Pertemuan ke-1
MEMAHAMI FOTOGRAFI
Sejarah Fotografi
FOTOGRAFI bermula dari kata photos dan graphos, yang merupakan bahasa Yunani. Photos berarti cahaya, sedangkan graphos artinya menulis. Jadi, fotografi secara harafiah berarti ‘menulis dengan cahaya”. Arti harafiah ini bisa dikembangkan lagi menjadi “bercerita derngan cahaya” atau “melukis dengan cahaya”. Namun di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa fotografi adalah suatu seni atau proses penghasilan gambar dan cahaya pada film atau permukaan yang dipekakan.
Fotografi memang tidak bisa dipisahkan dengan kerja seni. Sebab, karya
fotografi apa pun bentuk dan obyeknya merupakan media ekspresi diri. Sebagai
bagian dari bidang seni, fotografi memiliki kesamaan dengan seni lukis, yakni
sama-sama merupakan media penyampaian ekspresi Perbedaannya
hanya pada media atau sarana yang dipakai. Karya seni lukis memakai media dan
sarana seperti kanvas, kuas dan cat, sementara fotografi memakai cahaya,
film dan kamera. Dengan kata lain, bila seni lukis adalah melukis dengan
cat, sedangkan fotografi ‘melukis dengan cahaya’.
Bila ingin memahami fotografi, haruslah diawali lebih dulu dengan langkah untuk
memahami sejarah panjang perjalanan fotografi. Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan,
ilmu fotografi yang di dalamnya terdapat seni mendokumentasikan perisatiwa demi
peristiwa, sesungguhnya sudah berusia sangat tua. Usia ilmu fotografi
sama tuanya dengan usia peradaban manusia.
Manusia-manusia prasejarah dalam peradabannya ketika itu sudah menemukan
iilmu fotograf tersebut Hal itu terbukti dari
peninggalan-peningggalan masa prasejarah di gua-gua kuno yang berwujud
goresan-goresan atau lukisan-lukisan di dinding-dionding batu gua. Misalnya gua
Lascaux, gua kuno yang terdapat di Perancis, di dalamnya terdapat ‘karya
dokumentasi sejarah tak ternilai harganya’ berupa lukisan-lukisan
tentang bagaimana manusia prasejarah berburu binatang, berperang, tentang
senjata-senjata yang dimiliki sampai busana atau pakaian yang dikenakan.
Sejarah perjalanan fotografi tidak bisa dilepaskan dari peran
seorang ilmuiwan Arab yang bernama Al-Hazen. Pada abad ke-10, Al-Hazen sudah
mengutarakan penemuannya mengenai tehnik fotografi yang sederhana,
yakni melihat gerhana matahari melalui media ruangan gelap yang di dalamnya
terdapat lubang kecil (pinhole). Pernyataan atau penjelasan Al-Hazen itu
kemudian dikembangkan secara lebih nyata lagi oleh seorang ahli fisika dan
mate,matika berkebangsaan Belanda, Reinerus Gemma-Frisius (1544), seorang
ahli fisika dan matematika berkebangsaan Belanda. Apa yang dikemukakan Al-Hazen
dan dikembangkan oleh Reinerus Gemma-Frisius itu kemudian terwujud di dalam
kamera yang disebut obscura.
Kamera Obscura (fineartamerica.)
Giambattista della Porta, seorang ahli
fisika Italia, pada tahun 1569 telah memasang kamera abscura berukuran besar
yang pertama. Komponen utama kamera obscura ini adalah sebuah kamar gelap. Di
bagian atas kamar gelap itu terdapat lubang (dengan lensa bulat cembung) dan di
atasnya terdapat pula sebuah cermin yang berada di sudut 45 derajat terhadap
horison. Cahaya masuk ke kamar gelap melalui lubang tersebut. Sinar dari cahaya
itu memantul secara vertikal ke bawah, dan jatuh ke permukaan meja besar
berwarna putih.
