emosional, tokoh dan ide film.
Plot sebagai tema
Tema dapat kita temukan di dalam plot film. Misalnya, pada
jenis film petualangan, detektif, dan lain-lainnya. Di dalam film-film jenis
ini, tokoh-tokoh, ide dan efek emosional film ditentukan oleh plot.
Hal terpenting bagi sebuah film adalah hasil akhirnya.
Tetapi bagi film-film jenis tersebut, inti atau tema film hanya bisa dirangkum
dengan baik dalam sebuah ringkasan pendek dari peristiwa-peristiwa yang
terjadi.
Efek emosional atau
suasana sebagai tema
Sebagian besar film menggunakan suasana (mood) yang sangat khusus sekali atau
efek emosional sebagai fokus (landasan structural).
Dalam film-film jenis ini, sekalipun mungkin plot memainkan
peran penting, namun rentetan peristiwa-peristiwa itu sendiri ditentukan oleh
reaksi emosional yang bisa disebabkan oleh peristiwa-peristiwa itu sendiri.
Hal ini dapat kita temukan pada film-film horror atau
misteri.
Tokoh sebagai tema
Tidak sedikit film yang berpusat pada penggambaran suatu
tokoh tunggal yang unik melalui akting (laku) dan dialog.
Daya tarik dari tokoh-tokoh ini terkandung dalam keunikan
mereka, serta dalam sifat-sifat dan ciri-ciri yang membedakan mereka dari
orang-orang biasa.
Tema film-film ini dapat ditemukan dengan baik dalam
pembeberan singkat dari tokoh-tokoh dengan memberikan penekanan pada
aspek-aspek luar biasa dari kepribadian tokoh tersebut.
Ide sebagai tema
Suatu tema ide tentu saja dapat dikemukakan secara langsung
melalui peristiwa-peristiwa tertentu atau tokoh-tokoh tertentu, akan tetapi
seringkali tema itu tampil secara tidak langsung setelah kita menemukan
penafsirannya.
Identifikasi subyek sebenarnya dari sebuah film adalah
langkah yang sangat berarti dalam menganalisa film tersebut.
***
Tetapi kita dapat juga menemukan tema-tema itu dalam
hal-hal sebagai berikut:
1. Tema sebagai sebuah
pernyataan moral
Film-film seperti ini terutama dimaksudkan untuk meyakinkan
kita tentang kebijaksanaan atau kepraktisan prinsip moral tertentu, dan dengan
demikian mengajak kita untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam tingkah
laku kita.
2. Tema sebagai suatu pernyataan
tentang hidup
Film-film seperti ini memfokuskan diri pada penunjukan
suatu “kebenaran tentang hidup”. Dengan berbuat demikian, film-film menumbuhkan
suatu kesadaran realitas yang lebih tajam.
Film seperti ini memberikan komentar tentang fitrah
pengalaman manusia atau penilaian tentang keadaan manusia.
3. Tema sebagai pernyataan
tentang sifat manusia
Film-film seperti ini memfokuskan pada diri tokoh-tokoh
universal atau representatif. Film-film ini berkembang melampaui batas-batas
telaah watak semata, karena tokoh-tokoh yang digambarkan mempunyai arti lebih
besar dari diri mereka sendiri.
Karena tokoh-tokoh tersebut adalah tokoh-tokoh yang
mewakili manusia secara umum, maka mereka digunakan sebagai tumpangan sinematik
untuk memberikan illustrasi mengenai beberapa kebenaran tentang sifat-sifat
manusia yang diterima secara luas atau secara universal.
4. Tema sebagai komentar sosial
Film-film seperti ini menaruh perhatian besar pada
masalah-masalah sosial. Karenanya di dalam film-film ini ada ungkapan-ungkapan
kritik sosial dan keinginan untuk adanya suatu perubahan sosial pada
masyarakat.
5. Tema sebagai teka-teki moral
atau falsafi
Film-film seperti ini secara sengaja dibuat dengan tidak
ada upaya untuk berkomunikasi secara jelas kepada penontonnya, tetapi hanya
berusaha memberi kesan atau memistifikasikan.
Film-film ini lebih cenderung membeberkan atau menghadirkan
pertanyaan-pertanyaan atau filsafat dari pada memberikan jawaban-jawabannya.
Film-film jenis ini berkomunikasi melalui lambang-lambang
atau citra-citra. Sehingga untuk kepentingan sebuah penafsiran diperlukan
analisa yang seksama dari semua unsur-unsurnya.
(sutirman eka ardhana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar