MK: SINEMATOGRAFI
Pertemuan 2
MENGENAL DAN MEMAHAMI FILM
(II)
Film Noncerita
Seperti
halnya film cerita, film noncerita kini juga bias dikategorikan dalam
berbagai jenis. Tetapi pada awalnya film noncerita hanya dikenal punya
dua jenis, yakni film faktual dan film documenter.
Film
faktual adalah suatu jenis film noncerita yang pada umumnya menyajikan
fakta. Sekarang film faktual dapat dilihat dalam bentuk film berita (news reel) dan film dokumentasi.
Film
berita meletakkan titik berat penyajiannya pada segi pemberitaan suatu
peristiwa atau kejadian yang faktual. Contoh film berita dewasa ini
dapat kita saksikan di tayangan-tayangan berita dalam siaran televise.
Film berita ditayangkan setelah terlebih dulu melalui proses pengolahan.
Sedangkan
film dokumentasi adalah film faktual yang hanya merekam suatu peristiwa
atau kejadian tanpa melalui proses pengolahan lagi. Film dokumentasi
merekam peristiwa dengan apa adanya. Contoh film dokumentasi ini
misalnya dokumentasi mengenai kejadian perang, dan dokumentasi upacara
kenegaraan.
Film Dokumenter
Film
dokumenter adalah film noncerita yang selain mempunyai unsur fakta
tetapi juga mengandung unsur subyektifitas pembuatnya. Subyektifitas di
dalam film dokumenter merupakan pendapat, pandangan, sikap atau opini
terhadap peristiwa yang direkam.
Dengan
demikian peran pembuatnya (produser/sutradara) memiliki arti penting
bagi keberadaan serta keberhasilan proses pembuatan film dokumenter.
Dalam film dokumenter, faktor manusia (pembuat) mempunyai peran yang
besar dan penting. Sebab persepsi tentang suatu kenyataan atau realitas
yang ada sangat bergantung pada pembuatnya.
Sejarah
keberadaan film dokumenter diawali pada tahun 1920-an. Hal itu ditandai
dengan dengan munculnya pemikiran tentang pembuatan film dokumenter
tersebut. John Grierson dari Inggris merupakan tokoh yang pertama kali
memperkenalkan istilah film dokumenter. Istilah itu diperkenalkan
Grierson ketika ia membicarakan atau membahas sebuah film karya Robert
Flaherty (Amerika Serikat) berjudul “Moana”, yang diproduksi pada tahun
1926.
Grierson
kemudian sangat berperan penting dalam mengembangkan pembuatan film
dokumenter di Inggris dan Kanada. Ketertarikan Grierson terhadap film
dokumenter karena menurutnya film dokumenter merupakan perlakuan yang
kreatif terhadap suatu peristiwa.
Joris
Ivens, seorang pembuat film dokumenter kenamaan dari Belanda
berpendapat bahwa film dokumenter memiliki kekuatan utama yang terletak
pada rasa keotentikannya. Dengan kata lain, film dokumenter bukanlah
merupakan suatu cerminan pasif dari kenyataan, melainkan adanya proses
penafsiran terhadap kenyataan itu sendiri.
Selain
jenis faktual dan film dokumenter, di dalam ‘keluarga besar’ film
noncerita masih terdapat jenis-jenis lain, seperti film pariwisata, film
iklan, film pendidikan, dan lain-lain.
Film Eksperimental
Film
eksperimental merupakan film yang proses pembuatannya tidak menggunakan
kaidah-kaidah pembuatan film yang semestinya. Misalnya, kaidah-kaidah
yang pasti ditemukan dalam setiap pembuatan film cerita maupun film
noncerita.
Tujuan
pembuatan film eksperimental ini biasanya hanya untuk melakukan
eksperimentasi-eksperimentasi serta mencari cara-cara penyampaian baru
melalui media film.
Film Animasi
Film
animasi merupakan film yang dibuat dengan menggunakan atau memanfaatkan
gambar-gambar (lukisan) ataupun benda-benda tidak bergerak lainnya.
Benda-benda tidak bergerak itu misalnya boneka, baik itu boneka manusia
maupun boneka binatang, yang bisa dihidupkan atau digerakkan dengan
proses animasi.
Prinsip
pembuatan film animasi (teknik animasi) tidak berbeda dengan teknik
pembuatan film yang menggunakan subyek benda-benda bergerak atau hidup,
yakni memerlukan 24 gambar (bisa juga kurang) perdetiknya dalam
menciptakan ilusi gerak.
Kenapa Film Diproduksi?