Sejak prinsip-prinsip ’fotografi’ itu dinyatakan
Al-Hazen pada abad ke-10, kemudian diikuti perkembangannya yang pesat pada abad
ke-19, hingga hari ini fotografi tidak pernah berhenti memainkan dan
meningkatkian perannya bagi kepentingan kehidupan manusia. Eksistensi fotografi
yang semakin nyata bagi kehidupan manusia ini tidak bisa lepas dari jasa dua
orang Perancis, Nicephore Niepce dan Jacques Mande Daguerre yang sejak 1811
telah berupaya menciptakan serta mengembangkan teknologi fotografi tersebut.
Nicephore Niepce, seorang mantan perwira
tentara Napoleon Bonaparte, seusai tugas perang pada tahun 1811 mulai melakukan
serangkaian peneloitian dan percobaan. Penelitian yang dilakukannya antaralain
mencoba sejumloah bahan kimia yang memiliki sifat sangat sensitif terhadap
cahaya. Niepce juga melakukan penelitian dan percobaan untuk menangkap serta
menyimpan cahaya di dalam kamera obscura kecil. Dan, Niepce pulalah yang
pertama kali memperkenalkan istilah ”fotografi” yang dikenal hingga hari ini.
Dalam perjalanan kreatifnya Niepce
kemudian bertemu dengan Jacques Mande Daguerre. Daguerre, seorang dekorator dan
pekerja seni itu, ternyata memiliki ketertarikan yang sama dengaqn Niepce. Ia
juga telah melakukan serangkaian percobaan yang berkaitan dengan pemanfaatan
cahaya. Keduanya pun sepakat bekerjasama untuk menghasilkan suatu karya
teknologi yang bermanfaat bagi kehidupan manus8ia. Setelah bekerjasama dengan
Niepce, sejak tahun 1831 Daguerre tidak henti-hentinya bekerja keras untuk
mendapatkan proses pembuatan gambar yang kekal pada pelat perak. Usaha Daguerre
tidak sia-sia, karena di tahun 1837 ia berhasil menemukan pengaruh air raksa
terhadap gambar-gambar kekal di atas piringan-piringan diodide perak. Dua tahun
kemudian, tepatnya di tahun 1839, cata atau proses tersebut diberi nama
”Daguerreotype”.
Bersamaan dengan penemuan ”Daguerreotype”
itu, Niepce pun berhasil menyempurnakan kamera obscura yang dimilikinya. Kamera
yang sudah disempurnakan itu berbentuk sebuah kotak persegi panjang, berukuran
enam inci dari dinding belakangnya. Di dalamnya terdapat piringan yang sensitif
terhadap cahaya, hasil temuan Daguerre. Sayangnya, Niepce tidak bisa
berlama-lama menikmati hasil jerih-payahnya bersama Daguerre itu, karena dua
tahun kemudian ia meninggal dunia.
Perkembangan fotografi berikutnya ditandai
dengan upaya Willian HF Talbot yang di tahun 1839 itu juga mencoba proses
pembuatan gambar yang memakai bahan lebih peka terhadap kertas. Upaya ini
disusul kemudian oleh seorang profesor di Universitas New York, Amerika, John W
Draper, yang pada tahun 1840 telah membuat gambar wajah manusia dengan proses
pencahayaan yang hanya memakan waktu selama lima menit.
Sejarah perjalanan dan perkembangan
fotografi berikutnya antaralain: dibuatnya kamera metal yang pertama oleh
Fiedrich Voigtlander pada tahun 1840, kemudian di tahun 1884 seorang ilmuwan
Amerika, George Eastman, menemukan film fotografi yang menggunakan seluloid,
yakni bahan ’plastik’ pertama buatan manusia. Seluloid ini pertama kali
ditemukan oleh Alexander Parkes, seorang ahli kimia Inggris, di tahun 1856.
Keberhasilan Eastman tidak berhenti disitu. Tahun 1891, bersama mitra kerjanya
Hannibal Goodwin, ia telah memperkaya dunia fotografi lagi dengan
memperkenalkan satu rol film yang dimasukkan ke dalam kamera dan digunakan pada
siang hari. Sebelum itu, pada bulan Junmi 1888 Eastman telah memperkenalkan
pula kamera berukuran kecil, yang disebutnya kotak ”Kodak”. Kamera Kodak temuan
Eastman di masa itu, merupakan peralatan fotografi yang luar biasa. Kamera ini
memiliki keunggulan-keunggulan yang tidak terdapat pada peralatan sebelumnya.
George Eastman memang telah membawa
perkembangan yang besar dalam dunia fotografi. Temuannya tentang rol
film, kemudian dikembangkan oleh Eastman’s American Film dengan memproduksi rol
kertas tipis yang dilapisi emulsi gelatin. Kemajuan teknologi fotografi
ditandai lagi dengan dibuatnya film negatif yang terjadi setelah dipisahkannya
emulsi dari kertas yang tidak tembus cahaya. Penemuan film negatif ini membawa
perkembangan teknologi kamera semakin pesat. Para ahli pun kemudian menciptakan
kamera-kamera dalam ukuran yang lebih kecil, praktis dan ringan. Kamera pun
tidak hanya bermerek ”Kodak” temuan George Eastman itu, tapi bermacam-macam
merek kamera kini telah memenuhi dunia fotografi.
Kemajuan teknologi telah membawa kemajuan
yang sangat pesat di dunia fotografi. Dari tahun ke tahun teknologi fotografi
mengalami kemajuan-kemajuan yang pesat dan mencengangkan. Kini fotografi sudah
memasuki era teknologi digital. Hal ini ditandai dengan terdapatnya beragam
bentuk dan merek kamera digital, yang membuat teknologi fotografi menjadi lebih
praktis lagi.
Peran Fotografi
Tidak dapat disangkal lagi, sebagai bagian
dari ilmu pengetahuan dan seni, fotografi memiliki peran yang sangat besar
dalam kehidupan manusia. Kemajuan
teknologi telah membawa fotografi masuk dan merambah ke berbagai bidang
kehidupan, dari hal-hal yang bersifat formal sampai ke komersial. Dari
kehidupan yang bersifat pribadi, sampai ke kehidupan kelompok atau komunal yang
luas. Bahkan, fotografi tidak hanya masuk ke dalam kepentingan-kepentingan
individual atau orang-perorang, tetapi juga telah masuk ke bidang-bidang yang
berkaitan dengan kepentingan negara, dari hal yang bersifat rahasia sampai
terbuka.
Fotografi tidak hanjya bermanfaat bagi
kepentingan kehidupan pribadi orang-perorang sesuai dengan fungsinya
'mendokumentasikan peristiwa kehidupan', tetapi juga berperan besar dalam
bidang bisnis maupun sosial kemasyarakatan. Fotografi telah memainkan perannya
yang besar di bidang komunikasi dan informasi lewat media massa atau
jurnalistik. Juga memainkan perannya yang sangat strategis dalam dunia bisnis,
misalnya lewat media periklanan, dan beragam hal lainnya. Karena itulah
kemudian fotografi sering dikelompokkan pada bidang-bidang tertentu, seperti
fotografi jurnalistik, fotografi periklanan, fotografi seni, fotografi ilmiah,
fotografi pernikahan, dan lainnya lagi.
Begitu luasnya jangkauan 'wilayah'
fotografi, membuat peminat atau pecinta fotografi (fotografer) tidak hanya
terpaku pada kemampuan atau keahliannya di bidang fotografi saja, tetapi
dituntut untuk memahami dan mempelajari bidang-bidang lain yang bersentuhan
dengan bidang fotografi tersebut. Fotografer yang menggeluti fotografi
jurnalistik atau wartawan foto, tentu dituntut kemampuannya untuk mengerti
secara luas tentang dunia jurnalistik, termasuk di dalamnya prinsip-prinsip
kerja jurnalistik tersebut. Begitu pula fotografer yang terlibat dalam kerja
periklanan, tentu harus mampu memahami atau memiliki pengetahuan tentang
dasar-dasar periklanan. Dengan demikian, seorang fotografer dituntut memiliki
wawasan atau pengetahuan yang luas tentangt beragam bidang kehidupan di
sekitarnya.
(Sutirman Eka Ardhana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar