KISI-KISI
UTS SINEMATOGRAFI - 2014
1.
Film pada dasarnya bisa dikelompokkan dalam dua jenis
atau kategori. Pertama, film
cerita (film fiksi). Kedua, film noncerita
(film nonfiksi).
Film cerita merupakan film yang dibuat atau diproduksi
berdasarkan cerita yang dikarang dan dimainkan oleh actor dan aktris.
Kebanyakan atau pada umumnya film cerita bersifat
komersial. Pengertian komersial diartikan bahwa film dipertontonkan di bioskop
dengan harga karcis tertentu. Artinya, untuk menonton film itu di gedung bioskop,
penonton harus membeli karcis terlebih dulu. Demikian pula bila ditayangkan di
televisi, penayangannya didukung dengan sponsor iklan tertentu pula.
Sedangkan film noncerita adalah film yang mengambil
kenyataan sebagai subyeknya.
2.
Film cerita mempunyai berbagai jenis atau genre. Genre
diartikan sebagai jenis film yang ditandai oleh gaya, bentuk atau isi tertentu.
Jenis-jenis film tersebut ada yang disebut jenis film
drama, film horror, film perang, film musical, film koboi, film sejarah, film
komedi, dan film fiksi ilmiah. Meskipun begitu penggolongan jenis film tidaklah
kaku atau ketat. Sebab sebuah film dapat saja dimasukkan ke dalam beberapa
jenis.
3. Film dokumenter
adalah film noncerita yang selain mempunyai unsur fakta tetapi juga
mengandung unsur subyektifitas pembuatnya.
Subyektifitas di dalam film dokumenter merupakan pendapat, pandangan, sikap
atau opini terhadap peristiwa yang direkam.
Dengan demikian peran pembuatnya (produser/sutradara)
memiliki arti penting bagi keberadaan serta keberhasilan proses pembuatan film
dokumenter. Dalam film dokumenter, faktor manusia (pembuat) mempunyai peran
yang besar dan penting. Sebab persepsi tentang suatu kenyataan atau realitas
yang ada sangat bergantung pada pembuatnya.
4.
Ada tiga alasan mengapa film ditonton, yakni alasan umum, alasan
khusus dan
alasan utama.
Alasan umum – Film berarti bagian dari kehidupan modern dan
tersedia dalam berbagai wujud, seperti di bioskop, dalam tayangan televisi,
bentuk kaset video, dan piringan laser (laser disc).
Sebagai bentuk tontonan, film memiliki waktu putar
tertentu. Rata-rata satu setengah jam sampai dengan dua jam. Selain itu, film
bukan hanya menyajikan pengalaman yang mengasyikkan, melainkan juga pengalaman
hidup sehari-hari yang dikemas secara menarik.
Alasan khusus – Karena ada unsur dalam usaha manusia untuk
mencari hiburan dan meluangkan waktu. Selain itu, karena film tampak hidup dan
memikat, disamping menonton film dapat dijadikan bagian dari acara-acara kencan
dalam kehidupan manusia.
Alasan utama – Seseorang menonton film untuk mencari
nilai-nilai yang memperkaya batin. Setelah menyaksikan film, seseorang
memanfaatkannya untuk mengembangkan suatu realitas rekaan sebagai bandingan
terhadap realitas nyata yang dihadapi.
5. Sejarah
perjalanan pembuatan film cerita di Hindia Belanda diawali dengan
diproduksinya sebuah film berjudul
“Loetoeng Kasaroeng”. Jika sejarah kelahiran bioskop diawali di Batavia, maka sejarah kelahiran film cerita di negeri kita
diawali di kota Bandung pada tahun 1926. Film cerita bisu pertama
produksi Java Film Company yang mengangkat tentang legenda di bumi Priangan itu
merupakan karya bersama seorang Belanda bernama L. Heuveldorp dan seorang
Jerman bernama G. Kruger.
6. Jika film Pareh dinyatakan sebagai film Indonesia
pertama yang mendapat perhatian
luas dan dipuji dari segi kualitas dan
ceritanya, maka film Terang Boelan
yang diproduksi tahun 1937 merupakan film pertama yang terlaris dan sukses
secara bisnis di pasaran. Film ini mendapat sambutan hangat masyarakat pecinta
hiburan film ketika itu.
Film
Terang Boelan digarap oleh Albert
Balink bersama Wong Bersaudara dan
mengajak pula seorang wartawan pribumi,
Saeroen, di bawah bendera perusahaan film Algeemene
Nederlands Indische Film Syindicaat (ANIF) yang didirikan di Batavia. Film yang penuh
dengan nuansa romantisme, tari dan nyanyi ini dibintangi Miss Roekiah dan Rd.
Mochtar. Miss Roekiah sebelumnya adalah seorang penyanyi keroncong di panggung
tonel (panggung sandiwara), sedangkan Rd. Mochtar adalah bintang yang ketika
itu sedang digandrungi lewat penampilan sebelumnya di film Pareh.
7. FILM
merupakan hasil karya bersama atau hasil kerja kolektif. Dengan kata lain,
proses pembuatan film pasti melibatkan
kerja sejumlah unsur atau profesi. Unsur-unsur yang dominan di dalam proses
pembuatan film antaralain: produser, sutradara, penulis skenario, penata kamera
(kameramen), penata artistik, penata musik, editor, pengisi dan penata suara,
aktor-aktris (bintang film), dan lain-lain.
8. Sutradara merupakan
pihak atau orang yang paling bertanggungjawab terhadap proses
pembuatan film di luar hal-hal yang
berkaitan dengan dana dan properti lainnya. Karena itu biasanya sutradara
menempati posisi sebagai ‘orang penting kedua’ di dalam suatu tim kerja
produksi film.
Di dalam proses
pembuatan film, sutradara bertugas mengarahkan seluruh alur dan proses
pemindahan suatu cerita atau informasi dari naskah scenario ke dalam aktivitas
produksi. Sutradara bertanggungjawab menggerakkan semua unsur pekerja (tim
kerja) yang terlibat di dalam proses produksi film. Oleh karenanya, berhasil
atau tidaknya, bagus atau tidaknya suatu karya film yang diproduksi berada di
tangan sang sutradara. Di dalam tim kerja produksi film, sutradara memimpin
Departemen Penyutradaraan.
9. FILM mempunyai tiga
nilai penting ketika dihadirkan sebagai ‘tontonan’ ke publik atau
masyarakat luas. Ketiga nilai itu adalah
nilai hiburan, nilai pendidikan dan nilai artistik. Hampir semua film dalam
beberapa hal bermaksud untuk menghibur, mendidik dan menawarkan rasa keindahan
kepada publik yang menontonnya. Film yang baik tentunya film yang memiliki
ketiga nilai penting tersebut. Seandainya ada film yang hanya menampilkan nilai
menghibur semata, tapi mengabaikan nilai mendidik dan nilai artistiknya,
tentunya film tersebut tidak layak disebut sebagai film yang baik.
10. Nilai
pendidikan suatu film bermakna semacam pesan-pesan moral yang disampaikan
kepada penonton. Akan tetapi, pesan-pesan
moral yang disampaikan di dalam alur cerita film tersebut tidak sampai
menimbulkan kesan yang menggurui. Kebanyakan penonton tidak suka kepada film
cerita yang terkesan terlalu menggurui. Karena hal itu akan menyebabkan
penonton merasa diposisikan sebagai pihak yang ‘tidak tahu apa-apa’ dan harus
diberi pengetahuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar