KISI-KISI
UAS HUKUM DAN ETIKA JURNALISTIK – 2014
1.
Coba
simak pertemuan ke-8 tentang Fairness dalam Jurnalistik. Dalam pertemuan ini antaralain
dijelaskan tentang apa yang dimaksud dengan fairness tersebut. Misalnya
disebutkan, Fairness dalam kerja jurnalistik diartikan sebagai perlakuan adil
dan sikap menghargai wartawan atau pers terhadap semua pihak yang menjadi bahan
atau terlibat di dalam pemberitaan. Selain itu fairness juga dapat diartikan
sebagai sikap menghargai atau menghormati terhadap pembaca (media pers cetak),
pendengar serta penonton (media penyiaran).
2.
Dalam
pertemuan ke-8 itu coba simak lagi tentang bagaimana bentuk media pers tidak
menghargai atau menghormati pembaca media. Misalnya disebutkan, salah satu
contohnya adalah dengan tidak memberikan informasi yang benar dan jelas kepada
pembaca.
3.
Simak
ulang pertemuan ke-9 tentang Trial By The Press (Peradilan Melalui Pers). Dalam
pertemuan itu antaralain disebutkan bahwa Trial by the press atau peradilan
melalui pers adalah mengadili atau sudah menghukum seseorang melalui
pemberitaan. Padahal pers itu harus menjunjung tinggi prinsip asas praduga tak
bersalah. Karena itu selama ini trial by the press dipandang sebagai ‘barang
haram’ buat pers.
4.
Simak
pula dalam pertemuan ke-9 itu tentang penegasan bahwa media pers yang
menggunakan ‘barang haram’ (trial by the press) tidak hanya dicerca tapi juga
dikutuk sebagai pengingkaran terhadap etika dan norma-norma hukum yang ada.
Oleh karenanya pers harus berpikir ulang untuk menyentuh trial by the press tersebut,
karena hal itu bisa membawanya berhadapan dengan sanksi sosial dan sanksi
hukum.
5.
Simak
ulang pertemuan ke-10 tentang Dewan Pers. Dalam pertemuan ke-10 itu antaralain
dijelaskan tentang sejarah keberadaan Dewan Pers. Secara yuridis Dewan Pers
pertama kali dibentuk pada tahun 1966 berdasar UU No. 11 Tahun 1966 tentang
Pokok-pokok Pers yang ditandatangani Presiden Soekarno. Ketika itu Dewan Pers
berfungsi mendampingi pemerintah dalam membina pertumbuhan dan perkembangan
pers nasional. Dan, Ketua Dewan Pers secara ex-officio
dijabat oleh Menteri Penerangan.
6.
Eksistensi
dan fungsi Dewan Pers yang berdasar UU No. 11 tahun 1966 terus berlangsung
selama pemerintahan Orde Baru karena telah dikukuhkan lagi di dalam UU No. 21
tahun 1982 tentang perubahan UU No. 11 tahun 1966. Dewan Pers tetap berfungsi
sebagai penasehat pemerintah dalam penanganan masalah Pers Nasional. Perubahan
secara fundamental kemudian terjadi setelah diundangkannya UU No. 40 tahun 1999
tentang Pers. Dewan Pers menjadi independen. Dan Dewan Pers tidak lagi
berfungsi penasehat pemerintah, tapi menjadi pelindung kemerdekaan pers. Ketua
dan Anggota Dewan Pers tidak lagi ditunjuk, tapi dipilih secara demokratis.
7.
Masih
di pertemuan ke-10, coba simak ulang pasal 15 ayat 2 UU No. 40 tahun 1999 tentang
Pers yang menyebutkan fungsi-fingsi Dewan Pers. Di Pasal 15 ayat 2 UU itu
disebutkan – Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
a.
Melindungi
kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;
b.
Melakukan
pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
c.
Menetapkan
dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnmalistik;
d.
Memberikan
pertimbangan dan mengupayakanj penyelesaian pengaduan masyarakat atas
kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
e.
Mengembangkan
komunikasi antara pers, masyarakat dan pemerintah;
f.
Memfasilitasi
organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers
dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
g.
Mendata
perusahaan pers.
8.
Coba
simak pertemuan ke-11 tentang Isu-isu Hukum yang Mempengaruhi Media. Dalam pertemuan
ke-11 ini antaralain dijelaskan bahwa eksistensi kemerdekaan atau kebebasan
pers seringkali dipengaruhi dengan keberadaan Undang-undang atau peraturan
hukum lainnya. Padahal eksistensi pers di Indonesia sudah terlihat jelas di
dalam UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, yang bagi kalangan pers termasuk Dewan
Pers telah dipandang sebagai Lead Specialist.
9.
Disebutkan
juga di dalam pertemuan ke-11 itu tentang contoh sejumlah Undang-undang yang
beberapa pasal di dalamnya berpotensi mengancam kebebasan atau kemerdekaan
pers. Di antaranya UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronika, UU No. 12 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan UU
No. 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara, serta sejumlah undang-undang
lainnya. Misalnya, UU No. 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara, khususnya
pasal 26-nya yang menyatakan: Setiap orang atau badan hukum dilarang membuka
dan/atau membocorkan Rahasia Intelijen.
10.
Masih
dipertemuan ke-11, coba simak penjelasan tentang Kode Etik Filantropi Media
Massa. Dijelaskan, kode etik ini menegaskan bahwa media massa yang menerima dana dari masyarakat
untuk bantuan kemanusiaan tidak diperbolehkan menggunakan dana bantuan untuk
kepentingan tanggungjawab social perusahaan (CSR) media bersangkutan. +++