Kebanyakan
produser atau pembuat film berpandangan bahwa film merupakan suatu
komoditi bisnis yang besar, menggiurkan dan menguntungkan. Karena,
setelah selesai diproduksi atau dibuat, maka film (terutama film cerita)
bias dibisniskan atau dipasarkan dengan berbagai cara ke publik.
Pemasaran film itu ke publik atau masyarakat luas tentu saja dengan
tujuan untuk mendapatkan perhatian dari publik itu sendiri, yang
kemudian dari perhatian besar dari publik itu akan dihasilkan suatu
keuntungan bisnis.
Meskipun
begitu, tidak semua produser atau pembuat film yang semata-mata hanya
berpikir pada segi bisnis dan keuntungan saja. Sebab tidak sedikit juga
produser atau pembuat film yang masih mau mengedepankan dorongan
kultural atau idealisme.
Pertimbangan
komersial atau bisnis akan terlihat nyata pada film-film cerita. Hal
ini terjadi dikarenakan proses pembuatan film cerita memang menggunakan
modal yang relatif besar. Kebanyakan produser tentu tidak ingin modal
besar yang sudah dikeluarkan untuk proses produksi film tersebut hilang
sia-sia.
Selain
itu bila dilihat dari aspek ekonomi dan teknologi, maka produksi film
memang harus dikelola sebagai suatu usaha industri. Hal seperti ini
harus dilakukan, karena selain menggunakan atau melibatkan modal yang
besar, pembuatan film juga melibatkan tenaga kerja yang banyak.
Tenaga-tenaga kerja yang dilibatkan itu pun dari berasal dari berbagai
latar belakang keahlian.
Disamping
itu, kerja produksi film membutuhkan tujuan maupun sistem kerja yang
tertata dan jelas, perencanaan yang matang, serta jadwal kerja yang
pasti pula. Manajemen kerjanya harus benar-benar rapi dan terkoordinasi.
Masing-masing bagian dalam manajemen kerja produksi film tidak bisa
berjalan sendiri-sendiri. Bagian satu dengan lainnya saling berkaitan
dan berhubungan.
Untuk
sampai ke publik, film yang diproduksi harus terlebih dulu melalui
suatu proses mata rantai yang panjang. Setelah selesai diproduksi, film
terlebih dulu akan dibawa ke bagian distribusi. Bagian distribusi ini
bertugas untuk mengedarkan dan memasarkan film tersebut. Setelah di
bagian distribusi (peredaran), film kemudian baru masuk ke tahapan
pertunjukan di bioskop-bioskop (ekshibisi).
Dari
proses perencanaan film sampai ke pemutaran di bioskop-bioskop,
setidaknya dilibatkan lebih dari 200 profesi pekerja. Dari para kreator
di proses produksi, pengedar film, pembuat poster film, tukang putar
film (proyeksionis) sampai ke penjual karcis bioskop.
Dalam
proses pembuatan film, para produser yang bekerja dengan system
industri berusaha membangun studio-studio film. Segala aktivitas
pembuatan film, dari pra produksi sampai ke pelaksanaan syuting dan
tahap penyelesaian akhir dikerjakan di studio film tersebut.
Mengapa Film Ditonton?
Menurut Marseli Sumarno (Dasar-dasar Apresiasi Film), ada tiga alasan mengapa film ditonton, yakni alasan umum, alasan khusus dan alasan utama.
Alasan
umum – Film berarti bagian dari kehidupan modern dan tersedia dalam
berbagai wujud, seperti di bioskop, dalam tayangan televisi, bentuk
kaset video, dan piringan laser (laser disc).
Sebagai
bentuk tontonan, film memiliki waktu putar tertentu. Rata-rata satu
setengah jam sampai dengan dua jam. Selain itu, film bukan hanya
menyajikan pengalaman yang mengasyikkan, melainkan juga pengalaman hidup
sehari-hari yang dikemas secara menarik.
Alasan
khusus – Karena ada unsur dalam usaha manusia untuk mencari hiburan dan
meluangkan waktu. Selain itu, karena film tampak hidup dan memikat,
disamping menonton film dapat dijadikan bagian dari acara-acara kencan
dalam kehidupan manusia.
Alasan
utama – Seseorang menonton film untuk mencari nilai-nilai yang
memperkaya batin. Setelah menyaksikan film, seseorang memanfaatkannya
untuk mengembangkan suatu realitas rekaan sebagai bandingan terhadap
realitas nyata yang dihadapi.
Jadi, seperti kata Marseli, film dapat dipakai penonton untuk melihat hal-hal di dunia ini dengan pemahaman baru. – (SEA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar